Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Guru Besar Unpad: Indonesia Punya Ragam Sistem Hukum Waris

KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Prof. Eman Suparman mengatakan, Indonesia memiliki keragaman sistem hukum waris.

Dia menyebut, setiap wilayah atau lingkungan adat di Indonesia memiliki sistem hukum waris tersendiri.

"Hukum waris erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami kematian," kata dia melansir laman Unpad, Senin (26/7/2021).

Menurut dia, akar mula keragaman hukum waris Indonesia salah satunya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh sejarah, yaitu ketika masa penjajahan kolonial Belanda selama 350 tahun.

Dia menjelaskan, pada masa penjajahan Belanda, sistem konstitusi di Hindia Belanda mengacu pada Indische Staatsregeling (IS).

Berlakunya Pasal 131 dan Pasal 163 pada IS merupakan salah satu faktor yang melahirkan pluralisme hukum di bidang keperdataan, khususunya hukum waris.

Dalam Pasal 163 IS, Belanda mengatur penggolongan penduduk yang ada di Hindia Belanda.

Saat itu, Indonesia atau Hindia Belanda belum menjadi negara yang berdaulat, tetapi masih menjadi negara koloni Belanda.

Karenanya, Hindia Belanda saat itu belum mengenal istilah warga negara.

Ada tiga golongan penduduk berdasarkan pasal tersebut.

Golongan pertama adalah golongan kulit putih, atau masyarakat Eropa dan masyarakat yang dipersamakan dengan orang Eropa.

Golongan kedua adalah timur asing Cina dan timur asing lainnya, serta golongan ketiga adalah kelompok Bumiputra atau pribumi asli Nusantara.

Eman menjabarkan, pembagian golongan penduduk di atas juga diikuti dengan pemberlakuan kaidah hukum sesuai dengan golongannya. Penjelasan ini termaktub pada Pasal 131 IS.

Oleh karena itu, ketentuan hukum waris juga mengikuti kaidah hukum berdasarkan golongan penduduk.

Golongan Eropa dan yang dipersamakan notabene mendapatkan eksklusivitas pemerintah kolonial, ketentuan hukum warisnya mengacu pada kitab Burgerlijk Wetboek (WB).

Acuan kitab BW juga berlaku bagi golongan timur asing Cina dan timur asing lainnya.

Selain itu, golongan ini juga dipersilakan untuk mengadopsi hukum adat masing-masing, seperti hukum adat dari Cina atau hukum adat dari India.

"Pemberlakuan hukum adat juga berlaku bagi golongan Bumiputra. Karena banyaknya lingkungan adat, maka diberlakukan hukum adat masing-masing," paparnya.

Aturan peninggalan era kolonialisme tersebut menyisakan pengaturan hukum waris di Indonesia hingga saat ini.

3 sistem hukum waris di Indonesia

Eman mengungkapkan, dewasa ini hukum waris di Indonesia masih menganut pada tiga sistem, yaitu hukum waris berdasarkan BW, hukum waris menurut hukum adat sebagai kearifan lokal, serta hukum waris menurut agama Islam.

Eman menyoroti pada era kolonialisme, hukum Islam sebenarnya sangat sedikit dibahas.

Namun demikian, hukum Islam secara diam-diam digunakan oleh masyarakat Hindia Belanda yang Muslim.

Golongan tersebut meyakini bahwa hukum waris Islam merupakan perintah agama yang wajib dijalankan.

"Legitimasi ketiga sistem hukum waris ini disebutkan dalam pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yang kurang lebih menjelaskan, segala aturan dan badan yang ada masih langsung berlaku selama belum diganti," ungkap dia.

Meski beragam, sambung dia, hukum waris di Indonesia ternyata sulit untuk diunifikasikan atau disatukan.

Bahkan, tidak mungkin pula dikodifikasikan, atau menghimpun semua bahan hukum sejenis dalam satu kitab Undang-undang yang disusun secara sistematis dan lengkap.

"Sudah dipastikan bahwa kodifikasi untuk unifikasi bidang hukum waris di Indonesia adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi," pungkas dia.

https://www.kompas.com/edu/read/2021/07/26/134621971/guru-besar-unpad-indonesia-punya-ragam-sistem-hukum-waris

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke