Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Martinus Ariya Seta
Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Hobi membaca dan jalan-jalan. Saat ini sedang menempuh studi doktoral dalam bidang Pendidikan Agama di Julius Maximilians Universität Würzburg

Belajar dari Mr Beam

Kompas.com - 16/01/2023, 09:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JANGAN keliru mengucapkannya! Ini bukan Mr Bean, tokoh komedi yang diperankan oleh Rowan Atkinson. Mr Beam adalah julukan Anton Zeilinger, peraih nobel Fisika tahun 2022 dari Austria.

Mr Beam adalah seorang manusia yang unik. Hadiah nobel adalah salah satu buah dari akar keunikan pakar fisika kuantum tersebut. Mempelajari akar keunikan Mr Beam sangat relevan bagi banyak orang, sedangkan meniru cara menggapai buah yang muncul dari akar tersebut barangkali hanya cocok bagi sedikit orang.

Baca juga: Alain Aspect, John Clauser, dan Anton Zeilinger Raih Penghargaan Nobel Fisika 2022, Ini Temuannya

Orang seringkali memahami belajar sebagai usaha untuk meniru. Pemahaman ini tidak tepat. Belajar adalah menggali insipirasi. Inspirasi apa yang dapat digali dari Mr Beam untuk pendidikan di Indonesia?

Keunikan Mr. Beam

Di tengah masyarakat, sering terdengar cerita orang sakti yang memiliki kemampuan menghilang dengan tiba-tiba. Menurut orang Jawa, kemampuan untuk menghilang dapat dilakukan oleh orang yang menguasi ajian panglimun.

Beberapa film science fiction menampilkan adegan-adegan yang mirip aji panglimun. Salah satunya adalah Star Trek. Kemampuan menghilang dan muncul tiba-tiba diatur dengan menggunakan teknologi. Cukup hanya mengatakan "Beam me up, Scotty!”. Segera setelah perintah ini diucapkan, mesin teleportasi diaktifkan oleh Scott, sang operator.

Fiksi merupakan proses sebuah imajinasi berpikir. Teleportasi adalah salah satu imajinasi yang mendorong manusia untuk berpikir.

Anton Zeilinger penggemar cerita science fiction. Michael Crington dengan novel Time Line dan State of Fear merupakan salah satu penulis science fiction favorit Zeilinger. Selain itu, Zeilinger memiliki obsesi yang besar terhadap teleportasi. Itulah kenapa dirinya dijuluki Mr Beam.

Baca juga: 9 November 1921: Albert Einstein Terima Nobel Fisika

Teleportasi yang digeluti Zeilinger bukanlah teleportasi manusia seperti dalam film Star Trek, tetapi teleportasi kuantum dan partikel cahaya. Orang mengira bahwa omongan seorang ilmuwan sekelas peraih nobel akan terdengar sangat intelektual dan sukar dipahami.

Mr Beam bukanlah tipe yang demikian. Kata-katanya sederhana dan tidak rumit ketika menanggapi pertanyaan dari para wartawan. Dua bukunya, Einstein Schleier dan Spukhafter Fernwirkung, ditulis dengan bahasa ringan dan menarik meskipun tema yang dibahas adalah fisika kuantum. Mr Beam merangkai kata-kata dengan menyisipkan wawasannya akan seni, sastra, sejarah, dan filsafat.

Fisika kuantum sebuah bidang yang rumit, tetapi diulas dengan kreativitas dan imajinasi. Pembaca yang awam dalam bidang fisika masih tetap dapat menikmati tulisan Zeilinger di kedua buku tersebut.

Selain berotak genius, Mr Beam juga memiliki jiwa seni. Dia adalah penggemar musik klasik dan jazz. Bahkan, dia juga dapat memainkan alat musik cello.

Setiap hari Rabu, Mr Beam membagi-bagikan kue apfelstrudel (semacam pastry dengan isian buah apel) kepada para mahasiswa di kelasnya. Mr Beam sendiri yang membuat kue tersebut. Para mahasiswa tidak hanya mengingat kejeniusan isi kepalanya, tetapi juga selalu mengingat apfelstrudel racikan Mr Beam.

Inilah seorang pendidik yang hebat karena mampu menciptakan semacam collective memory bagi para mahasiswanya. Dibutuhkan imajinasi untuk menciptakan collective memory dengan tindakan yang sederhana. Itulah keunikan sosok Mr Beam.

Imajinasi dan Pendidikan Bahasa

Siapakah sebenarnya Mr Beam? Barangkali jawaban dari pertanyaan ini ada pada ucapan Albert Einstein, "Imagination is more important than knowledge. Knowledge is limited. Imagination encircles the world.“ Dari imajinasi, muncul impian. Siapa yang masih tetap berani memiliki impian, dialah yang akan membawa sebuah kemajuan ataupun perubahan.

Baca juga: Meningkatkan Kecerdasan Anak lewat Imajinasi

Sesaat setelah terpilih sebagai pemenang nobel, Zeilinger berkata, "Nasehatku untuk anak-anak muda: Tekunilah tema-tema yang memang menarik bagi Anda dan tidak usah kuatir dengan apa kegunaannya!“ (Der Standard, 04/10/2022).

Zeilinger memang tidak begitu tertarik dengan aspek komersial dari pengembangan fisika kuantum, tetapi lebih tertarik mendalami konsekuensi konseptual bahkan filosofis dari bidang yang ditekuninya. Ini adalah keberanian untuk tetap terus menekuni imajinasi berpikir.

Bagaimana imajinasi harus dilatih? Di dalam sebuah wawancara, Zeilinger menegaskan bahwa pendidikan humaniora akan melatih seseorang untuk berpikir dengan sangat mendasar (Die Presse, 03/01/2010).

Mr Beam menekankan bahwa mempelajari bahasa klasik dan teks-teks klasik akan mengasah kemampuan berpikir secara mendasar. Latin dan Yunani adalah bahasa klasik yang menjadi akar dari bahasa-bahasa Eropa modern. Para siswa di Eropa juga diperkenalkan dengan teks-teks klasik seperti Odysse dan Iliad karya sastrawan Yunani Homer.

Zeilinger tidak menegaskan secara eksplisit apa yang dimaksud dengan berpikir secara mendasar. Menurut penulis, melatih kemampuan berimajinasi adalah apa yang dimaksud oleh Zeilinger. Zeilinger berbicara dalam konteks tradisi pendidikan humaniora di Eropa.

Tujuan dari mempelajari bahasa dan teks klasik tidak dapat diukur dengan kategori pragmatis seperti peluang kerja dan juga tidak dapat direduksi hanya sekedar untuk mempertahankan tradisi. Pembentukan manusia yang utuh adalah tujuan dari pendidikan humaniora dan khususnya tujuan dari mempelajari bahasa dan teks klasik. Pembentukan manusia yang utuh harus menyentuh aspek kemampuan untuk berimajinasi.

Dunia pendidikan sebaiknya berani mengajukan pertanyaan reflektif terkait kiprahnya dalam membangkitkan imajinasi para peserta didik sebelum masuk kepada hal-hal yang bersifat teknis didaktis. Kemampuan berimajinasi yang terasah akan menumbuhkan rasa ingin tahu dan passion peserta didik.

Dari pendapat Mr Beam, kita dapat berimajinasi memikirkan pendidikan di Indonesia. Tidak harus menyalin model pendidikan humaniora di Eropa, apalagi harus memaksakan anak-anak kita untuk mempelajari Bahasa Latin dan Bahasa Yunani. Belajar tidak berarti meng-copy, tetapi mencari insipirasi.

Dengan kata lain, kita dapat melakukan adaptasi pendidikan humaniora sesuai dengan konteks Indonesia. Mengapa kita tidak berani mengimajinasikan pendidikan humaniora dengan berbasis bahasa-bahasa klasik lokal ataupun bahasa daerah yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia?

Mengapa kita tidak menggarap dengan serius teks-teks klasik Indonesia seperti Nagara Kertagama dan Sutosoma sebagai bagian penting dalam pendidikan humaniora? Barangkali pertanyaan ini adalah pintu masuk untuk merumuskan pendidikan humaniora ala Indonesia.

Bahasa daerah juga sangat layak untuk diperhitungkan sebagai sarana pendidikan humaniora. Salah satu godaan di dalam proses pendidikan adalah ketergesa-gesaan untuk langsung melompat pada pertanyaan pragmatis. Pertanyaan pragmatis yang pastinya muncul adalah persoalan peluang kerja.

Tujuan utama mempelajari bahasa klasik dan bahasa daerah bukanlah untuk menjaring calon-calon ahli linguistik, filolog, ataupun sastrawan. Ini salah sangka. Barangkali, salah sangka seperti ini muncul karena keengganan untuk berimajinasi. Sangat sukar membayangkan manfaat dari pembelajaran bahasa klasik dan daerah kalau hanya menambatkan pada kriteria kemanfaatan yang bersifat pragmatis.

Penutup

Hadiah Nobel adalah pucuk pencapaian luar biasa Mr Beam yang tidak mungkin ditiru dan tidak harus ditiru oleh semua orang. Akan tetapi, akar dari pucuk tersebut layak untuk dijadikan inspirasi untuk semua orang.

Beranilah dan belajarlah berimajinasi! Jangan lupakan pula potensi kekayaan bahasa lokal dan teks-teks klasik Indonesia untuk mengasah imajinasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com