Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yogyakarta Peringkat Atas Minat Baca Tertinggi di Indonesia Versi UNESCO

Kompas.com - 07/06/2021, 09:21 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Berdasarkan data survei UNESCO, minat baca di Indonesia paling tinggi dipegang oleh Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil survei menyebutkan, Yogyakarta memiliki indeks baca 0,049, sedangkan Singapura telah mencapai indeks baca 0,45.

Berdasarkan data minat baca dan angka tuna aksara di atas, kondisi itu berpengaruh terhadap posisi Human Development Index (HDI) Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada tahun 2014 nilai HDI mengalami kenaikan tipis menjadi 68,90 dari 68,4 pada 2013.

Dari data statistik UNESCO pada 2012 juga menyebutkan, indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001.

Artinya, dari 1.000 penduduk, hanya satu warga yang tertarik untuk membaca. Menurut indeks pembangunan pendidikan UNESCO ini, Indonesia berada di nomor 69 dari 127 negara.

Baca juga: Sekolah Tatap Muka Juli, Seperti Ini Contoh Jadwal Belajar di Kelas

Dengan demikian, rata-rata secara nasional setiap individu tidak sampai satu judul buku perorang per tahun yang dibaca.

Berdasarkan data yang dirilis oleh United Nations Development Program (UNDP), HDI Indonesia tahun 2013 berada di peringkat ke 108 dari 187 negara. Angka HDI ini menandakan bahwa nilai Indonesia masih jauh di bawah rata-rata sejumlah negara di ASEAN.

Keadaan HDI di atas mendorong Indonesia untuk terus meningkatkan HDI dengan meningkatkan pembangunan di berbagai sektor karena HDI/IPM (Indeks Pembangunan Manusia) diukur dari usia harapan hidup (tingkat kesehatan), pertumbuhan ekonomi, dan kualitas pendidikan.

Di daerah 3T atau tertinggal, terluar dan terjauh, banyak sekali anak-anak dan perempuan yang minat baca rendah, termasuk buta aksara.

Untuk menuntaskan buta aksara dan meningkatkan minat baca, Kemendikbud Ristek punya cara khusus.

Baca juga: Belajar Mengenal Obat-obatan di Buku Why? Medication and Treatment

Cara itu yakni menjadikan para ibu yang tinggal di daerah tertinggal, terluar, dan terpencil atau 3T dan anaknya duduk di bangku PAUD diminta masuk ke dalam program khusus untuk membantu pemerintah.

Melalui program Gerakan Pendidikan Pemberdayaan Perempuan Marginal (GP3M), para ibu ini akan mengedukasi bahkan bisa menjadi duta baca di lingkungannya.

Kemendikbud Ristek mencatat, saat ini dua per tiga penduduk buta aksara dan 60 persen warga belajar pendidikan keaksaraan adalah perempuan.

Melansir dari laman anggunpaud, program peningkatan kualitas hidup perempuan marginal yang digagas Direktorat Jenderal PAUD Dikdasmen telah memasuki tahun ke tujuh sejak diluncurkan tahun 2015.

Perempuan khususnya ibu sebagai tiang dan pilar kehidupan keluarga selama satu setengah tahun pandemi Covid-19 merupakan pihak yang paling merasakan dampak buruk akibat berkurangnya pemasukan perekonomian keluarga.

Terlebih lagi, kaum perempuan atau ibu rumah tangga yang berada di kawasan 3T imbas pandemi Covid-19 terhadap sendi perekonomian keluarga lebih sulit.

Baca juga: Belajar dari Orangtua Jepang Cara Menanamkan Disiplin pada Anak

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com