Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Provinsi dengan Angka Kekerasan Anak Tertinggi di Indonesia

Kompas.com - 31/05/2022, 13:58 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Kekerasan pada anak di sekolah, ternyata masih terus terjadi. Bahkan, ada 3 provinsi dengan tingkat kekerasan anak tertinggi di Indonesia.

Dari data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) adapun provinsi dengan jumlah korban kekerasan tertinggi di Indonesia adalah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Untuk di satuan pendidikan, berdasarkan data Simfoni PPA di tahun 2021, mencatat ada 594 kasus pelaporan kekerasan terhadap anak.

Kekerasan itu terjadi di sekolah dengan jumlah korban sebanyak 717 anak, terdiri dari anak laki-laki 334 dan anak perempuan 383.

Baca juga: 10 Negara dengan Penduduk Paling Pintar di Dunia, Indonesia Nomor Berapa?

Prima Dea Pangestu, perwakilan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memaparkan berdasarkan hasil survei, kasus kekerasan pada anak menurun di tahun 2021.

Survei mencatat bahwa 3 dari 10 anak laki-laki dan 4 dari 10 anak perempuan di Indonesia usia 13-17 tahun pernah mengalami satu atau lebih jenis kekerasan sepanjang hidupnya.

“Kemudian berdasarkan hasil survei ini juga jenis kekerasan yang paling sering dialami oleh anak usia 13-17 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, di perkotaan maupun di pedesaan, adalah kekerasan emosional atau kekerasan psikis,” ungkap Prima Dea, dilansir dari laman Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, Dikmen Kemendikbud Ristek ketika menjadi narasumber webinar beberapa waktu lalu.

Tindak kekerasan itu, 34,74 persen dilakukan oleh guru dan 27,39 persen dilakukan oleh teman atau pacar.

"Ini kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah sehingga konsen pelakunya langsung kepada siapa yang ada di satuan pendidikan tersebut. Perlu diketahui kekerasan seksual menjadi jenis kekerasan terbanyak yang terjadi di sekolah yaitu mencapai 36,39 persen,” tutur Prima.

Baca juga: Mendikbud Nadiem: Ada 3 Dosa di Sekolah yang Tidak Boleh Ditoleransi

Ia menjelaskan, berdasarkan Undang-undang Perlindungan Anak ada 5 bentuk kekerasan.

Pertama adalah kekerasan fisik, kemudian kekerasan psikis (emosional), ketiga ada kekerasan seksual, keempat kekerasan dalam bentuk penelantaran, dan yang terakhir adalah eksploitasi.

“Mungkin ketika mendengar kata kekerasan itu sangat identik dengan memukul, menampar, mencubit, mencakar, atau menjewer. Padahal sebetulnya kekerasan bukan hanya kekerasan fisik. Banyak bentuk-bentuk kekerasan lain yang perlu kita ketahui dan itu akan menimbulkan penderitaan terhadap anak jika kekerasan tersebut terjadi pada anak,” imbuhnya.

Kekerasan anak mulai muncul ke ranah online atau daring

Kasandra Putranto, Psikolog Klinis dan Forensik Kasandra Associates mengungkapkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahwa kasus perundungan ada hubungannya pula dengan masa pandemi.

Sehingga permasalahan perundungan semakin merambat ke ranah daring. Itu artinya peserta didik lebih rentan mengalami perundungan secara langsung maupun secara daring ketika lebih banyak beraktivitas menggunakan gawai.

“Saya sebagai psikolog forensik beberapa kali diminta melakukan pemeriksaan terkait dengan kejadian kekerasan, bahkan berakhir dengan kematian. Pada terduga pelaku kekerasan dilakukan pemeriksaan. Tapi ternyata setelah dilakukan pemeriksaan diketahui bahwa pelaku itu adalah korban. Meskipun tidak semua kasus seperti ini, tapi ini membuktikan bahwa bisa saja si pelaku ini sebenarnya adalah korban,” jelasnya.

Baca juga: Orangtua, Ini Dampak Bila Sering Memarahi Anak Saat Belajar

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com