KOMPAS.com - Gaslighting merupakan salah satu hubungan manipulatif. Hubungan ini bersifat tidak seimbang, karena salah satu pihak menempatkan pihak yang lain di atas segalanya.
Menurut Pakar Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Primatia Yogi Wulandari menjelaskan, perilaku gaslighting ini dapat memengaruhi "korban".
Baca juga: Pakar Unair: Ini Bahaya dan Ciri Orang Terjebak Hubungan Gaslighting
Dengan begitu, bisa meragukan penilaian dan persepsinya sendiri.
"Pernyataan seperti, aku nggak bohong, kamu terlalu membayangkan yang aneh-aneh. Aku cuma becanda. Masa gitu aja marah, biasanya muncul dari pelaku, sehingga membuat korban kurang percaya diri. Pada titik ini, korban bahkan mempertanyakan kewarasannya," kata dia melansir laman Unair, Selasa (25/5/2021).
Gaslighting, sambungnya, dapat terjadi dengan atau tanpa disadari oleh korban, bahkan pelakunya.
Namun, motif yang dilakukan cukup jelas, yaitu menyelesaikan konflik dengan membuat korbannya menyetujui semua perbuatan pelaku.
Perlu diingat, bilang dia, tidak semua kebohongan termasuk ke dalam gaslighting.
"Kembali pada prinsip hubungan sehat. Bila kebohongan tersebut membuat korban meragukan dirinya sendiri, maka hal itu disebut sebagai gaslighting," jelas dia.
Baca juga: Undip Optimis 10 Persen Total Dosen Bisa Jadi Guru Besar
Namun, bila kebohongan itu bukan untuk melemahkan self trust salah satu pihak, seperti suami memuji istrinya pintar masak. Maka tidak bisa disebut gaslighting.
"Karena kebohongan yang dibuat agar bisa membuat hubungan menjadi harmonis," ungkapnya.
Dia menjelaskan, ada beberapa kondisi yang menjadi ciri suatu individu terjebak dalam hubungan gaslighting.
Seperti, mempertanyakan persepsi dirinya sendiri, meminta maaf walaupun bukan pihak yang berbuat salah, memaklumi tindakan buruk pelaku.
Korban gaslighting juga merasa tidak bahagia tanpa tahu dengan jelas alasannya, serta sulit mengambil keputusan, meskipun dalam hal-hal sederhana.
Dia menyebut, faktor utama yang membuat seseorang terjebak dalam hubungan gaslighting adalah rasa tidak aman, sehingga menimbulkan ketergantungan pada pelaku.
Pelakunya ini, sebut dia, bisa jadi orangtua, pasangan, saudara, teman, atasan.
Baca juga: LPDP: Alumni UGM Harus Tingkatkan Kompetensi
"Semakin dekat hubungan personal kedua individu, semakin riskan pula korban dimanipulasi oleh pelaku. Sehingga menimbulkan keraguan pada diri sendiri (gaslighting),” jelas Mima.