Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Jangan Biarkan Anak-anak Menghadapi "Cyberbullying" Sendirian

Kompas.com - 17/12/2022, 09:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERUNDUNGAN virtual atau cyberbullying saat ini menjadi fenomena yang mengkhawatirkan, terutama jika menyasar anak dan remaja.

Hal ini membuat UNICEF, organisasi internasional di bawah PBB yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup anak, memberikan perhatian khusus, membuat riset, dan mengkampanyekan laporannya untuk mengatasi fenomena global ini.

Dalam laporan yang dirilis sebagai kampanye dalam portal resmi UNICEF (www.unicef.orgdengan judul "Cyberbullying: What is it and how to stop it. What teens want to know about cyberbullying 2020", UNICEF mendefinisikan cyberbullying sebagai perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran.

Baca juga: Kenali 6 Bentuk Cyberbullying

Hal itu dapat terjadi di media sosial, platform perpesanan, platform game, dan ponsel. Bentuknya bisa berupa tindakan menyebarkan kebohongan atau postingan foto yang mempermalukan seseorang di media sosial.

Bentuk lain adalah mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan melalui platform perpesanan, atau menyamar sebagai seseorang dan mengirimkan pesan jahat kepada orang lain atas nama mereka.

UNICEF menyatakan bullying secara luring dan cyberbullying sering terjadi bersamaan. Tapi cyberbullying meninggalkan jejak digital.

 

Lima Poin Laporan UNICEF

Laporan UNICEF ini saya jadikan sebagai salah satu materi kuliah di kelas cyberlaw di kampus. Karena bahan ini saya nilai penting juga untuk publik yang lebih luas, berikut saya rangkumkan untuk pembaca KOMPAS.com.

Pertama, UNICEF melakukan riset dan telah meminta pendapat berbagai pakar dunia sebelum menuntaskan laporannya. Penelitian ini melibatkan spesialis UNICEF, pakar cyberbullying dan perlindungan anak internasional, dan bekerja sama dengan Facebook, Instagram, dan Twitter untuk menjawab pertanyaan dan memberikan saran tentang cara menangani intimidasi online itu.

Baca juga: Darurat Medsos untuk Anak, Cyberbullying, dan Pentingnya Pelindungan Data Pribadi

Kedua, laporan UNICEF mengatakan, terdapat perbedaan antara lelucon dan intimidasi. Seringkali kita sulit mengetahui apakah seseorang hanya bersenang-senang, bercanda atau justru mencoba menyakiti orang lain, terutama secara online.

Ungkapan "hanya bercanda", atau "jangan terlalu serius" seringkali seolah menjadi alasan pembenar. Ketika hal itu bisa membuat sakit hati, atau menjadi bahan tertawaan, maka lelucon itu sudah termasuk keterlaluan, dan bisa menjadi perundungan.

Intimidasi secara online dapat mengakibatkan perhatian yang tidak diinginkan dari banyak orang, termasuk orang asing. Jika hal itu terjadi dan berdampak tidak menyenangkan, maka jangan membiarkannya.

Menghentikan cyberbullying bukan hanya memperingatkan pelaku intimidasi, tetapi juga menyangkut kesadaran, bahwa setiap orang pantas dihormati baik di ranah online maupun kehidupan nyata.

Ketiga, dampak cyberbullying bisa dirasakan saat intimidasi terjadi secara online. Saat seseorang merasa diserang di mana saja, bahkan di dalam rumah sendiri dan merasa tidak ada jalan keluar. Efeknya bisa bertahan lama dan memengaruhi seseorang dalam banyak hal.

Dampak secara mental berupa merasa kesal, bodoh, bahkan marah. Dampak secara emosional, merasa malu, atau kehilangan minat pada hal-hal yang disukai.

Baca juga: Apa itu Cyberbullying, Dampak dan Cara Mengatasi

Sedangkan dampak secara fisik adalah lelah (kurang tidur) atau mengalami gejala seperti sakit perut, dan sakit kepala. Dalam kasus ekstrem, cyberbullying bahkan dapat menyebabkan korban jiwa, tulis laporan UNICEF.

Cyberbullying dapat memengaruhi dalam banyak hal. Tapi ini bisa diatasi dan orang bisa mendapatkan kembali kepercayaan diri dan kesehatan mereka.

Keempat, laporan UNICEF menyatakan, jika anak merasa diintimidasi, langkah pertama adalah mencari bantuan dari seseorang yang dipercayai seperti orangtua, anggota keluarga dekat, atau orang dewasa tepercaya lainnya.

Anak di sekolah dapat menghubungi konselor, pelatih olahraga, atau guru favorit atau berbicara dengan konselor profesional di luar sekolah.

Jika intimidasi terjadi di platform media sosial, pertimbangkan untuk memblokir pelaku intimidasi dan secara formal melaporkan perilakunya kepada platform itu sendiri. Perusahaan media sosial berkewajiban untuk menjaga keamanan dan privasi penggunanya.

Mengumpulkan bukti seperti pesan teks dan tangkapan layar postingan media sosial, untuk menunjukkan apa yang sedang terjadi, dapat membantu. Agar intimidasi berhenti, maka masalah perlu diidentifikasi dan pelaporan adalah kuncinya.

Hal itu juga dapat membantu untuk menunjukkan kepada pelaku intimidasi bahwa perilaku mereka tidak dapat diterima. Jika anak berada dalam bahaya langsung, segera hubungi polisi atau layanan darurat.

Kelima, Facebook dan Instagram dalam laporan itu juga menyatakan jika seseorang diintimidasi secara online, maka laporan intimidasi apa pun secara langsung melalui Facebook atau Instagram dapat dilakukan secara mudah. Laporan dapat dikirimkan kepada tim laporan secara anonim terkait postingan, komentar, atau cerita di Facebook atau Instagram.

Platform ini memiliki tim yang meninjau laporan setiap waktu (24 sehari) di seluruh dunia dalam 50+ bahasa, dan akan menghapus apapun yang melecehkan atau menindas.

Terdapat panduan di Facebook, yang dapat membantu mengarahkan orang untuk menghadapi perundungan atau apa yang harus dilakukan, jika melihat orang lain ditindas.

Di Instagram, mereka juga memiliki Panduan Orang Tua, berupa rekomendasi untuk orang tua, wali, dan orang dewasa tepercaya tentang cara menavigasi cyberbullying.

Twitter juga dalam laporan itu memberi jalan keluar untuk yang sedang mengalami perundungan di dunia maya. Hal terpenting adalah memastikan orang tersebut aman. Twitter mendorong individu untuk melaporkan akun yang mungkin melanggar aturan platform digital itu.

Setiap orang dapat melakukannya melalui halaman dukungan, di pusat bantuan atau melalui mekanisme pelaporan dalam twit dengan mengklik opsi "Laporkan Twit".

 

Sabaiknya Jangan Hadapi Sendirian

Baik UNICEF, Facebook, Instagram dan Twitter menyarankan agar korban bullying tidak menghadapinya sendirian. Berbicara dengan orangtua atau orang lain yang dipercaya sangat penting sebagai solusi. Tentu selain langkah pelaporan dan tindakan melalui platform digital atau media sosial dimaksud.

Sudah saatnya para orangtua lebih intens mengawasi putra-putrinya di rumah, dan berkomunikasi secara terbuka jika anak terlihat menghadapi persoalan terkait hal ini.

Cyberbullying bisa berdampak fatal jika tidak diatasi. Karena itu jangan biarkan anak-anak menghadapinya sendirian. Sifat virtual yang meniadakan sekat ruang dan waktu akan menyebabkan korban terintimidasi sepanjang hari, termasuk saat di rumah sekalipun.

Keberadaan orang yang dipercaya sangat penting. Guru di sekolah, bahkan dosen di perguruan tinggi, perlu lebih peduli terhadap semua anak didiknya. Memperhatikan dan menanyakan jika ada prilaku yang berubah, dan mengefektifkan konselor yang ditangani secara profesional, bisa berbicara dengan konteks yang nyaman dan menjaga privasi korban, adalah hal penting.

Cyberbullying adalah fenomena dampak. Dampak negatif itu tentu harus diatasi, tanpa membuat terhambatnya pemanfaatan teknologi digital secara positif.

Karena itu, selain pembangunan dan pengembangan teknologi, saat ini sudah saatnya pembangunan juga menyasar lebih intens masalah ekosistem, fenomena sosial, budaya, tatakrama, budi pekerti dan kesadaran serta pengetahuan hukum secara lebih intens.

Kita percaya bahwa tranformasi digital adalah keniscayaan dan memberikan maslahat dan harus terus dilakukan untuk menghadapi era Industri 5.0. Berbagai dampak negatifnya juga harus terus diidentifikasi dan diminimalisasi agar tranformasi digital memberikan kontribusi optimal untuk Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com