Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Terjal Yulianto Tingkatkan Literasi di Pelosok Grobogan

Kompas.com - 06/11/2023, 13:17 WIB
Muhammad Idris,
Albertus Adit

Tim Redaksi

Ia lalu menggunakan kotak bekas telur untuk dijadikan rak buku. Yulianto menata 150 buku koleksinya di rak seadanya itu.

Mendirikan Rumah Baca Bintang diakui oleh Yulianto bukanlah hal yang mudah. Konsistensi menjadi hal tersulit yang dirasakan oleh Yulianto.

“Karena semua dilakukan secara mandiri. Perjuangannya jauh lebih berasa, mulai dari menyediakan bahan bacaan, mengajar anak-anak, serta fasilitas yang sederhana sesuai dengan kemampuan. Namun seiring berjalannya waktu, akhirnya semua mulai bisa terselesaikan sesuai kemampuan,” tutur anak bungsu dari dua bersaudara ini.

Di Rumah Baca Bintang, selain buku, Yulianto juga menyediakan berbagai macam mainan.

Nah, mainan-mainan ini bisa digunakan bermain oleh anak-anak setelah mereka selesai membaca.

Anak-anak juga terbiasa untuk mengembalikan buku dan mainan pada tempatnya setelah digunakan.

"Mereka sudah paham dan mengerti. Itu karena pembiasaan, kalau tidak dibiasakan tidak akan bisa,"ungkap Yulianto.

Agar lebih menarik anak-anak untuk berkunjung, Yulianto mulai melakukan story telling atau mendongeng dari buku-buku yang ada di Rumah Baca Bintang.

Baca juga: Tips bagi Orangtua yang Ingin Mengajak Anak Bermain

Awalnya, ia tidak percaya diri saat harus membacakan buku di depan anak-anak. Agar tidak malu, Yulianto mulai mendongeng dengan perantara boneka bersamanya.

"Ada yang belum bisa membaca mereka membaca dengan bahasa mereka sendiri dengan melihat gambar. Lucu sekali," katanya.

Mendongeng menggunakan perantara boneka bukanlah hal yang langsung dikuasai oleh Yulianto.

Yulianto harus menempuh jarak 70 km dari Grobogan ke Semarang untuk belajar mendongeng di sanggar Cergam Kak KEMPHO, di Semarang.

"Saya waktu itu menjadi peserta terjauh. Jadi, saya berangkat pagi pulangnya sore. Seminggu dua kali," kata Yulianto.

Lahirnya boneka Nana

Berhenti bekerja menjadi pustakawan di sebuah sekolah membuat Yulianto banting stir sebagai pendongeng. Dia kerap menerima tawaran sebagai pendongeng di berbagai acara.

Hingga suatu ketika, pada 2018 silam, Yulianto diundang untuk mengisi acara di Universitas Indonesia bersama Pustaka Bergerak yang memiliki semangat membagikan buku-buku ke berbagai daerah terpencil di Indonesia.

Di sanalah dia bertemu dengan Nirwan Ahmad Arsuka, pendiri Pustaka Bergerak.

Nirwan mengajak Yulianto untuk menjadi bagian dari Pustaka Bergerak hingga akhirnya dikenal Boneka Pustaka Bergerak.

Nirwan lalu meminta Yulianto untuk membuat boneka yang jadi ikon Pustaka Bergerak. Kemudian, lahirlah Nana.

Boneka Nana terinspirasi dari nama kecil Najwa Shihab, Duta Baca Indonesia.

Melalui Pustaka Bergerak, Yulianto kerap mengunjungi banyak tempat dan acara. Termasuk bertemu langsung dengan Najwa Shihab yang menjadi panutannya selama bertahun-tahun.

Sebarkan virus membaca

Selain membuka perpustakaan di rumahnya, Yulianto juga menyebarkan virus membaca dengan berkeliling ke daerah-daerah terpencil di Grobogan dengan membawa buku untuk dibaca anak-anak di sana.

Yulianto mendatangi daerah-daerah yang berada di pelosok Grobogan dengan membawa puluhan buku dan boneka sebagai alat peraga untuk mendongeng.

Grobogan adalah salah satu kabupaten terluas di Jawa Tengah. Sehingga, untuk menuju daerah-daerah itu, Yulianto terkadang harus menempuh perjalanan selama tiga jam dengan sepeda motornya.

Jalan yang ditempuhnya pun tak mulus. Seringkali berlubang, berbatu, berlumpur, dan berbukit.

Yulianto juga pernah menerjang banjir, menerobos hutan, dan naik turun bukit demi membawa buku ke hadapan anak-anak.

“Di kota saja sudah banyak perpustakaan keliling. Lalu di desa bagaimana? Akses anak-anak terhadap perpustakaan keliling masih minim,” ungkap Yulianto.

Hal ini yang membuatnya tergerak untuk berkeliling ke desa-desa. Dia biasa menggelar lapak membaca di mana saja, bahkan di teras rumah orang.

Baca juga: 7 Kegiatan Seru di Rumah bagi Anak PAUD

“Tinggal saya panggil, ayo-ayo ke sini, yuk. Mereka biasanya langsung tertarik melihat ada buku dan boneka,” katanya.

Namun, jalan Yulianto untuk menyebarkan virus membaca tidak selalu mulus. Pada 2019 silam, Yulianto mengalami kecelakaan saat perjalanan melapak buku.

Dia mengalami patah tulang pada tempurung lutut kanannya dan retak pada tulang bahunya.

“Dua bulan tidak bisa aktivitas. Kalau kecapekan datang ke daerah-daerah apalagi di Grobogan yang jalannya naik turun, jalan setapak gitu, kalau capek sedikit rasanya ngilunya sudah luar biasa,” ungkapnya.

Selain itu, Yulianto juga harus menerima kenyataan bahwa dia menderita suatu penyakit yang tidak bisa sembuh dan harus minum obat seumur hidupnya.

Ia adalah pendonor darah rutin selama 12 tahun. Suatu ketika saat melakukan donor darah, Yulianto dihubungi PMI dan diberitahu jika ia mengidap penyakit berbahaya.

Hal itu sempat membuat Yulianto terpuruk. Namun, banyak orang menyemangatinya untuk bangkit dan terus menyebarkan kebaikan.

Tidak ingin larut dalam keputusasaan, Yulianto ingat tujuan awal mendirikan Rumah Baca Bintang.

“Masih banyak yang harus dibantu dan dilakukan untuk kebermanfaatan. Apalagi satu pintu kebaikan saya sudah tertutup dan sudah tidak bisa lagi berbagi dengan sesama melalui setetes darah yang sudah menjadi rutinitas aktif selama 12 tahun lamanya,” tutur Yulianto menjelaskan alasannya untuk memilih bangkit.

Efek dari kecelakaan dan kondisi kesehatannya yang mulai menurun membuat Yulianto mulai membatasi aktivitasnya.

Kelola rumah baca di beberapa daerah

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com