Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Lodi, Dua Kali Kuliah di Belanda demi Bangun Tanah Leluhur

Kompas.com - 26/02/2024, 16:02 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Meraih pendidikan tinggi untuk kembali ke tanah nenek moyang. Semangat ini dibawa oleh Lodimeda Kini, salah satu penerima atau awardee beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Lodi, sapaan akrabnya, sudah dua kali menerima beasiswa LPDP. Pertama, ia dapat pendanaan untuk S2 Industrial Ecology ke Leiden University pada 2018.

Lalu, pada tahun 2023, ia memperoleh beasiswa LPDP lagi untuk studi doktor atau S3 Industrial Ecology di Delft University of Technology (TU Delft). 

Baca juga: Kisah Ajeng, Lulusan SMA yang Jadi Masinis Perempuan di KAI

Tak sekali Lodi mencoba mendapatkan beasiswa LPDP. Total ada enam kali percobaan mendaftar beasiswa LPDP.

Pertama kali mendaftar LPDP adalah pada tahun 2015 untuk beasiswa S2 dan berhenti sampai di tahap seleksi wawancara. Baru di tahun berikutnya ia lolos dan berangkat ke Leiden University. Selanjutnya, pada tahun 2023 ia kembali berhasil dapat beasiswa. 

Mendapatkan beasiswa dua kali memang seperti privilege baginya. Tetapi ini bukan tanpa alasan. Lodi ingin membantu Sabu Raijua, daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) bisa berkembang.

“Pada akhirnya, keputusan untuk sekolah bisa jadi tidak rasional. Keputusan yang lebih rasional adalah, lebih baik kita merantau, karena bisa memberi makan saudara-saudara yang ada di rumah. Kalau di sekolah belum tentu nanti pulang ke Sabu bisa kerja," kata Lodi, dilansir dari laman LPDP.

Sabu Raijua adalah dua kepulauan kecil dengan Pulau Sabu yang lebih besar berdekatan dengan Pulau Raijua. Keduanya ini terpisah dari pulau-pulau besar di NTT. Letaknya berada di antara Samudra Hindia dan Laut Sawu.

Pendapatan ekonomi masyarakat Sabu tak menentu dengan pekerjaan seperti petani lontar, gula, sawah dan lainnya. Sementara harga bahan bakar minyak jenis Pertalite bisa tembus Rp 25.000 - Rp 30.000 per liternya.

Baca juga: Cerita Bejujung dan Besiar, Pemuda Suku Anak Dalam yang Lolos Kuliah di Unja

Masyarakat Pulau Sabu juga masih banyak yang terus bergulat dengan masalah krisis air bersih. 

Jangankan berpikir untuk kuliah. Untuk bekerja saja mereka harus berjuang keras setiap harinya. Ditambah untuk mengakses pendidikan terbaik juga semuanya berada di luar Sabu Raijua.

Bisa dibilang Lodi cukup beruntung karena bisa mengakses pendidikan terbaik hingga ke Eropa.

Apalagi ia sudah terlanjur sayang dengan Pulau Sabu dan sekitarnya. Baik sebelum maupun sesudah S2, kegiatannya adalah melakukan riset untuk organisasi nirlaba maupun membantu pemerintah daerah untuk peningkatan kehidupan masyarakat yang lebih baik.

“Jadi yang saya lakukan di Sabu selama ini riset. Dalam bidang apa? Semua bidang yang ada hubungannya dengan energi, air, dan material walaupun kekhususan saya di S3 adalah tentang air tapi saya percaya bahwa ya pada akhirnya semua aspek kehidupan kita itu saling berkaitan satu dengan yang lainnya” ujar Lodi.

Baca juga: Beasiswa S2 Kominfo ke Luar Negeri, Kuliah Gratis di MIT dan Oxford

Menolak tawaran kerja di Dubai

Keluarga Lodi berdarah asli Sabu. Situasi kehidupan yang sulit dialami oleh kakek neneknya di masa pendudukan Jepang hingga harus membuat mereka keluar dari Pulau Sabu. Sejak saat itulah keluarga besar Lodi terserak ke sejumlah penjuru tanah air.

Orangtua Lodi sendiri mendarat di Pangkal Pinang dan pindah ke Bengkulu saat ayahnya mendapat pekerjaan sebagai dosen di Universitas Bengkulu.

Ibu Lodi juga seorang dosen setelah sempat vakum menjadi ibu rumah tangga dan kemudian melanjutkan studi S2.

Lodi lahir dan besar di Bengkulu sampai akhirnya merantau meninggalkan kedua orangtuanya karena diterima kuliah di S1 Teknik Industri di Universitas Brawijaya Malang pada 2011. Di kota inilah Lodi banyak bertumbuh, belajar, dan memulai perjalanan proses menjadi dewasa.

Lodi menjalani magang di Gas and Oil Separation Plant di Cepu yang dioperasikan oleh perusahaan Exxon Mobile. Saat sudah lulus sarjana dan melanjutkan magang, ia mengaku sempat ditawari untuk ikut bekerja di Dubai oleh supervisor-nya.

Ajakan ke Dubai dengan gaji yang tidak sedikit kala itu tidak cukup membuat Lodi tertarik dan menerimanya. Lodi lebih tertarik untuk pulang ke Sabu, tanah asal kakek dan nenek moyangnya.

Rupanya penolakan Lodi saat mendapat penawaran yang mungkin tidak datang dua kali itu punya akar alasannya.

Baca juga: 3 Beasiswa S2-S3 Tanpa Batas Usia Khusus Perempuan, Bisa Kuliah Gratis

Orang Sabu punya tradisi sejarah tutur membaca silsilah keluarga dari kakek nenek hingga moyang.

Mereka selalu menanamkan kisah Pulau Sabu kepada para generasi penerus. Tradisi tutur silsilah lisan ini juga dilakukan oleh keluarga besar Lodi hingga membuatnya punya keterikatan yang sangat kuat akan tanah leluhurnya itu.

“Inilah yang membuat Beta selalu merasa dekat dengan Sabu dan membuat Beta memutuskan untuk setelah Beta kuliah, setelah selesai magang, memutuskan untuk kembali ke Sabu dan keputusan ini Beta jalani sampai hari ini” tuturnya.

Demi tanah leluhur, Sabu Raijua

Tak ada rencana yang dibawa pulang Lodi seketika. Ia hanya ingin sampai di tanah moyangnya. Saat itu ia tiba di Kupang dan mengamati bagaimana orang-orang menjalani kehidupan dan bertahan di sini lalu kemudian baru ke Sabu melakukan hal serupa.

Lodi yang tumbuh besar di luar Sabu mengetahui bahwa masyarakat di tanah leluhurnya ini sebenarnya sangat industrial dalam tingkat yang kecil dan tradisional.

Kegiatan para lelaki Sabu adalah pergi memanjat pohon untuk menyadap nira atau lontar dan juga untuk membuat gula merah. Sedangkan para perempuan Sabu dengan tekun menjadi perajin tenun atau memasak gula.

Di sinilah Lodi terpikir untuk merancang produk industri skala kecil menengah untuk membuat hasil karya orang Sabu ini bisa terserap dengan lebih baik. Namun masalahnya lagi, secara geografis Sabu adalah pulau kecil yang dikelilingi lautan ganas. Ini berarti ada masalah ekologis yang harus dipecahkan untuk terus bisa hidup dengan lebih baik.

Keadaan tersebut turut memantik dan mendorong Lodi untuk melanjutkan studi S2 dengan mengambil jurusan Industrial Ecology di Leiden pada 2018.

Di sana ia belajar lebih dalam tentang bagaimana material, energi, dan air menjadi tiga faktor yang penting untuk dipahami dalam proses berkehidupan manusia baik orang urban, orang rural, orang industri, orang non-industri.

Ada banyak pekerjaan riset terkait pembangunan manusia dan lingkungan hidup yang dilakukan Lodi selama di pulau Sabu.

Sebut saja seperti menjadi konsultan di Satuan Kerja Pengembangan Sistem Penyehatan Lingkungan Permukiman Bidang Cipta Karya Dinas

Pekerjaan Umum Provinsi NTT, Program Director di Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC), peneliti di Tulodo dan PRISMA.

Keilmuan dan pemikirannya telah banyak dipakai untuk memberi tanggapan dan menyusun kajian strategis atas pembangunan terutama terkait manajemen air di daerah Sabu dan sekitarnya.

Lodi juga mendirikan proyek museum rintisan bernama Museum Ammu Hawu. Museum ini berupa situs digital ini merekam sekaligus menggali seluruh peradaban sosial, budaya, ilmu pengetahuan, dan kebijaksanaan hidup yang diwariskan masyarakat Sabu dari generasi ke generasi.

Baca juga: Kisah Ayah Anak Lulus Cumlaude dan Wisuda Bareng di UIN Walisongo

Ammu Hawu sendiri diambil dari nama rumah adat tradisional masyarakat Sabu Raijua. Baginya, siapa lagi yang kalau bukan orang Sabu dan memiliki tekad kuat yang militan untuk merawat dan mengembangkan tanah asalnya.

Penelitiannya terkait masyarakat Sabu juga dituangkan melalui film dokumenter yang sedang digarap bersama suami dan timnya. Film berjudul “Pulau yang Ditinggalkan” mengisahkan dua pemuda yang terpaksa meninggalkan pulau tempat tinggalnya untuk mencari penghidupan dan menyusuri langkah nasib dalam ketidakpastian.

Film dokumenter ini sekaligus menjadi sentimentil dengan perjalanan kehidupan keluarga Lodi. Sebagai orang asli Sabu yang harus pergi jauh keluar dari tanah airnya untuk mencari kehidupan menggapai mimpi dan berusaha mencari kehidupan yang ideal.

Lodi mengatakan, anak muda perlu menuntut ilmu lebih jauh, dan melihat tanah air atau kampung halaman dari tempat yang jauh. Niscaya akan mendapat banyak cara pandang dan peluang yang dapat memajukan diri sendiri dan orang lain.

“Harapan saya LPDP bisa betul-betul berdiri, hadir untuk berkontribusi, menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” tutup Lodi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com