Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Kemampuan Literasi dan Numerasi Siswa Indonesia Masih Rendah?

Kompas.com - 06/12/2023, 08:00 WIB
Theresia Aprilie,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kemampuan numerasi dan literasi adalah dua kompetensi penting yang harus dimiliki oleh siswa siswi di era globalisasi. Numerasi adalah kemampuan menerapkan konsep numerik dan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Sementara itu, literasi adalah kemampuan memahami dan menggunakan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah sehari-hari. Kedua kompetensi ini berhubungan erat dengan penalaran, kreativitas, dan keterampilan berpikir kritis yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan masa depan.

Baca juga: Nadiem: Hasil Literasi dan Numerasi Indonesia di PISA 2022 Meningkat

Sayangnya, kemampuan numerasi dan literasi siswa siswi di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini terlihat dari hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) yang dilakukan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada tahun 2022.

Meski hasil PISA Indonesia 2022, naik 5-6 peringkat dibanding tahun 2018 dilihat dari berbagai aspek, namun siswa Indonesia masih mendapat nilai rata-rata kemampuan numerasi dan literasi di bawah rata-rata OECD.

Baca juga: Orangtua, Ini 5 Cara Seru Melatih Kemampuan Literasi dan Numerasi Anak Sejak Dini

Menurut Dewi Susanti, pakar pendidikan sekaligus Direktur Program Pendidikan dan Kualitas di Tanoto Foundation, terdapat beberapa akar masalah dalam rendahnya kemampuan numerasi siswa.

Pertama, kurangnya pemahaman guru terhadap konten Matematika yang akan diajarkan kepada murid.

“Jadi content knowledge guru masih sangat kurang dalam hal pengajaran Matematika dan ini memengaruhi cara mereka mengajar, tentunya tadi juga dijelaskan dengan menggunakan drilling, dan juga menggunakan hafalan untuk Matematika,” ucap Dewi dalam acara Forum Diskusi Peningkatan Kualitas Pendidikan Dasar (FOKUS) di Gedung A Kemendikbud, Selasa (5/12/2023).

Baca juga: Skor PISA 2022 Naik Jadi Bukti Guru Tangguh Hadapi Pandemi Covid-19

Kedua, terkait dengan metode pengajaran Matematika. Pemahaman konsep awal yang kurang baik membuat guru menghadapi kesulitan dalam melibatkan murid secara lebih menyenangkan, walau telah diberi pelatihan pengajaran menggunakan metode aktif.

Ketiga, adanya bias dari guru terutama terhadap kemampuan murid untuk berkembang. Murid dianggap kurang memiliki bakat dalam Matematika atau mungkin kurang memiliki niat, dan tidak menyukai Matematika.

“Itu kemudian jadi kendala bagi guru untuk meningkatkan kemampuan murid-murid karena dianggap kemampuan mereka hanya mentok di situ,” ujarnya.

Baca juga: Berapa Gaji Guru PPPK 2023? Ada yang sampai Rp 8 Juta

Sejalan dengan hal tersebut, Dr. Ariyadi Wijaya, Doktor di bidang pendidikan sekaligus ahli yang ditunjuk langsung oleh OECD untuk memantau kualitas PISA Indonesia tahun 2023, mengungkap bahwa guru memang memegang peran penting dalam peningkatan kedua kemampuan ini.

“Faktor guru sangat penting tentang pengetahuan tadi. Sehingga ketika guru belum memahami Matematika itu sendiri seperti apa dan juga numerasi seperti apa , fleksibilitas pengajaran akan jadi tantangan tersendiri,” tuturnya.

Tanpa menggeneralisasi, dari pengalamannya selama ini ketika melakukan penelitian di Tanoto Foundation dan juga di ruang lingkup akademik yang lain, faktor kompetensi guru memang menjadi PR cukup besar.

Baca juga: Tingkatkan Literasi, 76.000 Buku Disalurkan bagi Anak-anak di Kaltim

Sisi lain akar permasalahan ini juga terletak pada sistem, misalnya saja sistem kecil. Sistem kecil yaitu di tingkat kepala sekolah.

“Tidak sedikit ketika melihat rapor sekolah menjadi trigger untuk memperbaiki, tetapi masih sebatas di situ. Niatnya sudah bagus hanya saja wujudnya seperti apa mereka masih tidak tahu,” katanya.

Misalnya, hanya menyuruh guru memberi soal dan mencari soal itu di internet.

Baca juga: Kisah Retno, Guru PJOK yang Dapat Penghargaan dari Presiden Jokowi

“Jadi, bicara sistem kembali ke ide readiness tadi, readiness guru dari segi kompetensi dan readiness Kepsek terkait bagaimana penyiapan program pembelajaran yg lebih terstruktur,” ungkapnya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo, menyetujui pernyataan bahwa faktor guru adalah yang terpenting sebab merekalah yang berinteraksi dengan anak murid setiap harinya.

Meski demikian, terdapat juga penyebab lain mengapa kompetensi guru di Indonesia masih banyak yang belum memadai.

Baca juga: Peningkatan Literasi Penting Dilakukan agar Siswa Berpikir Kritis

“Tetapi, kita perlu melangkah mundur juga kenapa guru kompetensinya masih banyak yang belum memadai. Lalu, dari sisi Kepala Sekolah, masih banyak yang orientasinya pada pemenuhan administrasi, tidak boleh kita berhenti sampai di situ saja,” tuturnya.

Jika berhenti pada pembahasan dua hal tersebut, seolah-olah semua ini terjadi karena kesalahan guru dan kepala sekolah. Padahal banyak kepala sekolah dan guru yang juga punya inisiatif dan mindset yang bagus dan memiliki niat mulia menciptakan pengalaman belajar berkualitas bagi muridnya.

Yang juga harus dikaji adalah ada apa di sistem besarnya. Misalnya, kurikulum pusatnya seperti apa. Jika kurikulum pusat meratakan apa yang harus dilakukan guru dengan asumsi supaya guru yang di daerah paling pelosok bisa menerapkan itu.

Baca juga: Guru di Merauke Gapai Materi Pelajaran dengan Mudah dari Jelajah Ilmu

Tidak heran kalau guru hanya menjadi pelaksana, bukan profesional judgement. Sebab guru diposisikan bukan sebagai profesional yang bisa menilai murid.

Maka dari itu, melalui Kurikulum Merdeka, guru dan kepala sekolah diberi kepercayaan untuk menjalankan pengajaran sesuai kondisi masing-masing sekolah.

“Maka dari itu, di Kurikulum Merdeka asumsinya kita ubah, jawaban dari ketimpangan di sistem kita bukan penyeragaman, tetapi penguatan dan pemberian kepercayaan pada guru dan sekolah untuk melakukan kontekstualisasi,” urainya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com