Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Imelda Bachtiar

Alumnus Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Indonesia (UI) tahun 1995 dan Pascasarjana Kajian Gender UI tahun 2010. Menulis dan menyunting buku bertema seputar memoar dan pemikiran tokoh berkait sejarah Indonesia, kajian perempuan, Peristiwa 1965 dan kedirgantaraan. Karyanya: Kenangan tak Terucap. Saya, Ayah dan Tragedi 1965 (Penerbit Buku Kompas-PBK, 2013), Diaspora Indonesia, Bakti untuk Negeriku (PBK, 2015); Pak Harto, Saya dan Kontainer Medik Udara (PBK, 2017); Dari Capung sampai Hercules (PBK, 2017).

Bunuh Diri di Sekitar Kita, di Antara Anak-Anak Remaja Kita

Kompas.com - 11/03/2020, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

“WHO Global Health Estimates 2017 mengeluarkan data bahwa kematian global tertinggi akibat bunuh diri di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah adalah pada umur 20 tahun.”

KAGET? Begitu mudanya usia kematian global akibat bunuh diri? Kita tentu belum lupa, sebulan yang lalu media massa ramai memberitakan seorang anak perempuan usia 14 tahun melompat dari lantai empat sekolahnya, sebuah SMP di bilangan Cibubur.

Kisah pilu ini masih lekat dalam ingatan kita dan masih kasat dalam ingatan kita, bagaimana dalam beberapa hari media massa saling memberitakan cepat tanpa mengulik dalam.

Apa sebetulnya yang melatarbelakangi seorang remaja seumur itu bisa melakukan tindakan mengakhiri hidup sendiri?

Dengan sedih hati, kini kita hadapi kenyataan bahwa data ini bukan sekadar data. Ini kenyataan yang ada di hadapan kita. Saya menyoroti hilangnya empati kita sebagai bagian dari kecenderungan naiknya angka bunuh diri.

Belum lama, 11 Juli 2019, di kampus Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, saya pertama kali mendengar data ini dikeluarkan oleh Nova Riyanti Yusuf dalam sebuah ujian mempertahankan disertasi doktornya.

Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa ini mengampu penelitian doktor dalam bidang keilmuan Kesehatan Masyarakat berjudul “Deteksi Dini Faktor Risiko Ide Bunuh Diri Remaja di SLTA Sederajat di DKI Jakarta”.

Topik yang tentu serta-merta membuat siapa saja di ruangan itu segera menajamkan perhatiannya.

Wah, ini tentang ide bunuh diri pada remaja, anak-anak kita! Begitu yang langsung muncul dalam otak saya.

Saya tergetar. Prihatin. Juga takut. Teringat dua anak lelaki saya yang juga telah berangkat remaja. Sudah begitu kuatkah ide bunuh diri merasuk hati anak-anak kita?

Dalam hasil penelitiannya ini Doktor Nova menjawabnya dengan lugas, tetapi juga hati-hati dan terukur. Itulah sebabnya ia beroleh nilai sangat memuaskan.

Pimpinan dewan peguji pun mencatatkan penelitiannya sebagai yang pertama untuk topik bunuh diri menggunakan pendekatan Kesehatan Masyarakat (Public Health).

Penelitian Nova juga menjadi kuat karena ada pijakan pendahuluan seperti yang ditulisnya dalam ringkasan disertasi. Bagaimana bunuh diri mengalami tren kenaikan dan dilakukan pada usia yang semakin muda. (Pengantar Penyunting Jelajah Jiwa Hapus Stigma, Penerbit Buku Kompas, 2020).

Betapa mudanya usia bunuh diri yang disebut WHO! 20 tahun. Indonesia tentu ada dalam kelompok negara-negara ini. Tapi, jangan kecil hati, kita bisa dan harus mampu mencegahnya.

Nova dan penelitian tentang bunuh diri, bagaikan dua simpul yang terikat erat. Seperti yang ia tuliskan dalam epilog buku ini, garis hidup sepertinya selalu melekatkannya dengan isu bunuh diri.

Mulanya, ia tertarik pada isu ini karena bacaan yang luas dan dunia kepenulisan yang dicintainya sejak kanak-kanak. Serentetan fakta ia temui, melengkapkan rasa ingin tahunya.

Beberapa penulis hebat idolanya mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Mereka adalah seniman. Maka, sebuah pertanyaan muncul dalam bilik pikir Nova. Apakah seniman memang lekat dengan bunuh diri?

Jelajah Jiwa Hapus Stigma

Bunuh diri memang topik yang amat jarang diangkat dalam sebuah penelitian ilmiah. Topik ini seperti harus menebus tabu yang tebal di kalangan masyarakat kita, tetapi sekaligus membuat kita minim pengetahuan.

Nova membongkar dan melawan tabu itu, sekaligus mengajak kita semua berada di garis depan pencegahan bunuh diri di Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com