KOMPAS.com - Siapa sangka, dari awalnya bekerja menjadi cleaning service dan kuli bangunan, kini bisa menjadi dosen kampus ternama di Surabaya. Kisah ini dialami oleh Lukman Hakim, dosen sekaligus Kepala Biro termuda Pusat Teknologi Informasi (PTI) Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya.
Sewaktu kecil, Lukman bercerita kalau dirinya diasuh oleh neneknya karena ibunya menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berpindah-pindah tempat di negara tetangga, selain itu saat kecil Ayahnya juga sudah sakit-sakitan. Ia juga sempat tinggal di panti asuhan selama 6 tahun.
Baca juga: Kisah Guru Nofri, Rela Tempuh 40 Jam Perjalanan demi Berbagi Ilmu
“Dari kecil hingga SD saya tinggal sama Mbah, lulus dari SD saya pindah ke Panti Asuhan Muhammadiyah di Kediri selama 6 tahun. Di panti itulah saya ditempa dan bisa bersekolah, belajar mengaji secara gratis,” kata Lukman dilansir dari keterangan resmi UM Surabaya.
Lukman menuturkan bahwa dirinya bukan anak yang pandai di kelas, bahkan saat masih di SD ia hanya rangking 29, meski demikian Lukman adalah anak yang menyukai tantangan dan hal-hal baru kala itu.
Saat ia tinggal di Panti asuhan, ayahnya meninggal dan hal tersebut membuat dirinya semakin kehilangan sosok figur di keluarga.
Kehilangan, keterbatasan, serta kesulitan membuat dirinya semakin tangguh dan membuat dirinya harus lebih tekun belajar agar tidak tertinggal.
“Syukurlah waktu itu, setelah melewati banyak kejadian saya lebih fokus belajar dari SMP hingga SMK. Saya masuk 3 besar di kelas dan mulai saat itulah saya berani bermimpi besar,” kenang Lukman.
Baca juga: Kisah Satria, Pernah Jadi Pelayan namun Kini Jadi Wakil Dekan
Saat tinggal di panti asuhan, ia tidak hanya bersekolah dan mengaji, ia juga dibekali keterampilan membuat paving untuk dijual.
Tak hanya itu, karena ia membutuhkan tambahan uang untuk membeli jajan seperti anak pada umumnya ia juga bekerja menjadi penyiar radio yang digaji Rp 100.000 tiap bulannya di kawasan panti hingga lulus SMK.
Saat lulus dari SMK ia sempat pulang ke Trenggalek dan tinggal bersama neneknya. Ia memiliki keinginan untuk berkuliah namun hal itu hanya sebatas angan-angan saja karena faktor biaya.
Namun setelah 2 bulan di rumah keberuntungan memihaknya lantaran ia mendapatkan tawaran kuliah dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
“Waktu itu nama beasiswanya FORPAMA atau disingkat Forum Panti Asuhan Muhammadiyah Aisyiyah. Tanpa berpikir panjang saya langsung mengambil tawaran tersebut,” kata Lukman.
Berkat beasiswa tersebut Lukman bisa kuliah gratis di Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) jurusan Teknik Elektro. Di Surabaya ia tinggal di asrama sembari berjualan kerupuk.
Baca juga: 5 Tips Investasi untuk Pemula dari Pakar Ekonomi UM Surabaya
Rupanya berjualan kerupuk tidak mencukupi kebutuhannya sehingga ia harus memutar otak untuk memenuhi biaya makan dan lain-lain.
“Akhirnya waktu itu saya buka usaha cuci motor, namun karena sering ada gusuran di samping jalan akhirnya usaha tersebut tidak berlangsung lama,”kenang dia lagi.
Tak berhenti disitu, Lukman akhirnya mendapatkan tawaran kerja dari temannya untuk menjadi cleaning service di Delta Plaza Surabaya dari pukul 7 pagi sampai 4 sore dan malamnya ia lanjutkan untuk kuliah.
Rupanya pekerjaan tersebut hanya berlangsung beberapa bulan, karena ia merasa tidak cocok dengan gaji akhirnya ia memutuskan untuk keluar.
“Sebenarnya waktu itu gajinya cukup untuk makan, namun karena saat itu sudah semester 6 saya membutuhkan laptop untuk mengerjakan skripsi, sehingga saya harus mencari kerja yang gajinya bisa ditabung,”ucap Lukman.
Akhirnya setelah mencari-cari ia mendapatkan pekerjaan dengan menjadi kuli bangunan dengan gaji tiap minggunya Rp 350.000.
Rp 50.000 ia gunakan untuk jajan dan tiga ratus ribu ia tabung. Setelah beberapa bulan menjadi kuli ia bisa membeli laptop bekas seharga Rp 1.8 juta.
Baca juga: Cek Beasiswa buat 8 Pekerjaan yang Tak Bisa Digantikan Robot
Setelah selesai mengerjakan skripsi dan lulus dari UM Surabaya hidupnya tidak langsung mudah, ia tetap bertahan di Surabaya dan berusaha mencari kerja.
“Waktu itu setelah lulus saya kerja di toko depan kampus dengan jualan mie, Alhamdulillah waktu itu ada orang baik yang menawari saya kerja sebagai desainer di kampus,”imbuhnya lagi.
Tanpa berpikir panjang tawaran tersebut ia ambil, segera ia membuat lamaran kerja dan diterima sebagai karyawan.
Saat menjadi karyawan di kampus ekonominya mulai membaik, ia melanjutkan studi Pascasarjana di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) jurusan Jaringan Cerdas Multimedia (JCM).
Berkat ide dan gagasan-gagasannya ia menjadi dosen di usia yang masih sangat muda.
Baca juga: Tidak Terima Email Aktivasi Akun SNPMB? Coba 3 Cara Ini
Kini Ayah satu anak tersebut saat usianya 30 tahun ia didapuk sebagai Kepala Biro Pusat Teknologi Informasi (PTI) UM Surabaya. Tulisan dan gagasannya mudah ditemui pada media nasional.
Ia berpesan untuk selalu mengambil peluang, selama itu peluang menuju kebaikan.
“Selama tidak memalukan dan tetap di jalan kebaikan, ambillah peluang. Karena itu yang akan menjadi jalan menuju kesuksesan,” pungkas Lukman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.