Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramalan Gempa dan Tsunami di Jawa Timur, Pakar ITS: Siaga sejak Dini

Kompas.com - 04/06/2021, 15:33 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengumumkan hasil pemodelan matematis yang dilakukannya guna memprediksi gempa dan tsunami terkuat dan terbesar yang mungkin menerpa Jawa Timur.

Hasilnya, gempa berpotensi mengguncang Jawa Timur adalah sekuat 8,7 skala richter (SR) dan sangat mungkin diikuti tsunami setinggi 29 meter maksimal.

Baca juga: 6 SMA Terbaik Yogyakarta dan Surakarta Berdasarkan Nilai UTBK 2020

Atas dasar itu, Pakar Geologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Amien Widodo angkat suara.

Menurut dia, pemodelan yang dilakukan BMKG merupakan langkah awal yang tepat.

Mengingat daerah Jawa Timur terbentuk karena adanya tumbukan lempeng Eurasia dan Indo-Australia, sehingga menjadi suatu keharusan untuk meneliti bab kegempaan di Jawa Timur.

Pasalnya, BMKG bukan tanpa alasan menyebutkan skenario terburuk yang mungkin menimpa.

"Pemodelan ini menunjukkan worst scenario kemudian diumumkan, karena dalam lima bulan terakhir diketahui frekuensi gempa yang terjadi di Jawa Timur sangat tinggi," kata dia, melansir laman ITS, Jumat (4/6/2021).

Dia mengaku, tingginya intensitas terjadinya gempa ini patut dicurigai dan harus belajar dari gempa besar Yogyakarta pada 27 Mei 2005 lalu.

Dia menyebut, salah satu yang menjadi pertanda sebelum gempa Jogja itu terjadi adalah terekam aktivitas kegempaan yang semakin sering.

Ketika itu, frekuensi gempa mengalami kenaikan, tetapi tidak lebih dari 50 gempa setiap bulannya.

"Sementara itu, di lima bulan terakhir ini gempa yang terekam selalu lebih dari 500 kejadian per bulan," jelas Amien.

Baca juga: Pakar Unair: Pemerataan Internet Jadi Tantangan Besar Indonesia

Sangat jauh perbedaan frekuensi tahun 2005 lalu dengan tahun sekarang ini.

Oleh karena itu, sudah sepantasnya jauh lebih waspada. Terlebih lagi, tambah Amien, tumbukan lempeng yang menyusun Jawa Timur ini panjangnya sekitar 250 sampai 300 kilometer.

Hal itu menunjukkan gempa sangat mungkin terjadi di berbagai titik, di wilayah yang ada di sekitar zona subduksi, yakni zona tempat terjadinya tumbukan itu.

Pengamatan aktivitas gempa juga dilandaskan pada data seismik yang terukur, selain mengacu pada sejarah kegempaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com