Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Ipsos: Negara Penyelenggara Pemilu Khawatirkan Dampak Disinformasi

Kompas.com - 16/11/2023, 08:40 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebanyak 16 negara yang akan menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) pada 2024 khawatir dengan sebaran disinformasi di dunia digital.

Perusahaan riset pasar independen Ipsos dan UNESCO merilis survei soal dampak disinformasi dan ujaran kebencian secara digital.

Survei tersebut melibatkan 16 negara dengan mengambil sampel representatif dari populasi nasional tiap negara.

Keenam belas negara tersebut dipilih karena akan menggelar pemilihan umum (Pemilu) pada 2024, termasuk Indonesia.

Ada sekitar 500 sampel untuk tiap negara, sehingga total sampelnya yakni 8.000 orang. Sampel diambil untuk mewakili pengguna internet di atas 18 tahun.

Survei dilakukan pada 22 Agustus sampai 25 September 2023.

Baca juga: Survei Reuters: 68 Persen Masyarakat Indonesia Mengakses Berita dari Medsos

Hasil survei menunjukkan, 56 persen pengguna internet menggunakan media sosial sebagai sumber informasi utama untuk mengetahui informasi terbaru.

Sementara, sebanyak 44 persennya menjadikan televisi sebagai sumber informasi utama.

Dengan catatan, di kebanyakan negara dengan Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index (HDI) tinggi, masyarakatnya masih menjadikan televisi sebagai sumber informasi utamanya.

Negara tersebut, yakni Austria, Belgia, Kroasia, Romania, dan Amerika Serikat.

Sementara di Indonesia, pengguna internet menjadikan media sosial sebagai sumber informasi utama.

Hal serupa juga terjadi di negara dengan HDI menengah ke bawah.

Negara penyelenggara Pemilu 2024 lain yang paling banyak menggunakan media sosial sebagai sumber informasinya, yakni Algeria, Austria, Bangladesh, Republik Dominika, El Salvador, Ghana, India, Meksiko, Senegal, Afrika Utara, dan Ukraina.

Baca juga: Survei: Ibu Rumah Tangga Terdepan dalam Mengakes Konten Cek Fakta

Media sosial sumber disinformasi

Dari 16 negara, sebanyak 68 persen pengguna internet menyadari bahwa media sosial merupakan tempat beredarnya disinformasi.

Disinformasi merupakan informasi yang keliru yang disebarkan dengan sengaja meski penyebarnya tahu informasi itu salah.

Media sosial yang dimaksud, seperti Facebook, YouTube, X atau Twitter, Instagram, TikTok, dan sejenisnya.

Di urutan berikutnya, sebanyak 38 persen dari sampel mendapat sebaran disinformasi dari aplikasi perpesanan dan 20 persen dari situs web atau aplikasi.

Baca juga: Hoaks Politik Ramai di Medsos, Bawaslu dan KPU Perlu Aktif Beri Edukasi

Adapun aplikasi perpesanan itu antara lain WhatsApp, Telegram, Messenger, dan Signal.

Sumber informasi lainnya, seperti radio, majalah, koran, dan diskusi langsung dengan orang dinilai lebih minim sebaran disinformasi.

Kekhawatiran warga negara

Meski sebagian besar pengguna internet menjadikan media sosial sebagai sumber informasi utama, tetapi mereka menyadari dampak buruknya.

Hasil survei menunjukkan, sebanyak 85 persen warga negara merasa bahwa isu disinformasi adalah ancaman nyata.

Di negara dengan HDI tinggi, 88 persen responden menyatakan keprihatinan mengenai dampak dan pengaruh disinformasi terhadap sesama warga negaranya.

Kemudian, di 90 persen warga negara dengan tingkat HDI sedang dan rendah merasakan keprihatinan serupa.

Mereka bahkan lebih cenderung (87 persen) percaya bahwa fenomena ini telah membawa dampak besar terhadap kehidupan politik di negara mereka.

Baca juga: Bagaimana Perilaku Masyarakat dalam Menggunakan Media Sosial?

Dengan persentase sama, yakni 87 persen responden merasa khawatir mengenai dampak disinformasi terhadap pemilu di negara mereka.

Kekhawatiran paling tinggi dirasakan oleh negara dengan HDI rendah.

Peran dalam mengatasi disinformasi

Terdapat pihak yang dinilai memiliki peran dalam mengatasi sebaran disinformasi di dunia digital, yakni pemerintah, perusahaan media sosial, dan organisasi internasional.

Pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan memiliki kewenangan dinilai mapu menentukan regulasi media sosial di negaranya.

Mayoritas (89 persen) pengguna internet setuju bahwa pemerintah dan regulator harus mewajibkan platform media sosial untuk menerapkan langkah yang meningkatkan kepercayaan, keamanan selama kampanye, dan integritas pemilu.

Mereka mendukung usulan untuk mengumpulkan konsensus di semua negara, kelompok umur, demografi sosial, dan preferensi politik.

Terkait integritas pemilu, The Safer Internet Lab (Sail) pernah melakukan survei opini publik tentang proyeksi dan mitigasi penyebaran gangguan informasi pemilu pada 4-10 September 2023.

Gangguan informasi berdampak mengurangi kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebanyak 11, 72 persen dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebanyak 9,85 persen.

Gangguan informasi juga mengurangi probabilitas kepercayaan publik terhadap integritas penyelenggaraan pemilu sebanyak 18,54 persen.

Sementara, dukungan publik terhadap demokrasi berkurang sampai sebanyak 6,83 persen.

Disinformasi termasuk gangguan informasi. Hal ini menunjukkan bahwa warga negara memiliki kekhawatiran nyata terhadap disinformasi.

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mitos dan Fakta Seputar Metode Kontrasepsi Vasektomi

Mitos dan Fakta Seputar Metode Kontrasepsi Vasektomi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] WN Rusia Dideportasi karena Bantu Tangkap Mafia Narkoba

[HOAKS] WN Rusia Dideportasi karena Bantu Tangkap Mafia Narkoba

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Pada Mei 2024, PSSI Pastikan Indonesia Vs Portugal Digelar September

[HOAKS] Pada Mei 2024, PSSI Pastikan Indonesia Vs Portugal Digelar September

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade karena Ada Pemain Berusia 25 Tahun

[HOAKS] Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade karena Ada Pemain Berusia 25 Tahun

Hoaks atau Fakta
Penjelasan soal Data Korban Tewas di Gaza Versi PBB, 24.686 Teridentifikasi

Penjelasan soal Data Korban Tewas di Gaza Versi PBB, 24.686 Teridentifikasi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Roosevelt Memburu Triceratops Terakhir pada 1908

[HOAKS] Foto Roosevelt Memburu Triceratops Terakhir pada 1908

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Hoaks! Pengurangan Populasi Jadi 800 Juta Jiwa pada 2030

[VIDEO] Hoaks! Pengurangan Populasi Jadi 800 Juta Jiwa pada 2030

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Pasukan Rusia Hadir di Gaza untuk Bantu Palestina

INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Pasukan Rusia Hadir di Gaza untuk Bantu Palestina

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Timnas Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade Paris, Simak Bantahannya

INFOGRAFIK: Hoaks Timnas Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade Paris, Simak Bantahannya

Hoaks atau Fakta
Tidak Ada Bukti Kastil Terbengkalai di Perancis Milik Korban Titanic

Tidak Ada Bukti Kastil Terbengkalai di Perancis Milik Korban Titanic

Hoaks atau Fakta
Bagaimana Status Keanggotaan Palestina di PBB?

Bagaimana Status Keanggotaan Palestina di PBB?

Hoaks atau Fakta
Klub Eropa dengan Rekor Tak Terkalahkan, dari Benfica sampai Leverkusen

Klub Eropa dengan Rekor Tak Terkalahkan, dari Benfica sampai Leverkusen

Data dan Fakta
[HOAKS] Temukan Kecurangan, FIFA Putuskan Indonesia Vs Uzbekistan Diulang

[HOAKS] Temukan Kecurangan, FIFA Putuskan Indonesia Vs Uzbekistan Diulang

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Manipulasi Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

INFOGRAFIK: Manipulasi Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Konten AI, Video Iwan Fals Nyanyikan Lagu Kritik Dinasti Jokowi

[KLARIFIKASI] Konten AI, Video Iwan Fals Nyanyikan Lagu Kritik Dinasti Jokowi

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com