Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andaru Psikologi Untar
Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

Kolom bincang masalah mahasiswa bersama Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara.

Andaru memiliki makna yang sarat akan kebahagiaan. Kolom ini mengajak pembaca membahas masalah seputar kehidupan mahasiswa, baik terkait akademik maupun non-akademik.

Bagi pembaca yang ingin berkonsultasi lebih lanjut, silahkan menghubungi Pusat Bimbingan & Konsultasi Psikologi (PBKP) Untar melalui kontak: 081292926276, email layanan: konsul.psikologi@untar.ac.id

Fakultas Psikologi Untar memiliki program sarjana, magister, dan profesi.

Lokasi: Jl. Letjen S. Parman No.1, Jakarta Barat. Website: http://untar.ac.id

Kesehatan Mental Anak dan Orangtua Paling Utama di Masa Covid-19

Kompas.com - 01/05/2022, 19:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Dian Ihsan

Oleh: Amala Fahditia (Mahasiswa Psikologi Profesi Jenjang Magister Universitas Tarumanagara) | Heryanti Satyadi (Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara)

KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 sudah berlangsung selama 2 tahun lebih. Kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan pada tanggal 2 Maret 2020 (Velarosdela, 2021).

Pandemi Covid-19 berdampak besar terhadap berbagai aspek kehidupan sehari-hari, salah satunya dengan diadakannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Baca juga: Pesan Rektor Unpad untuk Peserta UTBK-SBMPTN 2022

Salah satu peraturan yang diterapkan dalam PPKM adalah pembatasan kegiatan sekolah secara luring yang kemudian diadakan secara daring.

Pengadaan kegiatan sekolah secara daring menimbulkan stres terhadap beberapa orangtua.

Kegiatan sekolah secara daring tidak seefektif seperti secara luring.

Orangtua perlu mengeluarkan usaha dan waktu lebih banyak untuk anaknya, ditambah lagi dengan kondisi anak dengan gangguan spektrum autisme (Siracusano et al., 2021).

Anak dengan gangguan spektrum autisme serta pengasuhnya menghadapi tantangan baru sejak pandemi Covid-19 muncul.

Beberapa tantangan di antaranya adalah perlunya menyediakan pelayanan seperti ABA, terapi, atau pembelajaran pendidikan lainnya di rumah tanpa bantuan profesional sekaligus bekerja di rumah atau mengasuh anak lain yang bersekolah secara daring, membayar pelayanan ABA daring yang mungkin tidak ditanggung oleh asuransi, dan juga memerlukan komputer dan akses internet di rumah (Bellomo et al., 2020).

Dampak dari tantangan baru tersebut adalah seperti berkurangnya akses terhadap terapi yang berkualitas dan peningkatan stres pada orangtua/pengasuh serta beban keuangan yang diperburuk dengan ketidakpastian ekonomi selama pandemi (Bellomo et al., 2020).

Baca juga: Kemendikbud Ristek: Satuan Pendidikan Harus Sadar Risiko Bencana

Orangtua dan anak dengan gangguan spektrum autisme juga merasakan dampak terbesar karena adanya pandemi Covid-19 pada aspek meningkatnya peran dan tanggung jawab mereka, dampaknya terhadap kesehatan mental mereka dan permasalahan yang dialami dalam pendidikan jarak jauh (Bozkus-Genc & Sani-Bozkurt, 2022).

Selain itu, penelitian Daulay (2021) menunjukkan bahwa berdasarkan pengalaman beberapa ibu dengan anak autis di Indonesia, pembelajaran secara daring atau di rumah kurang optimal, dikarenakan adanya peningkatan perilaku maladaptif pada anak autis, rendahnya kemampuan beradaptasi, adanya beban pengasuhan, serta munculnya emosi negatif.

Hal ini dapat menurunkan kesehatan mental pada pengasuh atau orangtua.

Hasil penelitian Yilmaz et al. (2021) menunjukkan bahwa setelah pandemi Covid-19 muncul, kecemasan dan stres orangtua anak dengan gangguan spektrum autisme meningkat.

Mereka membutuhkan dukungan lebih dibandingkan sebelum adanya pandemi dan mereka memiliki kesulitan untuk coping.

Hal yang serupa terjadi di Arab Saudi, di mana ditemukan bahwa pandemi Covid-19 berdampak pada sikap, kecemasan, dan kesehatan mental orangtua anak dengan gangguan spektrum autisme. Kecemasan jauh meningkat dibandingkan sebelum pandemi.

Permasalahan kesehatan mental lebih dikaitkan dengan kehilangan kepercayaan diri, perasaan tidak berharga, dan depresi (Althiabi, 2021).

Kesehatan mental perlu dijaga. Kesehatan mental penting untuk beradaptasi dengan tantangan yang dihadapi dalam mengasuh anak dengan gangguan spektrum autisme di masa pandemi Covid-19.

Baca juga: 8 Jalur Mandiri UNS, Siswa Gap Year bisa Daftar

Berbagai cara dapat dilakukan untuk menjaga serta meningkatkan kesehatan mental orangtua.

Pertama, dapat digunakan strategi coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping).

Tujuan dari problem-focused coping adalah untuk menyelesaikan situasi atau kondisi yang membuat orangtua stres, atau mengubah sumber stres tersebut (Carroll, 2013).

Strategi coping ini dapat dilakukan dengan cara seperti keluar rumah sejenak untuk menghilangkan rasa kelelahan, mencari dukungan sosial dengan cara berpartisipasi dalam diskusi dengan orangtua anak gangguan spektrum autisme lainnya melalui media sosial, mencari informasi yang mendukung di media sosial, relaksasi dengan berbaring di tempat tidur, dan menghabiskan waktu sendirian di dalam ruangan (Daulay, 2021).

Kedua, orangtua dapat menggunakan strategi coping religius (religious coping) seperti dengan banyak berdoa, meningkatkan amalan ibadah, bersabar (Daulay, 2021), serta membaca Al-Quran untuk mengurangi kecemasan (Habib et al., 2017).

Religious coping disarankan untuk membantu mengurangi atau mencegah emosi negatif yang ditimbulkan dari sumber stres, yang kemudian dapat memfasilitasi penyelesaian masalah (Koenig et al. dalam Ozcan et al., 2021).

Ketiga, orangtua anak dengan gangguan spektrum autisme dapat memperoleh pertolongan dari profesional atau psikolog, seperti melalui Acceptance and Commitment Therapy yang mendorong fleksibilitas psikologis dan perawatan diri (self-care; Coyne et al. dalam Bellomo et al., 2020).

Selain itu, penelitian Weitlauf et al. (dalam Bellomo et al., 2020) menemukan bahwa orangtua yang mengikuti Early Start Denver Model memiliki peningkatan yang lebih baik dalam gangguan dan interaksi disfungsional antara orangtua dengan anak.

Terapi atau pertolongan dari profesional atau psikolog disarankan karena dapat membantu orangtua untuk mengatasi pikiran, perilaku, atau gejala yang bermasalah atau menyebabkan stres dan kemudian dapat membantu menjaga serta meningkatkan kesehatan mental orangtua.

Dengan demikian, menjaga kesehatan mental orangtua anak dengan gangguan spektrum autisme di masa pandemi Covid-19 dapat dilakukan dengan berbagai cara.

Hal ini akan sangat membantu para orangtua dalam menghadapi tantangan mengasuh anak dengan gangguan spektrum autisme di masa pandemi Covid-19.

Orangtua atau ibu dapat lebih beradaptasi secara positif dalam situasi yang sulit ini. Mereka akan lebih mampu berpikiran positif dan kurang mengalami stres dalam menjalankan tugasnya sebagai pengasuh anak (Ruiz-Robledillo et al.; Zablotsky et al. dalam Daulay, 2021).

Tidak hanya bagi orangtua, tapi kesehatan mental yang positif berdampak positif pula bagi anak-anak.

Baca juga: Pakar Unair: Ini Alasan Bahasa Indonesia Layak Jadi Bahasa Kedua ASEAN

Mereka tetap mendapatkan pengasuhan serta pendidikan yang efektif meski kegiatan bersekolah atau pengobatan dilakukan jarak jauh dari rumah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com