Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puspar UGM: Ini Alasan Dibatasinya Pengunjung Naik Candi Borobudur

Kompas.com - 12/06/2022, 07:50 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Setiap tahun, bangunan Candi Borobudur mengalami peningkatan tingkat kerusakan. Hal ini karena bangunan bersejarah tersebut harus menahan beban jumlah pengunjung yang menaiki bangunan candi.

Untuk itulah sangat tepat jika mulai saat ini pemerintah membatasi jumlah pengunjung yang ingin menaiki bangunan candi. Yakni hanya 1.200 orang saja setiap harinya.

Hal itu terkemuka pada Seminar Series Kepariwisataan yang bertajuk Membicarakan (lagi) Borobudur antara Konservasi dan Pariwisata, Jumat (10/6/2022).

Baca juga: Marah Tiket Borobudur Naik? Dosen UII: Baca Berita Jangan Setengah-setengah

Adapun seminar yang digelar oleh Pusat Studi Pariwisata (Puspar) Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menghadirkan beberapa pembicara.

Yakni Tenaga Ahli Puspar UGM, Prof. Yoyok Wahyu Subroto, Kepala Balai Konservasi Borobudur, Wiwit Kasiyati S.S., M.A., Direktur Utama Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan Ratu Boko, Edy Setijono dan Pakar Geofisika FMIPA UGM, Dr. Wiwit Suryanto.

Terus terjadi gesekan di batu candi

Menurut Yoyok, hampir separuh dari batuan Candi Borobudur merupakan hasil peninggalan bangunan dari abad ke-8. Apabila tidak dibatasi jumlah pengunjung yang menaiki candi, maka dikhawatirkan gesekan kaki dari ribuan pengunjung setiap harinya akan menyebabkan pengikisan batu-batu candi.

"Apalagi jika ada pengunjung yang sampai naik ke bagian stupa," ujarnya seperti dikutip dari laman UGM, Sabtu (11/6/2022).

Dikatakan, kebijakan membatasi pengunjung yang naik ke bangunan candi memang bisa merugikan dari sisi ekonomi terkait penerimaan negara dari sisi sektor pariwisata.

Akan tetapi bagi Yoyok dari sisi arsitektur bangunan bersejarah dan bidang ilmu arkeologi maka diperlukan upaya untuk mempertahankan tingkat keaslian bangunan candi dari relief hingga stupa.

Baca juga: Tiket Naik Candi Borobudur Rp 750.000, Siswa Ayo Belajar Sejarahnya

"Perlu ada sinergi antara kebijakan upaya pelestarian dan pariwisata untuk saling konsolidasi dan kolaborasi," imbuhnya.

Karenanya, ia juga mengusulkan adanya upaya untuk menjadikan Borobudur sebagai kawasan yang bebas emisi karbon untuk menjaga dan melestarikan bangunan peninggalan bangunan belasan abad tersebut.

"Jika kita tidak mampu merawat maka janganlah sekali-kali merusaknya," terang Dosen Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik UGM ini.

Setiap tahun batuan terkikis

Sedangkan Kepala Balai Konservasi Borobudur, Wiwit Kasiyati mengatakan, Borobudur sebagai bagian dari situs warisan dunia memang harus dipertahankan keaslian bangunannya apabila suatu waktu terjadi kerusakan.

Menurutnya ancaman kerusakan tidak hanya dari beban jumlah pengunjung yang menaiki bangunan candi setiap harinya, namun juga berasal dari ancaman kerusakan dari faktor alam.

Baca juga: Candi Ini Berlokasi di Kampus UII, Seperti Apa Sejarahnya?

"Terjadi kerusakan lain dari faktor alam berupa panas dan hujan memengaruhi batuan dan relief. Kondisi semakin ke sini makin mengalami kerusakan," paparnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com