Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Waode Nurmuhaemin
Penulis

Praktisi pendidikan, penulis buku dan novel pendidikan

Meneguhkan Kurikulum Merdeka pada 2024

Kompas.com - 25/04/2023, 12:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETELAH Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden partai berlambang banteng itu, dunia politik seketika riuh dan memanas.

Terlebih dunia maya. Jejak digital para bakal capres yang sudah dideklarasikan dikulik dan diumbar ulang.

Tentu saja sebagiannya sudah diplintir agar calon yang didukung terlihat baik dan lawan politiknya terlihat jelek.

Untuk dunia pendidikan, tahun 2024 akan sangat istimewa. Tahun depan yang akan bersamaan dengan pemilu serentak, Kurikulum Merdeka akan dipakai secara nasional.

Kurikulum yang diluncurkan Februari 2022 itu, barulah seumur jagung pada 2024 mendatang. Saat ini pun masih tahap uji coba. Belum semua sekolah menerapkan.

Semua masih meraba-raba dan mencoba menstabilkan kondisi pembelajaran dengan Kurikulum Merdeka. Diharapkan pada 2024, semua guru di semua jenjang sudah paham tentang Kurikulum merdeka.

Ada 11 bulan tersisa. Apakah di sisa itu semua sekolah bisa menerapkan? Kita semua berharap demikian, untuk menyudahi pemakaian kurikulum warna-warni di sekolah-sekolah kita.

Kurikulum ini mengadopsi kurikulum dari negara-negara maju. Patut diapresiasi. Bertujuan menambal learning loss akibat pandemi Covid-19 dan meningkatkan rangking PISA kita yang selalu duduk di peringkat sepuluh terbawah selama 22 tahun sejak tes itu dilaksanakan tahun 2000.

Indonesia sudah berganti kurikulum sebanyak 11 kali sejak merdeka sampai saat ini. Pergantian kurikulum memang keniscayaan. Tidak dapat dihindari mengikuti perkembangan zaman yang pesat.

Sedianya Kurikulum Merdeka begitu menjanjikan kebebasan administrasi untuk guru. RPP, katanya, hanya satu lembar, bahkan tidak ada.

Namun, kenyataan jauh panggang dari api. Guru makin repot saja dengan urusan adminstrasi. Rapor saja yang dulunya hanya satu, sekarang ada dua dengan rapor proyek pelajar Pancasila.

Belum lagi mengunggah bukti karya di Merdeka Mengajar. Sementara sebagian guru masih harus memahami sendiri kurikulum ini secara mandiri, karena pelatihan belum merata.

Pelatihan yang saya maksud adalah pelatihan terbimbing dan terstruktur untuk memahami step by step Kurikulum Merdeka. Mengganti mindset mereka dari K 13 ke Kurikulum Merdeka.

Sampai saat ini, baru 143.265 sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka dari 399.376 sekolah di Indonesia. Artinya belum setengahnya.

Sehingga dengan alasan-alasan di atas, masuk akal apabila kita menagih komitmen calon pemimpin mendatang untuk tidak lagi mengganti kurikulum setelah menjabat presiden dan wakil presiden.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com