Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

FSGI: Kebijakan Merdeka Belajar Jauh dari Harapan dan Tidak Membumi

Kompas.com - 30/12/2022, 14:46 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat kebijakan paling menghebohkan dan menimbulkan pro kontra di lapangan dari Mendikbud Ristek Nadiem Makarim adalah kebijakan Merdeka Belajar yang berjilid-jilid.

FSGI menyaksikan di lapangan kebijakan yang sebenarnya bagus secara konsep, tapi nyatanya program Merdeka Belajar tidak berhasil membumi.

Baca juga: Unesa Peroleh Rekomendasi Dirikan Fakultas Kedokteran

Dengan begitu, menimbulkan potensi Pendidikan Indonesia tengah berada pada fase konflik.

"Cerita Merdeka Belajar yang berjilid-jilid dan tidak pernah selesai seakan menuju akhir episode yang menghawatirkan. Gagasan kebijakan sampai implementasi di lapangan masih jauh panggang dari api," ucap Sekjen FSGI Heru Purnomo dalam keteragan tertulisnya, Jumat (30/12/2022).

Heru menambahkan, sebenarnya Merdeka Belajar yang diusung Kemendikbud Ristek ini memiliki tujuan untuk mencapai pendidikan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia melalui transformasi pada 4 hal, yaitu:

  • Infrastruktur dan teknologi.
  • Kebijakan.
  • Prosedur dan pendanaan untuk kepemimpinan masyarakat dan budaya.
  • Kurikulum pedagogis dan penilaian (asesmen).

"Namun, tampaknya di level pemahaman kebijakan ini saja, masih jauh dari harapan," ucap dia.

Wakil Sekjen FSGI, Mansur menjelaskan, sejak konflik merek Merdeka Belajar, FSGI selaku organisasi profesi guru telah memberikan kritik dan rekomendasinya.

Namun, kebijakan ini terus ditayangkan, bahkan kini telah mencapai 22 Episode.

"Apakah benar semuanya telah menuju kearah transformasi Pendidikan Indonesia? apakah setiap episodenya berjalan berkesinambungan, apakah dapat terlihat masa depan pendidikan Indonesia yang berkualitas atau justru terbaca tujuan spekulatif yang tidak berkelanjutan?" tanya Mansur.

Baca juga: Soal Isu Badai Dahsyat, Kepala BRIN Angkat Suara

Dia menyebut, terobosan Merdeka Belajar episode ke-1 dengan empat bidang sasaran, yaitu mengganti UN menjadi Asesmen Nasional, bahkan membatalkan UN 2020, menghapus USBN yang bertepatan dengan pandemi Covid-19, menyederhanakan RPP menjadi 1 lembar, dan menyesuaikan kuota jalur prestasi maupun zonasi, memang memberi angin segar pendidikan Indonesia pada saat itu.

Namun, kenyataannya adalah tidak semua episode Merdeka Belajar berdampak bagi pendidikan, bahkan tidak sedikit yang dinilai kontra produktif terhadap kelangsungan program pendidikan di Indonesia.

Pada saat Merdeka Belajar episode ke-4, Program Organisasi Penggerak (POP) diluncurkan. Hal itu menuai berbagai reaksi ketidak percayaan publik mengemuka.

"FSGI memberikan kritik keras dimulai dari proses rekrutmen hingga model impelementasinya. Apa yang terlihat hingga paruh ke-2 tahun bukanlah sebuah kemajuan yang diharapkan," ujar Kepala Bidang Diklat FSGI, Eka Ilham.

Eka menambahkan, dari fakta lapangan diketahui bahwa kebanyakan pelatihan model online yang diikuti oleh para guru sekolah sasaran sebatas pelatihan 1-3 jam atau paling lama dengan durasi 3 hari.

Lalu, kebanyakan berisi teori tanpa dibekali praktik dan tidak disertai pendampingan.

Baca juga: 18 Perguruan Tinggi Punya Jurusan Ilmu Hukum dengan Akreditasi Unggul

"Hal itu menyebabkan banyak guru justru bingung saat akan mencoba mengimplementasikan, karena tidak ada contoh-contoh praktik yang sudah dilakukan. Akibatnya, pelatihan hanya tinggal pelatihan yang berujung sekedar pengetahuan tanpa implementasi," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com