Oleh: Dr Eko Harry Susanto, MSi
KOMPAS.com - Merdaka Belajar di Kampus Merdeka menjadi salah satu kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
Proses pembelajaran yang inovatif dan tidak monoton diharapkan mampu mendukung kompetensi lulusan perguruan tinggi menjadi generasi unggul yang mampu bekerja dengan baik sesuai dengan semangat kebangsaan yang melekat.
Pada umumnya mahasiswa disatu fakultas, belajar mengenai apa yang tersirat dalam program studi studi tertentu. Mereka belajar tentang esensi dalam aspek teoritis maupun praktis melalui berbagai mata kuliah terkait.
Tentu saja capaian pembelajaran mata kuliah dan upaya untuk memperkaya kompetensi sebagai lulusan merujuk kepada disiplin ilmu bersangkutan.
Kalaupun di suatu perguruan tinggi sudah menjalankan mata kuliah di luar bidang ilmu, biasanya sebatas pendukung meningkatkan wawasan dan keterampilan dalam cakupan sempit.
Misalnya, program studi (prodi) ilmu sosial dan humaniora menetapkan mata kuliah berbasis sains dan teknologi sebagai pelengkap untuk berpikir holistik dalam mempraktikkan ilmu dari bangku kuliah di pekerjaan.
Baca juga: Merdeka Belajar–Kampus Merdeka: Antara Peluang dan Tantangan
Memang tercapai variasi wawasan ilmiah yang menjadikan mahasiswa tidak berpikir monoton. Namun hanya dalam keterikatan akedemis yang bisa saja terlupakan sejalan bertumpuknya materi perkuliahan dipelajari.
Berbeda dengan Program Merdeka Belajar di Kampus Merdeka, khususnya pertukaran mata kuliah antarprodi dalam satu perguruan tinggi.
Mahasiswa diberi kebebasan mengambil 20 Satuan Kredit Semester (SKS) di luar prodi utama dari batas minimal 144 SKS yang wajib diselesaikan untuk Program Sarjana Strata Satu (S1).
Dengan pola semacam ini, mahasiswa diharapkan mampu beradaptasi dengan perubahan sosial, budaya, teknologi dan dunia kerja yang berkembang cepat sesuai tuntutan masyarakat.
Pengambilan mata kuliah di prodi lain yang masih dilingkungan perguruan tinggi yang sama merupakan proses pembelajaran saling melengkapi sebagai bekal keunggulan lulusan perguruan tinggi.
Mahasiswa dari rumpun ilmu eksakta yang mempelajari ilmu sosial diharapkan memiliki sensitivitas dan mampu memahami masalah yang muncul dalam hubungan antar manusia.
Demikian juga mahasiswa rumpun ilmu sosial memerlukan kompetensi tambahan bisa mengambil mata kuliah yang ada dalam rumpun ilmu eksakta. Harapannya, selain mampu bertindak humanis tetapi memiliki bekal pengetahuan untuk berpikir terukur, efektif dan lugas.
Kalaupun pengambilan mata kuliah itu masih sama dalam lingkup ilmu sosial, tetap memiliki manfaat karena memberikan wawasan yang lebih beragam sebagai bekal membentuk kompetensi tambahan bagi lulusan perguruan tinggi.