Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UGM: Ini Gejala dan Pencegahan Omicron Varian BA4 dan BA5

Kompas.com - 17/06/2022, 05:37 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, pemerintah mulai melonggarkan aturan penggunaan masker jika berada di luar ruangan. Hal ini karena kasus Covid-19 melandai.

Meski demikian, beberapa hari ini terjadi tren kenaikan kasus Covid. Bahkan disinyalir muncul subvarian baru Omicron BA4 dan BA5 yang keberadaannya cukup meresahkan masyarakat.

Menurut Peneliti dari FKKMK Universitas Gadjah Mada (UGM), dr. Gunadi, PhD, Sp.BA., tingkat kesakitan varian ini rendah dibanding varian lain. Hanya saja, subvarian Omicron BA4 dan BA5 tetap harus diwaspadai.

Baca juga: Puspar UGM: Ini Alasan Dibatasinya Pengunjung Naik Candi Borobudur

Dikatakan, kini terjadi kenaikan kasus Covid-19 pasca lebaran. Dibanding pada gelombang sebelumnya, kenaikan kasus kali ini terjadi lebih kurang 30 hari setelah Hari Raya dan ditemukan subvarian BA.4 dan BA.5 di Indonesia.

Rata-rata tidak bergejala

Adapun subvarian Omicron BA4 dan BA5 pertama kali dilaporkan di Indonesia pada 6 Juni 2022 dengan diketemukannya 4 kasus.

Keseluruhan kasus adalah pada laki-laki sudah divaksin 2 hingga 3 bahkan booster, dan tiga diantaranya terkena subvarian Omicron BA5 adalah para pelaku perjalanan luar negeri Pertemuan Global Platform Disaster Risk Reduction di Bali pada 23-28 Mei 2022.

"Rata-rata mereka ini tidak bergejala dan hanya satu yang mengeluhkan sakit tenggorokan dan merasakan badan pegal-pegal," ujar Gunadi, seperti dikutip dari laman UGM, Kamis (16/6/2022).

Lebih lanjut, ia menjelaskan subvarian Omicron BA4 dan BA5 memiliki kemungkinan menyebar lebih cepat dibanding BA1 dan BA2. Subvarian baru inipun tidak ada indikasi yang menyebabkan kesakitan lebih parah dibanding varian Omicron lainnya.

Baca juga: Ners Unair: 6 Vitamin untuk Kulit agar Sehat Berikut Jenis Makanannya

Subvarian BA4 dan BA5 dinilai memiliki penurunan kemampuan terhadap terapi beberapa jenis antibody monklonal. Ia juga memiliki kemungkinan lolos dari perlindungan kekebalan yang disebabkan oleh infeksi varian Omicron.

Selain itu, subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 memiliki banyak mutasi yang sama dengan varian Omicron asli tetapi memiliki lebih banyak kesamaan dengan varian BA.2.

"Kedua varian mengandung substitusi asam amino L452R, F486V, dan R493Q dalam spike receptor binding domain dibandingkan dengan BA.2," tuturnya.

Mutasi L452R, yang juga terdeteksi pada varian Delta diperkirakan membuat virus lebih menular dan menghindari penghancuran sebagian oleh sel-sel imun. Mutasi F486V juga membantu menghindari pengenalan sistem imun.

Gejala varian omicron

Adapun karakteristik varian Omicron rata-rata memiliki tanda-tanda gejala awal seperti:

  • batuk (89 persen)
  • fatigue (65 persen)
  • hidung tersumbat atau rinore (59 persen)

Gejala lainnya:

  • demam (38 persen)
  • mual atau muntah (22 persen)
  • sesak napas (16 persen)
  • diare (11 persen)
  • anosmia atau ageusia (8 persen)

"Saat ini terdapat sejumlah kecil kasus BA.4 dan BA.5. Karenanya masih terlalu dini untuk mengetahui secara pasti apakah ada gejala baru yang terkait dengan garis keturunan ini," urainya.

Baca juga: Dosen FK Unair: Ini Cara agar Kulit Sehat dan Kencang

Tata laksana penanganan Covid-19

Sedangkan untuk tata laksana farmakologis sebagaimana penanganan Covid-19 pada umumnya.

Jika tanpa gejala cukup diberikan:

  • vitamin C, D
  • pengobatan suportif
  • pengobatan komorbid dan komplikasi

Gejala ringan diberikan:

  • vitamin C, D
  • Favipiravir atau Molnupiravir atau Nirmatrelvir/Ritonavir
  • pengobatan simtomatis
  • pengobatan suportif
  • pengobatan komorbid dan komplikasi

Gejala sedang diberikan:

  • vitamin C, D
  • remdesivir atau alternatifnya:
  • Favipiravir
  • Molnupiravir, atau Nirmatrelvir/Ritonavir
  • antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP
  • pengobatan simtomatis
  • pengobatan komorbid dan komplikasi

Untuk yang berat atau kritis maka akan diberikan vitamin C, B1, D, remdesivir atau alternatifnya:

  • Favipiravir
  • Molnupiravir atau Nirmatrelvir/Ritonavir
  • kortikosteroidanti IL-6 (Tocilizumab/Sarilumab)
  • antibiotik (pada suspek koinfeksi bakteri)
  • antikoagulan LMWH/UFH/OAC berdasarkan evaluasi DPJP
  • tata laksana syok (bila terjadi)
  • pengobatan komorbid dan komplikasi

Baca juga: Tips Olahraga yang Tepat Saat Pandemi dari Stikes Panti Kosala

Para pasien ini apakah harus rawat rumah sakit atau isolasi mandiri? Menurut dr. Gunadi, untuk yang tanpa gejala cukup dengan obat-obatan oral dan oksigen dan pemantauan bisa dilakukan sendiri atau tenaga medis secara tidak langsung.

"Beda dengan yang sedang, berat atau bahkan kritis, disamping obat-obatan oral, obat-obatan injeksi, oksigen dan lain-lain perlu kiranya dirawat di rumah sakit dan dipantau langsung oleh tenaga medis," terangnya.

Namun untuk antisipasi, agar segera vaksinasi booster. Tetap pakai masker di dalam ruangan, kendaraan umum, kerumunan, dan jika merasa tidak enak badan. Selain itu, tidak terburu-buru untuk mencabut kebijakan bermasker.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com