RIUHNYA sambutan terhadap Kurikulum Merdeka belum juga mereda. Terutama di daerah-daerah masih saja menyuarakan kebingungan atas kurikulum ini.
Metode unduh dari aplikasi Merdeka Mengajar nyatanya tidak menyelesaikan masalah.
Kurikulum ini adalah opsional. Tidak wajib dipakai, perlahan-lahan saja, begitu kata pihak Kemendikbudristek. Pakailah Kurikulum K13 jika belum bisa memakai Kurikulum Merdeka.
Sesungguhnya memberikan keleluasaan agar Kurikulum Merdeka opsional menimbulkan bahaya yang tidak terlihat untuk dunia pendidikan Indonesia.
Saat ini, kita sudah memasuki era disrupsi dan industri 4.0 serta masyarakat 5.0. Mari melihat dengan jernih.
Dalam satu negara pemakaian kurikulum yang berbeda, akan menimbulkan output yang berbeda pula.
Tidak adanya pelatihan teknis membuat para guru hanya sibuk copy paste atribut-atribut Kurikulum Merdeka yang berseliweran di internet, kemudian menerapkan metode cocoklogi terhadap mata pelajaran masing-masing.
Kurikulum yang katanya memerdekan guru justru memberi beban administrasi yang makin ruwet. Mindset guru-guru belum berubah, filosofi Kurikulum Merdeka belum tertanam dan terbingkai dalam jiwa para guru. Belum ada kedekatan batin dengan Kurikulum Merdeka.
Inti dari Kurikulum Merdeka adalah memberi ruang kemerdekaan untuk siswa agar dapat belajar sesuai kebutuhanya. Siswa diajar berdasarkan kecepatan dan kemampuan belajarnya yang akan diterapkan guru di dalam kelas yang dikenal dengan pembelajaran berdiferensiasi.
Sehingga pada awal tahun ajaran dalam Kurikulum Merdeka harus ada asesmen diagnostik untuk memetakan kemampuan siswa. Untuk itu guru dituntut melakukan asesemen tersebut.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.