Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Transformasi Pendidikan Mulai Menggeliat, tapi Belum Optimal

Kompas.com - 05/11/2021, 09:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Transformasi pendidikan juga mengandaikan kolaborasi yang massif dengan Lembaga/kementerian terkait supaya bisa berjalan simultan dan selaras.

Sejatinya, kebutuhan akan UU Sidiknas yang baru dan peta jalan pendidikan harus selaras dengan kebijakan Merdeka Belajar.

Gagasan pokoknya adalah memberikan kemerdekaan bagi sekolah/ kampus untuk mencari jalan terbaik agar peserta didik bisa mengembangkan potensinya melalui pembelajaran yang fleksibel sehingga mampu mengembangkan kepribadian berkarakter unggul dengan hard skills, soft skills, life skills,dan network yang mumpuni.

Artinya pendidikan tidak hanya menekankan kecerdasan intelektual, tapi juga pengembangkan nilai-nilai kemanusian universal kejujuran, keadilan, inklusif dan nilai-nilai agama dan kearifan budaya lokal.

Untuk menyusun peta jalan pendidikan yang baik, Indonesia perlu belajar dari beberapa negara yang dikenal sukses menata pendidikannya seperti Finlandia, Estonia, Jerman, Singapura dan Taiwan.

Pada tahap awal kita perlu, misalnya, menetapkan secara tegas apakah kita mau menerapkan sistem pendidikan secara terpusat (sentralisasi) seperti Singapura dan Taiwan, atau sebaliknya sistem terdesentralisasi dengan tanggung jawab utama pada pemerintah daerah seperti Estonia, Finlandia, dan Jerman?

Meskipun berbeda sistem, negara-negara bekinerja tinggi dalam sistem pendidikan tersebut memiliki beberapa faktor umum yang sama.

Contoh, mereka juga sangat fokus pada investasi untuk peningkatan kualitas guru secara massif.

Pengambil kebijakanan negara itu percaya, ketika guru sangat terampil maka sekolah dapat diberikan otonomi yang lebih besar untuk memodifikasi kurikulum dan mengembangkan model pembelajaran yang inovatif (David Greatbatch - Sue Tate, 2019; Linda Darling-Hammond, 2010).

Mereka juga membebaskan para guru dari kegiatan adminstratif dan memberi para guru upah yang layak dengan kenaikan berbasis kinerja.

Otoritas pendidikan di negara-negara tersebu juga fokus pada penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang baik sambil melengkapinya dengan teknololgi digital yang terus dibarui,

Lalu, dalam hal pendanaan, mereka tak hanya mengandalkan APBN, tetapi melakukan kombinasi pendanaan yang berasal dari anggaran pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota serta dukungan perusahaan atau organisasi amal.

Strategi serupa ternyata telah diterapkan di tingkat negara bagian atau provinsi di Australia, Selandia Baru, dan Kanada dengan skor tinggi. Provinsi seperti Hong Kong dan Makau di Cina juga melakukan hal yang sama dengan hasil positif.

Fokus dan komprehensif

Perlu di catat, survei Programme for International Student Assessment (PSA) 2018 menyebutkan bahwa sektor pendidikan masih rapuh karena rendahnya jumlah siswa berprestasi, persentase siswa mengulang kelas yang masih tinggi (16 persen), dan masih tingginya ketidakhadiran siswa di kelas.

Kemendikbud tampaknya belum menaruh perhatian khusus atas tiga masalah tersebut. Padahal, mengacu pada survei PISA, Presiden Jokowi sendiri menargetkan jumlah siswa berprestasi rendah dapat ditekan hingga kisaran 15-20 persen pada 2030.

Ia pun mendorong Kemendikbud untuk melakukan perbaikan menyeluruh baik pada aspek regulasi, anggaran infrastruktur, manajemen sekolah, kualitas guru, hingga beban administratif guru.

Nah, apabila Kemendikbud fokus dan berada pada frekuensi yang sama dengan Presiden Jokowi, maka niscaya transformasi pendidikan akan berbuah lebih optimal lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com