Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Perundungan Masih Marak Terjadi, Waspadai dan Atasi Bersama

Kompas.com - 20/06/2022, 11:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Sherly dan Naomi Soetikno*

PERUNDUNGAN hingga saat ini masih menjadi masalah serius yang terjadi di lingkungan sekolah.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melaporkan kasus kekerasan pada anak masih terjadi di sejumlah daerah saat Pembelajaran Tatap Muka (PTM) digelar (Rojab, 2022).

Suyanto (2020) mengatakan, meski telah dikembangkan berbagai langkah pencegahan dan penindakan terhadap pelaku tindak kekerasan terhadap anak, dari waktu ke waktu tindak perundungan tetap terjadi, bahkan dalam skala yang makin mencemaskan.

Baru-baru ini, masyarakat kembali diriuhkan oleh kasus tewasnya seorang siswa MTs berusia 13 tahun akibat dianiaya di area sekolah.

Saat ini, pihak berwenang tengah melakukan penyelidikan terhadap guru, pihak sekolah, dan sebagian besar pelajar untuk menemukan pelaku penganiayaan terhadap sang siswa.

Kasus ini merupakan salah satu contoh yang sangat memprihatinkan di mana perundungan dilakukan, bahkan sampai menewaskan korban.

Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan, berubah menjadi tempat membahayakan nyawa pelajar.

Sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk mencari kawan dan sahabat berubah menjadi tempat permusuhan.

Perundungan dapat mengubah keadaan yang awalnya menyenangkan menjadi tidak menyenangkan, bahkan dapat menjadi “mimpi buruk” bagi pelajar (Hatta, 2017).

Apakah itu perundungan?

Suyanto (2020) mendefinisikan perundungan pada dasarnya tindakan penghinaan, pengucilan, bahkan tindak kekerasan yang dilakukan dengan tujuan mengintimidasi, melukai seseorang, baik secara emosional maupun fisik.

Smith, Pepler, & Rigby (2004) dalam bukunya Bullying in Schools: How Successful Can Interventions menyatakan aksi perundungan dapat terjadi kapan saja, di mana saja, dan biasanya dilakukan orang-orang yang memiliki posisi lebih superior (dalam Suyanto, 2020).

Perilaku perundungan merupakan tindakan yang sangat berbahaya dan tidak boleh ditiru, karena akan membawa dampak traumatik luar biasa yang dapat memengaruhi kehidupan anak ataupun remaja pada tahap perkembangan selanjutnya.

Dampak tersebut dapat terjadi baik pada pelaku maupun korban, namun dampak terbesar lebih dialami oleh korban.

Anak yang melakukan perundungan berpotensi dan cenderung menjadi pelaku kenakalan remaja, tindakan kekerasan serta terjebak dalam tindak kriminal.

Pelaku dan korban perundungan juga akan sulit menjalin relasi sosial dan apabila terjadi hingga dewasa akan memberi dampak yang sangat luas (Surilena, 2016).

Karakteristik korban perundungan

Korban ataupun pelaku perundungan umumnya memiliki karakteristik yang khas, yakni:

  1. anak atau remaja korban perundungan ialah anak yang pencemas
  2. mudah gugup
  3. selalu merasa tidak aman
  4. pemalu
  5. pendiam
  6. self-esteem rendah
  7. memiliki disabilitas fisik atau mental
  8. masalah tingkah laku
  9. gangguan perkembangan neurologis

Karakteristik pelaku perundungan

Sementara karakteristik anak atau remaja pelaku perundungan umumnya ialah:

  1. agresif
  2. hiperaktif impulsive
  3. destruktif
  4. menikmati dominasi atas orang lainnya
  5. cenderung pemarah
  6. mudah tersinggung
  7. toleransi rendah terhadap frustasi
  8. Mereka cenderung sulit memproses informasi sosial, sehingga sering menginterpretasikan secara keliru perilaku anak atau remaja lain sebagai perilaku bermusuhan

Dengan mengetahui karakteristik dari korban maupun pelaku dari perundungan, diharapkan orangtua dan guru sebagai figur yang banyak berinteraksi dengan perkembangan anak, dapat menjadikannya sebagai bahan perhatian.

Mewaspadai agar tidak semakin maraknya terjadi perundungan baik dalam lingkup keluarga, sekolah, atau masyarakat, maupun dalam bentuk cyberbullying (perundungan siber), maka pihak-pihak yang berkepentingan perlu meningkatkan kewaspadaan dan kepeduliannya.

Bagaimana mencegahnya? Mulai dari keluarga

Dalam Ihsan (2022) tertulis, demi mencegah perundungan terjadi, perlu dimulai terlebih dahulu dari rumah atau keluarga.

Caranya, keluarga menanamkan nilai kehidupan yang baik kepada anak, menjaga satu sama lain, saling menyayangi, dan lain sebagainya.

Sehingga, bila sudah ada ilmu yang ditanamkan orangtua ke anak di rumah, maka anak juga akan membawa perubahan ke lingkungan sekitar.

Dalam Latifa (2015) dijelaskan untuk mengatasi perundungan, tidak hanya bisa mengajarkan apa yang harus dilakukan seorang anak ketika mengalami perundungan, tetapi juga bagaimana mencegah seorang anak agak tidak menjadi pelaku perundungan.

Untuk itu, penting bagi orangtua untuk menjaga anak-anaknya agar tidak sampai tumbuh menjadi pelaku perundungan.

Beberapa hal yang dapat diterapkan oleh para orangtua, antara lain:

  1. orangtua harus menjadi panutan bagi anak
  2. berhenti membanding-bandingkan anak
  3. bantu anak menerima perbedaan
  4. membangun kedekatan dengan anak
  5. aktif berkomunikasi dengan anak

Peran sekolah dalam menanggulangi perundungan

Direktorat Sekolah Menengah Pertama Kemendikbud RI menuliskan beberapa usaha pencegahan perundungan yang dapat dilakukan dari pihak sekolah, yakni (dalam Zulfikar, 2022):

  1. Sosialisasi pemahaman perundungan di lingkungan sekolah
  2. Sensitif terhadap situasi dan kebutuhan korban, di mana seluruh warga sekolah perlu dilatih untuk memiliki rasa simpati dan juga empati kepada warga sekolah lainnya
  3. Membuat kebijakan terkait aksi perundungan
  4. Memastikan jalur komunikasi yang terbuka untuk pelaporan kasus
  5. Mengadakan kegiatan antiperundungan, di mana satuan pendidikan bisa memulai program sekolah yang menyebarkan pesan dan perilaku kebaikan untuk membangun norma yang menentang perundungan

Contoh kegiatan antiperundungan yang dapat dilakukan ialah seperti Anti-bullying Day, pentas seni, penandatanganan deklarasi antiperundungan oleh seluruh warga sekolah, dan lain sebagainya.

*Sherly, Mahasiswa Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister, Universitas Tarumanagara
Naomi Soetikno, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com