Oleh: Fauzi Ramadhan dan Fandhi Gautama
KOMPAS.com - “Reality is an aspect of property. It must be seized. And investigative journalism is the noble art of seizing reality back from the powerful.” –Julian Assange, Jurnalis asal Australia dan Pendiri WikiLeaks.
Setiap jurnalis mempunyai ragamnya sendiri dalam menyajikan suatu realitas fenomena. Dari sekian banyaknya ragam, terdapat satu yang dianggap cukup berbahaya untuk dilakukan.
Meskipun begitu, satu ragam jurnalisme ini mampu mengabarkan kepada masyarakat tentang realitas keseluruhan dari suatu peristiwa yang terjadi, baik tersembunyi maupun tidak.
Salah seorang jurnalis yang menganut ragam jurnalisme ini adalah Aiman Witjaksono, Jurnalis Senior dan Presenter Berita di Kompas TV.
Melalui program “Aiman”, ia bersama dengan timnya berusaha mengungkap fakta dari suatu realitas peristiwa seperti kasus fenomenal beberapa waktu lalu, yakni temuan kerangkeng manusia milik Bupati nonaktif Langkat.
Secara eksklusif, Aiman lantas berbagi kisah menjalani ragam jurnalisme ini dengan segala tantangannya dalam musim kedua siniar miliknya episode “Syarat Menjadi Jurnalis Investigator”.
Ragam jurnalisme yang dimaksud adalah jurnalisme investigasi. Menurut United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), jurnalisme investigasi adalah ragam jurnalisme yang berusaha mengungkap hal-hal tersembunyi, baik secara sengaja oleh para penguasa, maupun secara tidak.
Selain itu, jurnalisme investigasi juga berusaha mengungkap sekumpulan fakta dari keadaan yang kacau balau, menganalisisnya, lalu mengungkapkannya secara relevan ke publik.
Baca juga: 5 Kematian Pemimpin Negara Paling Tragis
Masih dalam sumber yang sama, disebutkan bahwa jurnalisme investigasi secara krusial memberikan kontribusi pada kebebasan berekspresi dan pengembangan media.
Layaknya detektif, seorang jurnalis investigator berusaha membongkar kejahatan, mencari tokoh-tokoh di baliknya, lalu merekonstruksi kejahatan mereka.
Meskipun begitu, seorang jurnalis investigator tetap berbeda dengan detektif. Sebab, menurut Aiman, “Berbeda dengan detektif, jurnalis bekerja untuk kepentingan publik.”
“Sistem kerjanya mirip, (tetapi) orientasinya berbeda,” tambahnya.
Dandhy Dwi Laksono, seorang Jurnalis Investigator dan Pendiri Watchdoc, dalam bukunya Jurnalisme Investigasi: Trik dan Pengalaman Para Wartawan Indonesia Membuat Liputan Investigasi di Media Cetak, Radio, dan Televisi (2010), menyebutkan terdapat lima elemen penting untuk melakukan jurnalisme investigasi.
Pertama, mengungkapkan kejahatan terhadap kepentingan publik atau tindakan yang merugikan orang lain. Kejahatan ini bisa berupa tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta lainnya yang berdampak buruk kepada kehidupan orang banyak.