Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Imam Farisi
Dosen

Dosen FKIP Universitas Terbuka

Dilema Hukum Pembebasan Jabatan Profesor

Kompas.com - 18/08/2023, 10:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ada empat peraturan MWA UNS yang kemudian dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Mendikbudristek karena dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, yaitu:

  1. Peraturan MWA UNS Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pendelegasian Wewenang Ketua Kepada Wakil Ketua untuk Menandatangani Naskah Dinas;
  2. Peraturan MWA UNS Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pemberhentian Rektor, Pengangkatan Wakil Rektor menjadi Rektor, dan Penugasan Wakil Rektor menjadi Pelaksana Tugas Rektor;
  3. Peraturan MWA UNS Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan MWA UNS Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pemberhentian Rektor, Pengangkatan Wakil Rektor menjadi Rektor, dan Penugasan Wakil Rektor menjadi Pelaksana Tugas Rektor;
  4. Peraturan MWA UNS Nomor 8 Tahun 2022 tentang Tata Tertib Pemilihan Rektor UNS Masa Bakti 2023-2028 (Berita UNS, 03/04/2023; Kompas, 20/07/2023).

Dalam kasus ini, Mendikbudristek mengasumsikan bahwa jabatan akademik profesor yang secara spesifik diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat lex-specialis terkait dosen setara/setingkat dengan jabatan fungsional jenjang “Ahli Utama” yang diatur secara umum, lex-generalis di dalam peraturan perundang-undangan kepegawaian (jabatan fungsional ASN) secara umum (UU No. 5/2014; PP No. 17/2020; Permenpan-RB No. 1/2023).

Dalam konteks ini, penulis belum menemukan satupun peraturan perundang-undangan yang membuat kesetaraan/kesetingkatan hierarkis antara jenjang jabatan fungsional ASN dengan jenjang jabatan akademik dosen.

Satu dan lain hal, karena persyaratan yang ditentukan untuk mencapai kedua jenjang tersebut berbeda. Karenanya, menjadi aneh dan janggal apabila kedua jenjang jabatan fungsional tersebut dianggap setara/setingkat, sehingga hukuman/sanksi yang dijatuhkan pun sama.

Di sinilah terjadi anomali, dilema, dan polemik dalam penerapan landasan hukum atas pembebasan jabatan profesor kedua dosen tersebut.

Publik “mungkin” menganggap itu benar, karena kebetulan kedua profesor yang dicopot dan diturunkan jabatannya tersebut adalah ASN dari unsur PNS.

Bagaimana jika pemegang jabatan profesor tersebut adalah bukan ASN (PNS atau PPPK). Tentu tidak bisa menggunakan peraturan perundang-undangan tentang ASN.

Pengangkatan dan pembebasan profesor

Jabatan dosen dan jenjang jabatan akademik dosen diatur secara khusus atau “lex specialis” di dalam peraturan perundang-undangan seperti UU No. 14/2005, UU No. 12/2012, dan PP No. 37/2009, dan tidak diatur di dalam peraturan perundang-undangan lex-generalis tentang ASN, yang mengatur secara umum semua formasi kepegawaian yang diangkat oleh pemerintah.

Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat.

Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.

Seorang dosen bisa diangkat atau memperoleh jabatan-jabatan akademik tersebut berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan pengalaman yang dimiliki.

Profesor atau guru besar adalah jabatan fungsional akademik tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.

Pemberian sanksi kepada dosen (diangkat oleh Pemerintah atau penyelenggara pendidikan) sebenarnya sudah diatur di dalam UU No. 14/2005 dan PP No. 37/2009.

Jika hal ini diterapkan pada kasus yang dibahas, maka pelanggaran yang dilakukan oleh kedua profesor tersebut bukan “Pelanggaran Disiplin”, melainkan ketidaktaatan/ketidakpatuhan dalam menjalankan salah satu kewajiban dalam melaksanakan tugas-tugas keprofesionalannya sebagai dosen-profesor, yaitu “tidak menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan” (pasal 60 huruf e UU No.14/2005).

Dalam hal ini karena membuat peraturan-peraturan MWA yang “diduga” oleh Kemendikbudristek bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com