KOMPAS.com - Sinar matahari yang memancar sepanjang tahun di Indonesia membawa dampak positif. Namun di sisi lain, sinar matahari itu mengandung sinar UV-A dan UV-B.
Tentu akan membawa dampak negatif bagi kulit manusia. Misalnya saja kulit terbakar, penuaan dini, bahkan penyakit yang berbahaya yakni kanker kulit.
Kanker kulit menempati urutan ketiga terbanyak dari keseluruhan jenis kanker yang ada di Indonesia. Berdasarkan hasil survey Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007.
Baca juga: 6 Aspek Penting Dukungan Psikososial Lawan Covid dari Akademisi UB
Untuk itulah, 5 Teknik kimia mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) Malang menciptakan sebuah tabir surya untuk melindungi kulit.
Lantas, bahan apa yang digunakan untuk membuat tabir surya itu? Ternyata, mereka memanfaatkan limbah buah alpukat.
Hal itu karena saat ini di Indonesia memproduksi alpukat sebanyak 410.094 di tahun 2018. Namun, Umumnya, bagian dari alpukat yang dimanfaatkan adalah dagingnya saja, sedangkan bagian lainnya dibuang.
Tentu hal ini akan menimbulkan limbah kulit dan biji alpukat yang banyak pula jika dilihat dari jumlah produksinya.
Padahal, dalam biji dan kulit alpukat mengandung senyawa-senyawa metabolit sekunder, yaitu:
Semua senyawa itu dapat dimanfaatkan sebagai chemical absorber karena dapat menyerap UV.
Melansir laman resmi UB, Selasa (15/9/2020), tabir surya itu diberi nama IVERALM yang terbuat dari limbah biji dan kulit alpukat.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.