Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Akademisi UGM: Cegah Klaster Baru, PTM 100 Persen Wajib Disertai 3T

KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mendorong semua jenjang pendidikan melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas per Januari 2022.

Kebijakan ini penting dilakukan untuk mencegah learning loss akibat pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang sudah terlalu lama.

Namun di tengah kebijakan PTM 100 persen wajib dilakukan satuan pendidikan, Covid-19 varian Omicron justru masuk ke Indonesia. Bahkan hingga saat ini Covid-19 varian Omicron terus mengalami peningkatan.

Sejumlah sekolah di Jakarta pun terpaksa tutup karena ditemukan kasus positif Covid-19 baik terhadap siswa maupun tenaga pendidik atau guru.

PTM 100 persen harus disertai 3T

Ketua Pokja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Gunadi mengatakan kegiatan PTM 100 persen harus diikuti dengan upaya 3T (testing, tracing, dan treatment) oleh pemerintah.

"Penyelenggaraan PTM 100 persen tentunya pemerintah dan stakeholder terkait sudah mempertimbangkannya, tetapi harus diikuti dengan 3T," urai Gunadi seperti dikutip dari laman UGM, Selasa (25/1/2022).

Menurut Gunadi, langkah 3T sebaiknya dilakukan secara acak serta secara rutin. Dengan begitu diharapkan dapat memutus mata rantai penularan Covid-19 termasuk varian Omicron. Terlebih varian Omicron memiliki kemampuan penyebaran lebih cepat daripada varian Delta.

Cegah klaster baru muncul

Gunadi mengungkapkan, karena gejala umumnya tidak berat, Orang Tanpa Gejala (OTG), jadi tidak tahu apakah anak-anak dan guru membawa virus atau tidak.

"Sehingga dilakukan testing secara acak dan berkala. Jangan menunggu ada klaster atau positif baru ditracing, ini terlambat," tegasnya.

Gunadi menerangkan, apabila tracing baru dilakukan saat muncul klaster di sekolah, akan berpotensi menyebarkan virus secara lebih luas dalam keluarga dan menjadi klaster baru.

Namun, jika testing dapat dilakukan secara acak dan rutin akan menjadikan mitigasi Covid-19 lebih baik.

"Pendidikan tidak mungkin tidak berjalan. Kendati begitu, suatu kebijakan harus ada konsekuensi-konsekuensi yang harus dipenuhi. Pemerintah jangan sampai mengkorbankan kesehatan anak-anak itu sendiri," tutup Gunadi.

Lakukan penyelidikan epidemilogi

Sebelumnya Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Satria Wiratama sempat menyampaikan, selain melakukan penutupan sekolah ketika ada temuan kasus positif Covid-19, penting juga dilakukan evaluasi melalui penyelidikan epidemiologi.

Dia menambahkan, pemerintah perlu menyelidiki, apakah yang menjadi faktor risiko terjadinya penularan Covid-19 di lingkungan sekolah. Beberapa hal yang perlu didalami lagi seperti apakah faktor risiko penularan karena dari rumah siswa. Atau apakah ada hubungannya dengan sekolah seperti protokol kesehatan (prokes) ada yang kurang berjalan baik. 

"Karena dari dulu kalau ada kasus saat PTM, selalu tidak terlihat penyelidikan yang intensif untuk mengetahui salahnya dimana dan apa yang perlu dilakukan padahal itu yang penting," tegas Bayu.

Bayu menjelaskan, dalam kondisi ini, kebijakan pemerintah bukan hanya sekedar menutup sekolah atau menghentikan PTM terbatas. Tetapi lebih ke arah penyelidikan epidemiologinya. 

https://www.kompas.com/edu/read/2022/01/25/085022771/akademisi-ugm-cegah-klaster-baru-ptm-100-persen-wajib-disertai-3t

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke