Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Sesajen Ditendang, Ini Tanggapan Pakar UGM

Kompas.com - 17/01/2022, 10:33 WIB
Dian Ihsan

Penulis

Makhluk ini juga dianggap memiliki kekuatan dan kekuasaan atas tempat tertentu, sehingga juga harus diberikan penghargaan atas keberadaannya.

"Tradisi membuat sesaji dapat menjadi bagian bentuk masih adanya kepercayaan tersebut. Manusia merasa harus berdamai, hidup bersama makhluk yang tidak kelihatan tersebut. Melakukan sesajen adalah salah satu caranya," ucap Sartini.

Pandangan agama Islam terkait sesajen

Namun demikian di lingkungan Islam, fenomena sesajen memunculkan banyak tafsir.

Baca juga: KPAI Dorong Pemprov DKI Jakarta Jalani PTM 50 Persen

Pandangan intinya adalah bahwa sesajen yang dipersembahkan untuk memohon sesuatu kepada selain Allah hukumnya haram atau dilarang.

Sekalipun demikian, masih ada pandangan yang agak memberi peluang hal dibolehkannya sesajen.

Orang yang membolehkan mungkin berpandangan melakukannya sebagai sekedar tradisi dan niat permohonannya tetap kepada Allah, maka hal itu tidak menjadi masalah.

Alasannya, karena niat permohonannya ditujukan kepada Allah.

"Masalahnya adalah, tidak bisa orang memahami niat orang lain dengan hanya melihat apa yang dilakukan. Inilah yang sering menimbulkan banyak persoalan sosial," tegas Sartini.

Mengatasi hal ini, Sartini menilai keyakinan dan pemahaman sebagian masyarakat soal sesajen merupakan akumulasi pengalaman sepanjang hidup.

Dalam kelompok yang mungkin mengakomodasikan agama dan tradisi, hibridisasinya mungkin dapat dilakukan dengan mensosialisasikan makna simbolnya.

Dengan begitu orang tidak memahaminya sebagai mitos dan kepercayaan semata yang bila sesuatu tidak dilakukan maka akan menyebabkan hal-hal tertentu.

"Rasionalisasi simbol-simbol ritual diperlukan untuk menghadapi masyarakat yang semakin modern, rasional dan bahkan materialistik," jelas Sartini.

Selain itu, kelompok beragama perlu sering berdialog dan sering bertemu, sehingga satu dengan yang lain lebih merasa sebagai teman.

Baca juga: 20 Perguruan Tinggi Terbaik di Indonesia Versi Webometrics 2022

"Sering berkumpul dan berkunjung akan dapat menimbulkan empati karena ikut merasakan kehidupannya, sehingga tidak akan mudah memaksa-maksa orang lain untuk sama dengan dirinya," tukas Sartini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com