Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Terjal Yulianto Tingkatkan Literasi di Pelosok Grobogan

Kompas.com - 06/11/2023, 13:17 WIB
Muhammad Idris,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Keceriaan selalu melingkupi rumah Yulianto (33) setiap kali anak-anak datang berdesakan untuk membaca dan bermain bersama.

Hampir setiap hari, rumahnya selalu disambangi anak-anak yang tinggal di Dusun Jajar, Desa Sumberjosari, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

Rumah ini acapkali penuh dan tak mampu menampung anak-anak yang datang bila ada kunjungan dari murid-murid sekolah TK dan sekolah dasar di dusun tersebut.

Yulianto memang menyulap ruang tamu di rumahnya menjadi perpustakaan yang dinamainya Rumah Baca Bintang. Ruangannya memang tidak terlalu besar.

Lantainya hanya beralaskan semen yang dilapisi terpal dan beberapa spanduk bekas.

Di dalam ruangan, buku-buku tertata dengan rapi dalam deretan rak berwarna putih. Di atas rak-rak buku disediakan tumpukan mainan, hal itu sengaja ia lakukan supaya anak-anak betah berada di dalam perpustakaan.

Baca juga: 10 Contoh Permainan dari Barang Bekas buat Anak Usia Dini

Ralinka Putri Salfa (4) salah satunya. Saat ditemui Kompas.com, ia begitu serius dan asyik membaca buku dihadapannya.

Meski belum bersekolah, namun Ralinka sudah bisa membaca buku lantaran sering datang ke rumah baca yang kebetulan memang bersebelahan dengan rumahnya.

"Belum sekolah TK, kalau belajar baca dari rumah sini," ucap Linasih (30), Ibu Ralinka.

Kata Linasih, banyak anak-anak seusia Ralinka yang belajar secara mandiri di Rumah Baca Bintang.

"Setiap malam sebelum tidur, dia biasanya menceritakan ulang apa yang sudah dibaca dari buku-buku itu. Sekarang sudah bisa baca juga karena sering datang ke rumah baca," kata Linasih.

Diakui Linasih, kehadiran rumah baca memberikan manfaat yang positif bagi anak-anak karena memunculkan ketertarikan anak-anak untuk membaca sembari bermain sejak usia dini.

Saat pandemi Covid-19 melanda dunia, anak-anak, termasuk Ralinka dipinjami Yulianto buku-buku mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), cara cuci tangan pakai sabun, maupun cara untuk hidup sehat selama masa pandemi Covid-19.

Sehingga, materi yang mungkin cukup sulit dipahami anak-anak tersebut menjadi mudah dicerna oleh mereka.

"Jadi, dia bisa tahu dan belajar dari buku-buku yang ada di rumah baca," ungkap Linasih sambil tersenyum.

Manfaat yang dirasakan oleh para orang tua saat anak-anaknya berada di rumah baca membuat mereka senang dengan keberadaan rumah baca tersebut.

"Bukan hanya anak kecil saja. Tapi, anak SMP dan SMA juga sering datang ke sana untuk pinjam buku," lanjutnya.

Rumah Baca Bintang biasanya mulai ramai disesaki anak-anak saat sore pukul 15.00 WIB atau waktu pulang sekolah, dan baru tutup pada malam hari pukul 21.00 WIB.

Mengenalkan anak membaca sejak dini

Mengenalkan anak kecil untuk gemar membaca sejak dini memang menjadi tujuan Rumah Baca Bintang yang didirikan oleh Yulianto.

Pasalnya, kecintaan Yulianto terhadap membaca juga sudah dipupuk sejak usia belia.

Yulianto kecil adalah sosok yang tertutup dan pemalu. Dia menyebut dirinya sebagai seorang introvert.

Temannya adalah buku-buku. Saat jam istirahat, Yulianto terbiasa untuk membaca di perpustakaan sekolah.

Meski koleksi buku di perpustakaan sekolah Yulianto terbatas dan jauh dari kata layak.

Untuk itu, Yulianto berkeinginan ketika dewasa bisa memiliki perpustakaan dan mengundang orang-orang datang mengunjunginya.

Baca juga: Ingin Dampingi Anak Bermain di Rumah? Ini 15 Tipsnya

Hal itu membuat Yulianto selalu menyisihkan gaji atau honornya untuk membeli buku saat ia bekerja sebagai staf perpustakaan di sebuah sekolah sambil berkuliah di jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Terbuka.

Maklum, mengharapkan dana dari orang tuanya adalah hal yang mustahil. Pasalnya, orang tua Yulianto bukanlah orang yang mampu.

Ayahnya seorang buruh bangunan, sementara ibunya adalah ibu rumah tangga.

Tetapi, kondisi itu tidak menyurutkan keinginannya untuk memliki banyak buku dan membuat perpustakaan.

“Untuk kesenangan diri sendiri sudah terlupakan soalnya kalau mau pakai uang kepikiran wah nanti kalau tidak bisa beli buku bagaimana. Saya gunakan untuk beli buku,” kata Yulianto.

Mendirikan Rumah Baca Bintang

Anak-anak dari berbagai usia suka datang untuk bermain dan membaca bersama di Rumah Baca Bintang.Dok Yulianto Anak-anak dari berbagai usia suka datang untuk bermain dan membaca bersama di Rumah Baca Bintang.

Pada 2015, setelah lulus kuliah, Yulianto ingat kembali impiannya untuk mendirikan rumah baca.

Dia ingin anak-anak di desanya bisa mendapatkan akses ke buku bacaan berkualitas dan memupuk minat baca mereka sejak kecil.

Apalagi, akses anak-anak di Desa Sumberjosari ke buku-buku berkualitas juga terbatas dan sulit.

Mereka harus menempuh waktu sekitar 45 menit kalau ingin membaca buku ke perpustakaan daerah.

Sementara jika membeli buku juga harus ke Semarang atau ke Solo yang bisa jadi biaya perjalanannya lebih mahal dari harga bukunya.

“Masyarakat di sini juga mayoritas orang tuanya sebagai petani. Daripada untuk beli buku kan digunakan untuk kebutuhan sehari-sehari,” kata Yulianto.

Sedangkan, koleksi buku di perpustakaan sekolah masih kurang beragam dan mayoritas didominasi oleh buku paket atau buku ajar.

“Sering ikut kelas inspirasi saya tidak mau ngajar di kelas. Saya ngajar di perpustakaan. Aduh. tenaga perpustakaan, tapi diperkerjakan dengan berbagai profesi. Ya operator, ya bendahara jadi gak bisa fokus,” tuturnya.

Ia lalu menggunakan kotak bekas telur untuk dijadikan rak buku. Yulianto menata 150 buku koleksinya di rak seadanya itu.

Mendirikan Rumah Baca Bintang diakui oleh Yulianto bukanlah hal yang mudah. Konsistensi menjadi hal tersulit yang dirasakan oleh Yulianto.

“Karena semua dilakukan secara mandiri. Perjuangannya jauh lebih berasa, mulai dari menyediakan bahan bacaan, mengajar anak-anak, serta fasilitas yang sederhana sesuai dengan kemampuan. Namun seiring berjalannya waktu, akhirnya semua mulai bisa terselesaikan sesuai kemampuan,” tutur anak bungsu dari dua bersaudara ini.

Di Rumah Baca Bintang, selain buku, Yulianto juga menyediakan berbagai macam mainan.

Nah, mainan-mainan ini bisa digunakan bermain oleh anak-anak setelah mereka selesai membaca.

Anak-anak juga terbiasa untuk mengembalikan buku dan mainan pada tempatnya setelah digunakan.

"Mereka sudah paham dan mengerti. Itu karena pembiasaan, kalau tidak dibiasakan tidak akan bisa,"ungkap Yulianto.

Agar lebih menarik anak-anak untuk berkunjung, Yulianto mulai melakukan story telling atau mendongeng dari buku-buku yang ada di Rumah Baca Bintang.

Baca juga: Tips bagi Orangtua yang Ingin Mengajak Anak Bermain

Awalnya, ia tidak percaya diri saat harus membacakan buku di depan anak-anak. Agar tidak malu, Yulianto mulai mendongeng dengan perantara boneka bersamanya.

"Ada yang belum bisa membaca mereka membaca dengan bahasa mereka sendiri dengan melihat gambar. Lucu sekali," katanya.

Mendongeng menggunakan perantara boneka bukanlah hal yang langsung dikuasai oleh Yulianto.

Yulianto harus menempuh jarak 70 km dari Grobogan ke Semarang untuk belajar mendongeng di sanggar Cergam Kak KEMPHO, di Semarang.

"Saya waktu itu menjadi peserta terjauh. Jadi, saya berangkat pagi pulangnya sore. Seminggu dua kali," kata Yulianto.

Lahirnya boneka Nana

Berhenti bekerja menjadi pustakawan di sebuah sekolah membuat Yulianto banting stir sebagai pendongeng. Dia kerap menerima tawaran sebagai pendongeng di berbagai acara.

Hingga suatu ketika, pada 2018 silam, Yulianto diundang untuk mengisi acara di Universitas Indonesia bersama Pustaka Bergerak yang memiliki semangat membagikan buku-buku ke berbagai daerah terpencil di Indonesia.

Di sanalah dia bertemu dengan Nirwan Ahmad Arsuka, pendiri Pustaka Bergerak.

Nirwan mengajak Yulianto untuk menjadi bagian dari Pustaka Bergerak hingga akhirnya dikenal Boneka Pustaka Bergerak.

Nirwan lalu meminta Yulianto untuk membuat boneka yang jadi ikon Pustaka Bergerak. Kemudian, lahirlah Nana.

Boneka Nana terinspirasi dari nama kecil Najwa Shihab, Duta Baca Indonesia.

Melalui Pustaka Bergerak, Yulianto kerap mengunjungi banyak tempat dan acara. Termasuk bertemu langsung dengan Najwa Shihab yang menjadi panutannya selama bertahun-tahun.

Sebarkan virus membaca

Selain membuka perpustakaan di rumahnya, Yulianto juga menyebarkan virus membaca dengan berkeliling ke daerah-daerah terpencil di Grobogan dengan membawa buku untuk dibaca anak-anak di sana.

Yulianto mendatangi daerah-daerah yang berada di pelosok Grobogan dengan membawa puluhan buku dan boneka sebagai alat peraga untuk mendongeng.

Grobogan adalah salah satu kabupaten terluas di Jawa Tengah. Sehingga, untuk menuju daerah-daerah itu, Yulianto terkadang harus menempuh perjalanan selama tiga jam dengan sepeda motornya.

Jalan yang ditempuhnya pun tak mulus. Seringkali berlubang, berbatu, berlumpur, dan berbukit.

Yulianto juga pernah menerjang banjir, menerobos hutan, dan naik turun bukit demi membawa buku ke hadapan anak-anak.

“Di kota saja sudah banyak perpustakaan keliling. Lalu di desa bagaimana? Akses anak-anak terhadap perpustakaan keliling masih minim,” ungkap Yulianto.

Hal ini yang membuatnya tergerak untuk berkeliling ke desa-desa. Dia biasa menggelar lapak membaca di mana saja, bahkan di teras rumah orang.

Baca juga: 7 Kegiatan Seru di Rumah bagi Anak PAUD

“Tinggal saya panggil, ayo-ayo ke sini, yuk. Mereka biasanya langsung tertarik melihat ada buku dan boneka,” katanya.

Namun, jalan Yulianto untuk menyebarkan virus membaca tidak selalu mulus. Pada 2019 silam, Yulianto mengalami kecelakaan saat perjalanan melapak buku.

Dia mengalami patah tulang pada tempurung lutut kanannya dan retak pada tulang bahunya.

“Dua bulan tidak bisa aktivitas. Kalau kecapekan datang ke daerah-daerah apalagi di Grobogan yang jalannya naik turun, jalan setapak gitu, kalau capek sedikit rasanya ngilunya sudah luar biasa,” ungkapnya.

Selain itu, Yulianto juga harus menerima kenyataan bahwa dia menderita suatu penyakit yang tidak bisa sembuh dan harus minum obat seumur hidupnya.

Ia adalah pendonor darah rutin selama 12 tahun. Suatu ketika saat melakukan donor darah, Yulianto dihubungi PMI dan diberitahu jika ia mengidap penyakit berbahaya.

Hal itu sempat membuat Yulianto terpuruk. Namun, banyak orang menyemangatinya untuk bangkit dan terus menyebarkan kebaikan.

Tidak ingin larut dalam keputusasaan, Yulianto ingat tujuan awal mendirikan Rumah Baca Bintang.

“Masih banyak yang harus dibantu dan dilakukan untuk kebermanfaatan. Apalagi satu pintu kebaikan saya sudah tertutup dan sudah tidak bisa lagi berbagi dengan sesama melalui setetes darah yang sudah menjadi rutinitas aktif selama 12 tahun lamanya,” tutur Yulianto menjelaskan alasannya untuk memilih bangkit.

Efek dari kecelakaan dan kondisi kesehatannya yang mulai menurun membuat Yulianto mulai membatasi aktivitasnya.

Kelola rumah baca di beberapa daerah

Rumah Baca Bintang menyatu dengan ruang tamu kediaman Yulianto.Muhammad Idris/kompas.com Rumah Baca Bintang menyatu dengan ruang tamu kediaman Yulianto.

Meski tidak segesit dulu, namun Yulianto tidak berhenti bergerak. Dia tetap menemukan cara lain untuk tetap bergerak menyebarkan virus membaca.

Yulianto mulai mendirikan beberapa rumah baca di beberapa daerah di Grobogan berkolaborasi dengan orang-orang yang memiliki visi dan misi sama di daerahnya.

Mereka bergerak bersama-sama untuk mewujudkan cita-cita membuka satu taman baca di setiap kecamatan di Grobogan.

Rumah Baca Bintang pun berhasil membuka simpul-simpul pustaka baru di Grobogan yaitu Rumah Baca Mulia Utama, Padepokan Ayom Ayem, Taman Baca Lurung Ceria, dan Teras Baca Rejosari.

“Makanya saya menginisiasi beberapa taman bacaan di beberapa daerah. Jadi ketika saya tidak bisa ke sana ada beberapa teman taman baca mereka sudah bisa untuk membantu,” kata Yulianto.

Saat ini, Yulianto juga sedang menginisiasi rumah baca di daerah Gabus, Grobogan bekerjasama dengan seorang illustrator.

“Pas beliau ke sini sempet saya support buku. Saya tidak mau asal-asalan mendirikan rumah baca sebelum tahu karakter penanggung jawabnya siapa,” ungkapnya.

Sebab, beberapa kali Yulianto membantu mendirikan rumah baca namun penanggung jawabnya justru lepas tanggung jawab.

“Pernah ada yang minta dibantu setelah itu menghilang. Jadi bukunya sayang sekali kebermanfaatannya padahal ada banyak anak-anak yang masih membutuhkan,” tutur Yulianto.

Selain aktif di Rumah Baca Bintang, Yulianto juga sering menerima panggilan sebagai pendongeng dan mengisi acara Read Aload di Perpustakaan Daerah.

Kini, harapan Yulianto pun sederhana, hanya ingin tetap bermanfaat dan bisa menyebarkan kegemaran membaca.

“Ingin semakin banyak orang-orang baik yang ambil bagian dalam meningkatkan literasi anak-anak di Indonesia,” ungkapnya.

Karakter unik Yulianto sebagai sosok pendongeng dipandang cukup unik oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi.

Pada tahun ini, Kominfo menjadikan Yulianto sebagai salah satu karakter dalam komik buatan mereka untuk dibagikan ke 2.000 simpul pustaka di Indonesia.

Baca juga: 7 Tips agar Anak Tak Takut ke Dokter Gigi

Sebelumnya, perjuangan Yulianto juga mendapatkan apresiasi dari PT Astra International Tbk.

Pada 2021, Yulianto meraih apresiasi Satu Indonesia Award Tingkat Provinsi Jawa Tengah di Bidang Pendidikan oleh PT Astra International Tbk.

Dukungan pihak Astra sangat berarti bagi Yulianto dalam menjalankan Rumah Baca Bintang. Dia mendapatkan dukungan berupa materi dan pelatihan yang menambah wawasan.

Rendahnya literasi dan minat baca di Indonesia

Perjuangan Yulianto untuk meningkatkan literasi bagi anak-anak di desa tidak bisa dianggap sebelah mata.

Pasalnya, minat membaca buku dan literasi di Indonesia dinilai masih sangat rendah.

"Bagaimana tidak rendah kalau tidak ada akses bukunya, tidak ada pembinaan minat bacanya?" kata Yulianto.

Bagi Yulianto, kunci untuk menaikkan indeks literasi di Indonesia adalah dengan memberikan akses buku berkualitas dan pembinaan minat baca kepada anak-anak.

Rendahnya minat baca dan literasi Indonesia bukanlah omong kosong semata.

Data Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) mendapati, indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya di angka 0,001 persen.

Dengan kata lain, dari seribu orang Indonesia, hanya satu orang yang gemar membaca buku.

Sementara itu, menurut Program for International Student Assessment (PISA) yang diselenggarakan oleh OECD, Indonesia menjadi bagian dari 10 negara yang memiliki tingkat literasi rendah di tahun 2019, di peringkat 62 dari 70 negara.

Anak-anak yang tinggal di daerah terpencil tanpa akses internet dan buku juga mengalami kesulitan dalam meningkatkan literasi membaca.

Perlu diketahui bahwa literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis.

Akses ke bacaan berkualitas dan literasi di Indonesia

Menanggapi rendahnya minat baca dan literasi di Indonesia, pengamat Pendidikan sekaligus pendiri Ikatan Guru Indonesia (IGI) Satria Dharma mengatakan, karena anak-anak hanya diajari untuk bisa membaca tapi tidak diberi buku bacaan untuk membaca.

“Karena tidak punya buku bacaan maka mereka tidak punya kebiasaan membaca. Karena tidak punya buku untuk dibaca dan tidak memiliki kebiasaan membaca maka kemampuan membacanya rendah,” ungkap Satria Kompas.com.

Untuk bisa meningkatkan kemampuan membaca atau literasi maka harus dimulai dengan menyediakan buku-buku bacaan bermutu dan mewajibkan mereka membaca.

“Agar kebiasaan membaca (reading habit) dan kemampuan membaca (reading skills) mereka meningkat,” lanjutnya.

Sehingga, akses anak-anak terhadap buku-buku bacaan berkualitas memang wajib ditingkatkan.

“Coba bandingkan dengan kurikulum negara lain. Negara lain benar-benar paham betapa pentingnya kemampuan dan ketrampilan membaca bagi anak-anak mereka sehingga mereka memberikan porsi yang sangat besar pada pembelajaran membaca dan menulis pada kurikulum mereka,” urai Satria.

Pada kurikulum negara lain mata pelajaran mereka di tingkat dasar bukanlah Bahasa Inggris, melainkan membaca dan menulis.

Baca juga: 5 Dampak Negatif Gawai pada Anak serta Rekomendasi Penggunaannya

“Pada kurikulum kita mata pelajarannya adalah Bahasa Indonesia dengan fokus pembelajaran mengenai teori-teori tentang kebahasaan atau gramatika dan bukan melatih siswa untuk menguasai ketrampilan membaca atau menulis,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com