Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cerita Adib, Marbot Masjid yang Bisa Kuliah IT di Kampus Amerika

KOMPAS.com - Bisa kuliah di Amerika apalagi masuk Jurusan Ilmu Teknologi seolah tak terbayangkan oleh Khoirul Adib.

Kisah Adib, sapaan akrabnya bisa kuliah di luar negeri penuh perjuangan. Adib saat itu harus membagi waktunya antara kuliah, persiapan ke Amerika, menjadi marbot masjid dan mengurus ibunya yang sakit keras.

Mahasiswa semester 5 pada Universitas Islam Negeri atau UIN Walisongo Semarang ini sebetulnya berasal dari Tuban, Jawa Timur.

"Kuliah di Semarang bagi orang desa seperti saya sudah luar biasa, apalagi bisa belajar di jurusan teknologi," ujar Adib dilansir dari laman Kementerian Agama (Kemenag), Sabtu (19/8/2023).

Adib mengatakan dalam beberapa bulan terakhir ia harus sering bolak balik Semarang - Tuban - Semarang, menempuh jarak sekitar 280 km sekali jalan. Beruntung sudah ada jalan tol, sehingga jarak tempuh bus makin pendek, berkisar 5-6 jam.

Adib mengenang, bahwa dia sebenarnya juga mendapat tawaran untuk diterima kuliah satu semester di Columbia University, salah satu Ivy League Universities atau kampus top di Amerika.

Namun proses pendaftarannya tidak sempat ia teruskan karena sampai penutupan, dia harus merawat ibunya yang sakit keras.

Tak putus asa, Adib mencoba mencari cara lain. Saat itu ia mengetahui informasi mengenai pendaftaran MOSMA atau MORA Overseas Student Mobility Awards.

Program ini salah satu implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar di perguruan tinggi luar negeri.

Adib mengaku kali pertama mendengar info MOSMA dari teman-temannya di kampus. Dia lalu mencari informasi di media online, dan mendapati penjelasan bahwa MOSMA merupakan program kerja sama Kementerian Agama dan LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan).

"Saya tertarik untuk mempelajari dan mendaftar. Lika-liku perjalanannya saya lalui untuk bisa ikut mendaftar program tersebut," kata Adib.

Ia mengatakan, tak ada salahnya anak desa sepertinya bisa bermimpi kuliah di luar negeri. Harapannya, langkahnya ini bisa membahagiakan orangtuanya.

"Ini bukan semata tentang mimpi saya, tapi juga harapan orangtua," sambungnya.

Adib mengikuti pendaftaran dan tergabung dalam kelompok S1 beserta 106 peserta lainnya saat lolos Mosma. Untungnya saat itu tes wawancara dilakukan secara daring, sehingga ia tak perlu meninggalkan sang ibu untuk ke Jakarta.

"Semua tahapan saya lalui dan pada saat pengumuman, 18 Juli 2023, ternyata nama saya dinyatakan lolos untuk bisa mengikuti program MOSMA Student Exchange di kampus ternama Amerika Serikat, Rochester Institute Of Technolgy," ujarnya. 

Berita bahagia semakin lengkap sebab Khoirul juga lolos seleksi dan menjuarai kompetisi riset teknologi di Korea Selatan.

"Alhamdulillah, sebelum ke Amerika, saya bisa ikut kompetisi riset internasional di Korea Selatan. Alhamdulillah, saya mendapat medali perak," ceritanya.

Ibunya meninggal saat ia masih di Korsel

Adib mengatakan, saat itu keluarganya bahkan ibunya masih sempat tahu jika Adib hendak ke Korea Selatan.

"Berita baik ini disambut oleh keluarga. Orang tua saya bangga melihat anaknya bisa mewujudkan cita-citanya. Terima kasih Menteri Agama Gus Yaqut Cholil Qoumas. Terima kasih Kementerian Agama," sambungnya.

Tetapi saat sudah berada di Korea Selatan, Ibu yang sangat disayangi dan selama ini dirawat, meninggal dunia.

Duka makin terasa pilu karena saat itu ia masih berada di Korea Selatan. Sehingga dia tidak bisa mengurus jenazah ibunya hingga dimakamkan.

"Namun saya tetap kuat dan harus meneruskan perjuangan ibu, agar bisa menjadi orang bermanfaat untuk semua orang," kata dia.

Adib mengatakan saat itu ibunya sempat membaik sehingga dia bisa ikut kompetisi riset di Korea Selatan. Meski begitu, Adib percaya Tuhan memiliki rahasia sendiri saat itu.

Tetap berangkat ke Amerika

Pengalaman selama kuliah di Amerika tetap menyenangkan baginya. "Batal masuk Columbia University, Alhamdulillah saya diterima di Rochester Institute of Technology, salah satu universitas bergengsi juga di AS," ucapnya penuh syukur.

Meski hanya 6 bulan, kesempatan kuliah di sana tidak boleh disia-siakan. Adib mencoba mempersiapkan segala sesuatunya, sesuai kemampuannya, sembari menunggu jadwal keberangkatan.

"MOSMA Kemenag ini merupakan langkah awal bagi saya untuk bisa terbang dan terus tholabul ilmi di berbagai negara, dan terus berupaya menemukan sesuatu yang baru. Mari kita buktikan bahwa anak desa juga bisa," pungkasnya.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/08/19/155419071/cerita-adib-marbot-masjid-yang-bisa-kuliah-it-di-kampus-amerika

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke