Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dosen UMJ Tanggapi Program Cegah Stunting dari Capres Cawapres 2024

KOMPAS.com - Dalam masa kampanye, ketiga pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden (capres dan cawapres) menyampaikan program-program yang akan dilaksanakan jika menang dalam Pemilu 2024 (Pemiliham Umum).

Ketiga paslon memiliki gagasan untuk mengatasi berbagai permasalahan masyarakat Indonesia, termasuk mencegah stunting atau gagal tumbuh pada anak-anak.

Pasangan calon (paslon) nomor urut 1 menawarkan program pendampingan ibu hamil hingga 1000 hari pertama kehidupan anak. Penurunan angka prevalensi yang ditargetkan antara 11-12,5 persen.

Sedangkan paslon nomor urut 2 menawarkan program pemberian makan siang dan susu tiap hari bagi anak-anak sekolah, bantuan gizi pada ibu hamil dan balita, serta Kartu Anak Sehat.

Butuh usaha sangat besar untuk mencapai target program itu 

Melalui program ini paslon nomor urut 2 optimis dapat menekan angka prevalensi stunting hingga di bawah 10 persen.

Sementara itu paslon nomor urut 3 menawarkan program 1.000 hari pertama dan pasokan gizi untuk anak hingga usia 5 tahun.

Program lainnya adalah 1 Desa 1 Puskesmas 1 Dokter/Nakes (tenaga kesehatan). Targetnya untuk menekan angka prevalensi stunting hingga di bawah 9 persen.

Menanggapi program pencegahan stunting dari ketiga paslon tersebut, Dosen Sarjana Gizi Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Dr Sugiatmi menyatakan, para paslon butuh usaha yang sangat besar untuk mencapai target dari program tersebut.

Dosen yang kerap disapa Atmi ini menerangkan, saat ini prevalensi stunting di Indonesia masih tinggi. Hasil survei SSGI (Survei Status Gizi Indonesia) 2021, prevalensi stunting di Indonesia berada pada 21,6 persen, sedangkan target pemerintah pada 2024 sebesar 14 persen.

"Beberapa paslon menargetkan penurunan prevalensi stunting antara 9-12 persen. Maka effort-nya lebih besar lagi. Karena masalah stunting bukan hanya masalah gizi yang terlihat sekarang ini tetapi merupakan masalah gizi kronik yang terjadi sejak dalam kandungan hingga usia 2 tahun (1000 hari pertama kehidupan) dan melibatkan berbagai penyebab baik langsung maupun tidak langsung," terang Atmi seperti dikutip dari laman UMJ, Senin (5/2/2024).

Dosen yang juga Ketua Program Studi Ilmu Gizi ini menambahkan, penyebab langsung yang dimaksud adalah asupan gizi yang tidak cukup dan penyakit infeksi yang berulang.

Sedangkan penyebab tidak langsungnya adalah masalah ketersediaan pangan, pola asuh dan sanitasi, akses layanan kesehatan. Serta penyebab dasar ekonomi (kemiskinan), dan pendidikan yang saling berkaitan.

"Pemberian susu dan makan siang gratis kepada anak sekolah ini program yang bagus. Namun hanya menyentuh pada penyebab langsung dan perlu dipikirkan keberlanjutan program dan sumber dananya," ungkap Atmi.

Atmi menerangkan, bahwa penanggulangan atau intervensi yang dilakukan harus terintegrasi antara penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dan penyebab dasar.

Selain itu melibatkan lintas sektor baik pemerintah, swasta, organisasi kemasyarakatan serta institusi pendidikan.

Atmi menekankan, target intervensi tidak terbatas pada 1.000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) tetapi juga kepada anak sekolah, remaja putri, dan calon pengantin.

Program berbasis komunitas untuk cegah stunting

Dari mereka akan muncul generasi bangsa yang jika gizinya tercukupi akan menghasilkan generasi yang berkualitas. Sehingga cita-cita pembangunan Indonesia untuk mewujudkan Generasi Emas 2045 dapat tercapai.

Program berbasis komunitas, lanjut Atmi, dapat dilakukan untuk mencegah stunting. Masyarakat dilibatkan sebagai pelaku yang berperan aktif dalam program yang didampingi oleh organisasi masyarakat, pemerintah dan perguruan tinggi.

"Masyarakat bukan sebagai obyek, tapi pelaku yang berperan aktif. Program penanggulangan stunting berbasis komunitas selama ini sudah banyak dilakukan sehingga tinggal dievaluasi, dimonitor dan didukung dana untuk keberlanjutannya," tegasnya.

Program berbasis komunitas juga, menurut Atmi perlu melibatkan tokoh masyarakat, serta dukungan dan komitmen pemerintah.

"Dengan begitu, akan tumbuh rasa memiliki dalam diri masyarakat terhadap program gizi dan kesehatan. Sehingga akan membentuk perilaku sehat Masyarakat. Pada akhirnya diharapkan dapat menurunkan angka stunting maupun malnutrisi lainnya," pungkas Atmi.

https://www.kompas.com/edu/read/2024/02/05/091400171/dosen-umj-tanggapi-program-cegah-stunting-dari-capres-cawapres-2024

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke