Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Sisdiknas, Rektor IPB: Perlu Adaptasi hingga Koreksi

Kompas.com - 22/09/2022, 16:37 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintah lewat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) sedang mengolah Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).

RUU Sisdiknas merupakan gabungan dari tiga UU, yakni UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan Tinggi, dan UU Sisdiknas.

Baca juga: Bikin Gaduh, RUU Sisdiknas Tak Masuk Prolegnas Prioritas 2023

Ketiga perundangan ini dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan dunia pendidikan saat ini yang mengalami banyak perubahan.

Sehingga pemerintah perlu mengolah RUU Sisdiknas.

Adanya langkah pemerintah terhadap RUU Sisdiknas direspons oleh Rektor IPB, Prof. Arif Satria.

Dia mengaku, dunia pendidikan tinggi menghadapi situasi perubahan global yang menuntut perubahan sistem pendidikan itu agar lebih lincah dan fleksibel.

"Beberapa negara maju memiliki skenario baru dalam sistem pendidikan tinggi, salah satunya My University. Sistem pendidikan My University akan mendukung para mahasiswanya untuk merancang kurikulumnya sendiri, berdasarkan minat dan bakat para mahasiswa," kata dia dalam keterangannya, Kamis (22/9/2022).

Dia mengaku, ruang lingkup pendidikan tinggi menurut Kemendikbud Ristek terbagi dalam 3 kategori.

Yakni, Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH), Perguruan Tinggi Badan Layanan Umum (BLU), dan Perguruan Tinggi Satuan Kerja (Satker).

Baca juga: Kasus Santri Tewas, Ada Kesalahpahaman antara Ponpes Gontor dan Keluarga

"Karena saat ini perkembangan dunia sangat luar biasa, maka membutuhkan perguruan tinggi dengan agilitas tinggi, lebih lincah, membutuhkan kolaborasi dengan banyak pihak," ucap dia.

Dia menyebut, perguruan tinggi Satker sudah saatnya berubah menjadi PTN-BH, karena akan lebih memiliki keleluasaan.

Dia merasakan, PTN-BH memiliki keleluasaan yang cukup baik dan masih didukung penuh oleh pemerintah, contohnya dari segi pendanaan.

"Justru dengan UU Sisdiknas ini perguruan tinggi diberi bantuan dan keleluasaan yang semakin tinggi oleh pemerintah. Dunia yang membutuhkan fleksibilitas inilah yang menurut saya penting," ungkap dia.

Dia berharap, melalui RUU Sisdiknas beberapa substansi yang berkaitan dengan otonomi perguruan tinggi benar-benar dapat disentuh dan diperkuat secara merata ke seluruh perguruan tinggi.

Dia menyinggung, seiring berkembangnya tantangan global, pendekatan mikro kredensial sangat penting.

Baca juga: Aptisi Tidak Pernah Diundang Nadiem Makarim Bahas RUU Sisdiknas

Contohnya, sertifikasi oleh Google yang menawarkan pelatihan kompetensi baru dengan jaminan pekerjaan.

Bentuk perguruan tinggi digital, seperti ini yang akan bersaing dengan perguruan tinggi konvensional di masa depan.

"Sifatnya tanpa gelar dan lebih fleksibel sehingga dapat menjadi ancaman bagi perguruan tinggi. Saya sering mencermati tren-tren di dunia pendidikan, waktu ancamannya memang belum dekat, namun suatu saat akan datang," jelas dia.

Koreksi, adaptasi, dan antisipasi, sambung dia, adalah hal yang harus dilakukan dalam RUU Sisdiknas.

Koreksinya, bisa dilakukan terhadap pasal-pasal yang dianggap kurang dianggap relevan. Misalnya, terkait wajib belajar sembilan tahun.

Baca juga: 12 Jurusan Kuliah Tersulit, Calon Mahasiswa Tertarik Daftar?

"Seharusnya menjadi wajib belajar 12 tahun agar mampu mengangkat kualitas para lulusan Indonesia," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com