Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi Unair Ciptakan Alat Rehab Medik untuk Stroke

Kompas.com - 22/12/2020, 17:48 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Seseorang yang sudah terkena penyakit stroke maka harus menjalani pengobatan. Tak hanya itu saja, penderita stroke juga harus mendapatkan rehabilitasi medik.

Biasanya, pasien stroke harus rehabilitas medik di rumah sakit dengan bantuan perawat dalam melatih gerakan menggunakan alat yang ada.

Namun, perawatan dan akomodasi itu tentu membutuhkan banyak waktu dan biaya. Apalagi menyangkut biaya, maka pasien yang kekurangan dana akan mengalami kendala.

Terkait hal itu, dr. I Putu Alit Pawana, Sp.KFR, Dr. Riries R, ST. MT., bersama tim bekerja sama dengan rumah sakit Dr. Soetomo menemukan alat exoskeleton rehab medik.

Baca juga: Pakai Limbah Nasi, Mahasiswa Vokasi Unair Ciptakan Hand Sanitizer Alami

Melansir laman Universitas Airlangga (Unair), Selasa (22/12/2020), exoskeleton adalah suatu alat rehabilitas medik yang dipasang di bagian tubuh untuk meningkatkan kemampuan.

Menurut Ketua tim penelitian Dr. Riries, diciptakannya alat exoskeleton rehab medik bertujuan untuk melatih anggota gerak yang disfungsi akibat serangan stroke.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa anggota tubuh gerak sebagai fokus utama terutama pada bagian lengan.

Lengan dipilih karena pada sebagian besar masalah stroke pasien memiliki disfungsi pada anggota gerak tersebut.

"Exoskeleton itu berbasis robotik dan kita mencoba untuk mengaplikasikan pada medis terutama pada rehab medik," ujarnya.

Alat ini generasi ketiga

Ternyata, alat rehab yang telah diteliti sejak 2018 tersebut telah memiliki tiga generasi dengan pengembangan yang berkelanjutan.

1. Generasi pertama alat penggunaannya masih manual dengan bantuan dokter maupun perawat untuk pengaturan alat.

2. Sedangkan untuk generasi kedua dengan lebih otomatis juga terdapat variasi gerakan yang lebih banyak dengan memanfaatkan rentang jarak.

"Jadi ada sekitar empat dof. Jadi dari gerak ini lengan dapat bergerak dari bawah naik turun, kemudian dari gerak samping naik turun juga. Kemudian juga dengan gerak bahunya," ungkap salah satu dosen Fisika Unair tersebut.

3. Tahun 2020 generasi ketiga berhasil diciptakan dengan mengembangkan alat yang terfokus lebih ke kontrol sistem yang digunakan. Dengan otimatisasi yang ada juga melakukan karakterisasi model sinyal ototnya terhadap macam gerakan yang ada.

"Karena masing-masing kondisi otot tiap pasien berbeda. Walaupun mungkin dengan level strokenya sama tapi itu berbeda," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com