Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prof. Budi Setiabudiawan Ingatkan Penanganan K3 Harus Lebih Promotif dan Preventif

Kompas.com - 30/01/2024, 18:09 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

 

Di Fakultas Kedokteran PresUniv, lanjut Prof. Budi, para mahasiswanya sejak awal sudah diperkenalkan dengan budaya K3 melalui kurikulum dan kecirian kesehatan kerja.

“Mereka sedini mungkin juga sudah memperoleh paparan program-program K3 langsung dari lapangan. Ini agar mereka lebih memahami upaya untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerja, dan bisa melakukan inovasi baru dalam bidang K3,” jelasnya.

Wakil Rektor Bidang Sumber Daya, PresUniv, Maria Jacinta Arquisola dalam sambutan mengingatkan biaya yang mesti ditanggung jika terjadi kecelakaan kerja bisa sangat mahal. “Padahal, kecelakaan kerja bisa terjadi di mana saja, kapan saja,” ungkap Maria Jacinta.

“Kita memerlukan lebih banyak lagi kegiatan tentang K3, sebab masih banyak kasus kecelakaan kerja. Selain itu juga masih banyak kasus yang muncul sebagai Penyakit Akibat Kerja atau PAK,” ujar Maria Jacinta.

Pendekatan K3 Promotif dan Preventif

Sementara, Sudi Astono mencatat jumlah pekerja yang mengalami Kecelakaan Kerja (KK) dan PAK terus meningkat. Jika tahun 2020 jumlahnya mencapai 221.740 pekerja, pada 2021 menjadi 234.370 atau naik 5,6 persen.

Seiring dengan itu, biaya Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang dikeluarkan BPJS Ketenagakerjaan juga meningkat lebih dari 14 persen dari Rp 1,56 triliun (2020) menjadi Rp 1,79 triliun (2021).

Dari sisi usia, kelompok yang terbesar mengalami KK dan PAK adalah pada rentang usia 25 hingga30 tahun. “Mereka betul-betul kelompok usia yang sangat produktif. Ini tentu menjadi kerugian bagi kita,” tegas Sudi Astono.

Beranjak dari data tersebut, senada dengan Prof. Budi Setiabudiawan, Sudi Astono juga memandang penting upaya promotif dan preventif, ketimbang yang reaktif dan kuratif.

Melihat besarnya alokasi dana JKK dari BPJS Ketenagakerjaan, menurut Sudi Astono, terlihat bahwa penanganan K3 masih lebih ke arah reaktif dan kuratif. “Dari situ terlihat bahwa K3 masih belum menjadi budaya perusahaan,” tegas dia.

Menurut Sudi Astono, kasus-kasus K3 berbanding terbalik dengan daya saing suatu negara.

Baca juga: 8 Jurusan Kuliah Unair Paling Diminati, Kedokteran hingga Akuntansi

“Jika kasus-kasus K3 meningkat, maka daya siang suatu negara akan menurun. Dan, sebaliknya,” ungkap dia. Maka, lanjut Sudi Astono, jika Indonesia ingin meningkat daya saing, upaya-upaya promotif dan preventif harus diutamakan, bukan sebaliknya reaktif dan kuratif.

Selain Dekan Fakultas Kedokteran dan Wakil Rektor Bidang Sumber Daya, turut hadir dalam seminar ini Ketua Prodi Kedokteran Ridwansyah, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi Edi Rochyadi, dan para praktisi human resource dari berbagai perusahaan di kawasan industri Jababeka, mitrabisnis PresUniv dan tamu undangan lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com