Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UGM: Indonesia Belum Serius Tangani Korupsi

Kompas.com - 08/04/2021, 15:00 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Rimawan Pradiptyo melihat penanganan tindak pidana korupsi masih belum dianggap sebagai suatu hal yang penting di Indonesia.

Hal ini dibuktikan dengan masih minimnya regulasi-regulasi yang diperlukan untuk memberantas tindak pidana korupsi.

Baca juga: Epidemiolog Unpad Beri Tips Vaksinasi Covid-19 Saat Bulan Ramadan

Rimawan mengungkapkan masih banyak tindak pidana korupsi yang belum diatur di Indonesia, seperti korupsi sektor swasta.

"59 persen kasus korupsi di Indonesia berasal dari perusahaan swasta," ungkap dia melansir laman UGM, Kamis (8/4/2021).

Selain itu, kata dia, ada beberapa tindak pidana korupsi yang juga belum diatur di Indonesia, yakni:

1. Illicit enrichment atau memperkaya diri sendiri dengan jalur yang tidak sah.

2. Foreign bribery atau suap yang terjadi antara perusahaan dengan penjabat asing.

3. Trading of influence atau korupsi yang dilakukan oleh orang yang bukan penyelenggara negara, namun mengendalikan proyek-proyek negara dengan memanfaatkan kedekatan dengan kekuasaan,

Semua jenis korupsi itu, bilang dia, sudah terdapat dalam rekomendasi United Nations Convention against Corruption (UNCAG) yang ditandatangani Indonesia di 2003.

Baca juga: Rektor: Lulusan IPB Punya Tiga Ciri yang Melekat

Bahkan, Indonesia merupakan salah satu negara yang pertama kali menandatangani konvensi itu.

Selain itu, Indonesia juga sudah mempunyai UU No. 7 Tahun 2006, sebagai pengakuan bahwa Indonesia akan memasukkan rekomendasi UNCAG di atas dalam tata perundang-undangan di Indonesia.

"Namun, faktanya sampai sekarang, dari semua itu (rekomendasi di atas) belum diatur," jelas Ridwan.

Rimawan menilai UU Tipikor di Indonesia sudah ketinggalan zaman.

Dia pun menyayangkan peristiwa yang terjadi di Indonesia justru berupa pelemahan kepada para penegak hukum.

Seperti revisi UU KPK yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di 2019 lalu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com