Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menakar Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi Kurikulum Merdeka

Kurikulum yang bertujuan menambal learning loss selama pandemi Covid 19 ini juga bertujuan menaikan rating dan rangking PISA kita yang selalu duduk di peringkat sepuluh terbawah sejak pertama kali tes itu dilaksanakan tahun 2000.

Dua puluh tiga tahun kemudian, belum ada perbaikan signifikan pada sistem pendidikan kita, meski sudah berkali-kali ganti menteri dengan beragam program. Begitulah versi OECD berdasarkan laporan yang dirilis tiga tahunan menyusul hasil-hasil tes PISA.

Sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka sebaiknya memastikan bahwa langkah dalam pembelajaran Kurikulum Merdeka telah dilaksanakan dengan baik.

Dimulai dari asesemen diagnostik yang bertujuan mengetahui dan memetakan kompetensi, kekuatan, kelemahan siswa dan hasilnya digunakan oleh guru sebagai rujukan dalam merencanakan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa dalam proses belajar mengajar.

Di sinilah sesungguhnya inti dari Kurikulum Merdeka. Siswa tidak lagi diperlakukan sama di dalam proses belajar mengajar. Kecepatan belajar siswa tidak lagi diseragamkan.

Timbul satu pertanyaan, jika melihat suasana pembelajaran di sekolah-sekolah di Indonesia.

Agar guru bisa memperlakukan siswa sesuai dengan kemampuannya, apakah bisa dilaksanakan dengan efektif di ruang-ruang kelas dengan jumlah siswa sangat banyak, bahkan ada yang lebih dari 30 orang dalam satu kelas?

Kurikulum ini diadopsi dari negara-negara maju yang rata-rata jumlah siswanya sebanyak 20 orang dalam satu kelas.

Apakah di Indonesia sudah demikian penerapannya? Jika tidak, maka yang terjadi adalah tidak ada perubahan dalam model pembelajaran Kurikulum Merdeka dengan kurikulum lama.

Untuk menerapkan kurikulum ini dengan ideal, memang butuh kesiapan infastruktur sekolah yang tidak main-main. Jika jumlah ideal satu kelas adalah 20 orang, maka perlu ada tambahan ruang belajar atau rombel. Tentu saja ada penambahan guru-guru kompeten.

Bagaimana sekolah-sekolah di luar Jawa dan daerah 3T, apakah gurunya sudah memadai? Dengan demikian, perlu membangun infrastruktur yang memadai jika ingin penerapan Kurikulum Merdeka berjalan seperti tujuannya.

Bagaimana mungkin bisa menjalankan pembelajaran berdeferensiasi di kelas-kelas padat? Jika kemudian diakali, hanya dilaksanakan seadanya, lalu untuk apa mengganti kurikulum?

Guru PNS Indonesia yang berjumlah kurang lebih 1.226.460 orang sebagian besar terkonsentrasi di kota. Sementara tulang punggung sekolah di kampung-kampung adalah para guru honorer.

Dengan gaji yang belum mapan, maka guru-guru honorer itu seadanya menerapakan Kurikulum Merdeka, bahkan tanpa asesemen diagnostik.

Bisa diterima akal, bagaimana mungkin mereka masih bisa memikirkan cara mengajar dengan serius, jika untuk memenuhi kebutuhan hidup saja mereka harus bekerja sampingan.

Sekolah-sekolah yang menerapkan kurikulum Merdeka perlu memastikan bahwa pembelajaran berdeferensiasi betul-betul terlaksana.

Pada proses ini, siswa diberi keleluasaan untuk mengerti materi pelajaran tanpa diburu-buru waktu. Mereka bisa menolak untuk maju ke materi selanjutnya jika belum mehamami suatu materi.

Pembelajaran berlangsung dengan bahagia. Siswa lebih memilki waktu untuk mehamami dan menyerap seluruh materi pelajaran dengan baik.

Dengan model belajar seperti ini, guru harus memberikan ekstra waktu kepada semua siswa dengan mempertimbangkan kompetensi dan kemampuan siswa. Apakah ini sudah terlaksana dalam pembelajaran Kurikulum Merdeka?

Sehingga melihat penerapan ideal Kurikulum Merdeka, maka yang bisa melaksanakan adalah guru-guru ASN kompeten di sekolah dengan infrastruktur yang bagus.

Guru harus memiliki portofolio siswa secara Individu. Sehingga apabila ada 100 siswa yang diajar dalam satu semester, harus ada 100 portofolio berdasarkan asesemen diagnostik yang dilaksanakan di awal pembukaan mata pelajaran.

Dalam portofolio itu, ada data bagaimana cara belajar siswa, model belajar, sejarah akademik, bahkan latar belakang ekonomi harus ada untuk memberikan perlakuan yang berbeda.

Tujuan kurikulum Merdeka adalah dalam pembelajaran siswa tidak lagi hanya jadi objek, namun subjek dan tidak dipaksa untuk mengikuti pola pembelajaran siswa lain.

Dalam pelaksanaanya hendaknya betul-betul dilaksanakan bukan asal dan sekadarnya saja. Perlu kesiapan infrastruktur, kompetensi yang memadai dari para guru.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/04/14/154522971/menakar-penerapan-pembelajaran-berdiferensiasi-kurikulum-merdeka

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke