Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Indonesia Emas 2045: Menanam Pohon Pendidikan

Bagaimana caranya menempuh agar menjadi bangsa emas? Apa saja tugas warga negara? Bagaimana warga negara biasa berkontribusi? Sudahkah kita dapatkan tauladan para pemimpin?

Indonesia emas tentu mencakup semua hal, tidak hanya bidang materi atau kokohnya ekonomi. Bukan saja soal pertumbuhan ekonomi, fasilitas fisik, atau lapangan kerja atau pasar dunia, lebih dari itu.

Masalah sosial dan politik tentu saja, dan itu menyangkut satu hal yang lebih penting lagi. Yaitu, pendidikan.

Pendidikan tentu luas maknanya, formal dan informal. Pendidikan untuk sesama manusia, pendidikan untuk bumi, dan pendidikan untuk makhluk-makhluk lain.

Pendidikan dengan mudah kita ikuti ajaran Tri Hita Karana: tentang Parahyangan (alam gaib dan langit), Pawongan (sesama manusia), dan Palemahan (dengan bumi yang ditinggali).

Pendidikan tidak sekadar cara mencapai gelar sarjana dan akan berkarier di mana setelah lulus, tetapi moral tentang tiga unsur manusia.

Tidak hanya tentang pasar dan industri, tetapi tentang fungsi manusia, atau manusia Indonesia dengan Tuhannya, sesamanya, dan bumi yang diinjak setiap hari. Pendidikan itu lebih luas dan berjangka panjang.

Sudahkah kita dengar dari para calon pemimpin kita? Lewat akun-akun Instagram dan Tiktok mereka? Tim-tim mereka sudahkah mengunggah pendidikan Tri Hita Karana?

Pendidikan memang perlu mendapat perhatian dalam menjawab tantangan tidak hanya dua puluh tahun ke depan, tetapi daya tahan bangsa dan negara dalam seratus tahun dan selanjutnya. Pendidikan menjadi ukuran penting yang tidak mungkin kita lupakan.

Sayangnya, akun-akun media sosial di Tanah Air belum banyak mem-viral-kan visi dan misi calon pemimpin kita nanti, baik legislatif atau eksekutif, tentang pendidikan. Wajar jika kita menanti tentang ini.

Terkesan tidak topik andalan untuk menarik simpati, bukan? Tidak menjanjikan pendulangan suara signifikan, bukan? Tidak seseksi yang lain-lain?

Pendidikan untuk generasi muda dan pendidikan untuk publik segala generasi sama pentingnya. Pendidikan di sekolah negeri, swasta, pesantren, madrasah, media, dan kumpulan-kumpulan informal.

Pendidikan di sekolah-sekolah dan juga pendidikan di perguruan tinggi, yang menyangkut ilmu pengetahuan dan produksi ilmu pengetahuan. Pengembangan dan penelitian masuk di dalamnya.

Pendidikan tidak hanya menyangkut nasib sarjana setelah diwisuda akan menjadi pegawai, pengusaha, akademisi, aktivis sosial, dan politik.

Pendidikan tidak hanya soal capaian ekonomi dan sosial para alumni sekolah dan perguruan tinggi. Pendidikan bukan soal penghasilan per bulan dan serapan tenaga kerja secara lokal dan nasional.

Pendidikan jauh lebih penting dari itu, karena pendidikan menyangkut nasib bangsa dan manusia. Terlalu sedikit yang membicarakannya dan tertarik.

Selama ini kita memahami pendidikan berkait langsung dengan pasar kerja. Tuntutan globalisasi dan perkembangan teknologi membuat sempitnya kesempatan kerja.

Kompetisi pasar dan kompetisi tenaga manusia dengan teknologi buatan manusia sendiri. Tenaga manusia dengan mudah bisa digantikan dengan mesin, teknologi dan akhir-akhir ini AI (artificial intelligence) sudah marak.

Buatan manusia ini dengan mudah menggantikan peran manusia dalam merancang konsep dan mengurutkan gagasan.

AI bisa menulis dan membuat power point presentasi dengan jauh lebih efektif dan murah. AI juga menyediakan sarana untuk menulis artikel, skripsi, tesis, dan disertasi.

AI bisa membuat rancangan rencana kerja, menganalisis data, dan menjawab kebutuhan-kebutuhan intelektual, managerial, dan rancangan pemasaran.

Para pemimpin kita perlu mengurai rencana pendidikan secara jelas dan mencerdaskan warga yang akan memilihnya. Pendidikan nasional, pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi akan dibawa kemana? Pendidikan itu penting bagi bangsa dan manusia.

Dalam lima tahun terakhir, kita belum banyak menyingung pendidikan untuk menyongsong 2045. Sepertinya saatnya menyinggung itu di depan publik.

Investasi tak terlihat ini akan betul-betul membawa bangsa ini menjawab tantangan zamannya. Rumus kuno tetap berlaku: pendidikan bagi semua.

Kebijakan filsafat China kuno sudah mengingatkan tentang manfaat jangka panjang pendidikan.

Kata pepatahnya, jika ingin investasi jangka panjang, hendaknya tanam pohon besar dengan kayu keras.

Sedangkan investasi jangka semusim adalah menanam padi atau gandum. Padi akan menjamin lumbung dan makanan dalam setahun.

Sedangkan tanaman pohon keras membutuhkan waktu paling tidak lima tahun, dan yang menanam belum tentu mempunyai kesempatan berteduh di bawahnya.

Pohon besar membutuhkan kesabaran menunggu dalam jangka puluhan, bahkan ratusan tahun.

Pohon besar tidak instan dan tidak bisa ditentukan waktunya seperti pohon-pohon di hutan Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Yang menanam pohon pendidikan bisa jadi tidak bisa mencicipi buah, apalagi menebang kayunya untuk bangunan atau rumah.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/11/13/093046971/indonesia-emas-2045-menanam-pohon-pendidikan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke