Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dosen Unair: Virus Rabies Bisa Rusak Otak dan Sistem Saraf Pusat

KOMPAS.com - Rabies saat ini tengah menjadi perbincangan di masyarakat. Bahkan ada anak-anak yang dikabarkan meninggal akibat terpapar virus ini.

Dosen Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (Unair), Dr. Nusdianto Triaksono menanggapi terkait hal ini.

Dia mengatakan, penyakit rabies memiliki berbagai macam nama, antara lain Lyssa atau Hidrofobia, tapi di Indonesia lebih terkenal sebagai penyakit anjing gila.

Penularan ini bisa terjadi dari hewan ke manusia atau hewan ke hewan melalui gigitan.

"Virusnya itu banyak di sekitar mulut, khususnya saliva atau liur. Melalui gigitan atau cakaran, maka virus bisa terbawa menembus kulit dan masuk ke dalam tubuh," kata dia mengutip laman Unair, Minggu (25/6/2023).

Saat terjadi luka terbuka pada kulit dan terkena jilatan hewan rabies, maka ada kemungkinan virus masuk ke dalam tubuh.

"Kulit sebenarnya berfungsi sebagai pelindung. Jika kulit terbuka karena tergores atau luka maka agen infeksi seperti bakteri atau virus termasuk virus rabies bisa saja masuk ke jaringan di bawah kulit dengan mudah," ujar dia.

Dia menuturkan, virus ini dapat merusak otak dan membuat sistem saraf pusat tidak bekerja dengan baik.

"Di manapun bagian tubuh yang mendapat gigitan, virus ini akan berakhir di otak atau sistem saraf pusat," tutur dia.

Hal ini tidak hanya terjadi pada hewan tapi pada korban gigitannya, dengan case fatality rate hampir 100 persen. Artinya, korban gigitan anjing penderita rabies umumnya meninggal dunia.

Rabies memiliki gejala

Ada beberapa bentuk gejala hewan penderita rabies yang bisa masyarakat waspadai. Gejala yang terlihat jelas adalah hewan penderita bisa menjadi lebih agresif.

"Pada tahap tertentu, hewan ini bisa lebih agresif. Dia bisa menggigit apa saja, manusia bahkan kayu atau benda-benda lain," jelas dia.

Namun ada tahapan lain yang bernama tahap paralitik. Pada tahap ini hewan menjadi lebih diam bahkan mengarah pada kelumpuhan.

"Dia tidak banyak bergerak jadi diam sekali," ungkap dia.

Kelemahan yang terjadi pada hewan rabies akan berdampak pula pada korban yang mendapat gigitan. Hewan ternak yang biasa menjadi sebagai kurban ternyata dapat terpapar.

"Hewan ternak yang terkena rabies cenderung lebih diam, bisa juga ada gejala takut air atau hidrofobia hingga takut terhadap sinar atau fotofobia," tutur dia.

Dia menambahkan, rabies bisa terjadi pada semua hewan.

"Memang ini bisa menyerang semua hewan, utamanya makhluk berdarah panas seperti anjing, kucing, atau kelelawar, termasuk hewan ternak atau hewan yang ada di kebun," sebut dia.

Dia berpesan kepada masyarakat jika mencurigai hewan peliharaannya terpapar rabies untuk segera melapor ke dokter hewan atau Dinas Peternakan. Begitu pula bila ada korban gigitan hewan, laporan tetap harus dilakukan.

"Begitu hewan menggigit maka tangkap, amankan, dan jangan dibunuh. Supaya kita periksa dulu hewan ini menderita rabies atau tidak," jelas dia.

Nusdianto menyarankan bagi korban gigitan untuk pergi ke pelayanan kesehatan terdekat agar mendapat penanganan segera.

Upaya untuk mencegah terpaparnya virus adalah dengan melakukan vaksinasi. Vaksin rabies sudah tersedia, sehingga masyarakat diharapkan lebih proaktif dalam memanfaatkannya.

Vaksin rabies bisa dilakukan sekali dalam satu tahun. Masyarakat bisa menghubungi dokter hewan atau dinas peternakan setempat untuk mendapatkan.

Beberapa fasilitas lain seperti vaksinasi rabies massal juga kerap dilakukan oleh RSHP UNAIR. Upaya ini dilakukan guna membantu pemerintah dalam mewujudkan Indonesia bebas rabies pada 2030

https://www.kompas.com/edu/read/2023/06/25/185345271/dosen-unair-virus-rabies-bisa-rusak-otak-dan-sistem-saraf-pusat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke