Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diminta Revisi Permendikbud soal UKT, Ini Respons Kemendikbud

Kompas.com - 20/05/2024, 19:10 WIB
Sania Mashabi,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menegaskan Permendikbud Ristek Nomor 2 Tahun 2024 dibuat dengan memperhatikan kajian dan masukkan dari banyak pihak.

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Prof. Abdul Haris.

"Dalam menyusun Permendikbud Ristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kemendikbudristek kami melakukan berbagai kajian dan menerima berbagai masukan," kata Prof. Haris melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Minggu (19/5/2024) malam.

Baca juga: Puluhan Camaba Unri Mundur karena UKT Mahal, Kemendikbud: Bisa Minta Keringanan

"Sehingga Permendikbud Ristek tersebut disusun secara saksama dengan semangat keberpihakan yang nyata kepada masyarakat, khususnya mahasiswa," lanjut dia.

Menurut Prof. Haris, jika diperhatikan lebih mendalam, dalam Permendikbud itu jelas asas keberadilan dan inklusivitas untuk seluruh kalangan masyarakat.

Misalnya, pada Pasal 6, kata dia, pemerintah memberikan koridor pada PTN dan PTN-BH untuk menetapkan tarif UKT kelompok 1 sebesar Rp 500.000 per semester dan kelompok 2 sebesar Rp 1 juta per semester.

"UKT 1 tersebut sama dengan Rp84.000 per bulan dan UKT 2 sama dengan Rp167.000 per bulan," ujarnya.

Selain itu, lanjut Prof. Haris, Pasal 12 Permendikbud Ristek Nomor 2 Tahun 2024 juga menegaskan bahwa persentase jumlah mahasiswa yang dikenakan tarif UKT kelompok 1 dan kelompok 2 serta mahasiswa penerima beasiswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi dibatasi minimal 20 persen dari seluruh mahasiswa baru program diploma dan program sarjana.

Baca juga: Soal UKT Naik, Pengamat: Anggaran Pendidikan Indonesia Tidak Lebih Besar dari Bansos

Menurut data dari PTN termasuk PTN-BH pada tahun 2024, proporsi mahasiswa baru yang mahasiswa baru masuk ke kelompok UKT rendah yakni kelompok 1-2 dan penerima KIP Kuliah telah mencapai 29,2 persen.

"Di beberapa PTN bahkan di atas 30 persen," tuturnya.

Prof. Haris juga menambahkan pada Pasal 13, Permendikbud Ristek juga turut mengatur agar PTN termasuk PTN-BH memberikan pengurangan pembayaran UKT sampai maksimal 50 persen bagi mahasiswa tingkat akhir pada program sarjana dan program diploma yang memenuhi persyaratan.

"Pengaturan ini merupakan sebuah terobosan yang memungkinkan mahasiswa tingkat akhir membayar UKT secara proporsional terhadap sisa beban SKS," jelas Prof. Haris.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Mahasiswa Universitas Riau (Unri), Muhammad Ravi meminta agar keberadaan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 2 Tahun 2024 ditinjau ulang.

Menurut Ravi, Permendikbud itu harus ditinjau ulang karena menjadi salah satu penyebab naiknya biaya UKT di beberapa PTN termasuk Unri. Kenaikan biaya UKT itu membuat sekitar hampir 50 calon mahasiswa baru batal masuk Unri karena tidak sanggup membayar UKT.

Baca juga: Kemendikbud Minta PTN Sediakan Berbagai Mekanisme Keringanan UKT

Hal itu diungkapkan Ravi dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) bersama Komisi X DPR RI, Kamis (16/5/2024) lalu.

"Kalau peraturan ini tidak ditinjau kembali mungkin kedepan calon mahasiswa baru atau anak-anak bangsa yang akan kuliah di Unri akan menutup rapat-rapat harapannya untuk berkuliah," kata Ravi dikutip dari akun YouTube TV Parlemen, Jumat (17/5/2024).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com