Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/11/2021, 14:13 WIB
Dwi NH,
A P Sari

Tim Redaksi

Tak hanya itu, bahkan ia sampai mengagunkan rumah pribadinya untuk memperoleh modal awal guna membangun usaha yang disebutnya Eden Farm.

Sembari berbisnis, David tak lupa belajar melalui feedback atau umpan balik langsung dari konsumen, termasuk menghampiri dari satu kedai ke kedai lainnya untuk menawarkan hasil panen.

“Lewat obrolan dengan konsumen, akhirnya saya menemukan value atau nilai yang tepat bagi Eden Farm, yakni kualitas dan harga yang konsisten,” ucapnya.

Baca juga: Lewat DD Farm, Dompet Dhuafa Berdayakan Masyarakat Korban PHK

Berhasil atau gulung tikar

Usaha keras David pun mulai menemukan titik terang ketika kesempatan besar menghampiri berupa dukungan dari akselerator terkemuka dunia, Y Combinator.

Namun, tantangan baru muncul, saat Eden Farm yang memiliki banyak piutang tak punya dana cukup untuk membiayai perjalanan pitching atau presentasi bisnis kepada investor yang potensial ke Amerika.

David dilanda dilema saat itu, sebab ia pasti akan mengeluarkan biaya, akan tetapi pendanaan belum pasti berhasil dimenangkan.

Bermodal semangat dan dana seadanya, David bersama tim membawa nama Eden Farm menuju negeri Paman Sam.

Baca juga: Kenapa AS Dijuluki Negeri Paman Sam?

“Awalnya kami cuma punya uang untuk menginap seminggu, dan itu uang terakhir Eden Farm. Kalau nggak keterima, ya sudah kami pulang miskin,” ujar David.

Kemudian, ia bersama tim memulai presentasi selama 15 menit dan hasilnya benar, keberhasilan berada pada pihak David.

Eden Farm berhasil memperoleh suntikan dana dan inovasi pun terus dilakukan David, terlebih selama masa pandemi Covid-19.

Akhirnya kini, Eden Farm berhasil menjadi distributor bagi 20.000 usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), 2.000 supplier, dan 25 partner startup.

Baca juga: Menkop Teten Berharap Sirkuit Mandalika Bisa Bangkitkan UMKM Lokal

Titik-titik peluang mendatangkan kebahagiaan

Dalam kesempatan itu, David mengatakan, rangkaian perjalanan bisnisnya adalah dots atau titik-titik peluang yang dimanfaatkan dengan prinsip ‘kurang pintar’.

“Contohnya saja kalau saya kekeh dengan pemikiran bahwa bekerja dengan tengkulak merugikan. Saya tidak akan tahu kalau ada tengkulak baik yang memperoleh sayur dari pengepulan desa, dan bahwa petani di desa dapat diajak bekerja sama,” ujarnya.

Dari awal, David sama sekali tidak terpikir akan kesempatan itu. Akan tetapi ketika seseorang mau belajar, ia meyakini, akhirnya akan terbentuk gambaran besar supply chain.

Sama seperti Eden Farm yang diklaim menjadi satu-satunya pemenuhan bahan makanan bagi konsumen hampir 100 persen, di saat rata-rata hanya 80 persen.

Baca juga: Entaskan Kemiskinan, Program Dompet Dhuafa Farm Diapresiasi Wabup Deli Serdang

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com