Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Robert Oppenheimer, Ilmuwan yang Disingkirkan karena Peringatkan Bahaya Bom Atom

Kompas.com - 18/07/2023, 13:01 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Serangan bom atom Amerika Serikat (AS) terhadap Jepang telah menyebabkan ratusan ribu orang tewas.

Pada 6 Agustus 1945, AS menjatuhkan bom atom di Hiroshima, kemudian di Nagasaki pada 9 Agustus 1945.

International Campaign to Abolish Nuclear Weapons mencatat 140.000 orang tewas di Hiroshima dan 74.000 korban jiwa di Nagasaki.

Baca juga: Kronologi Bom Atom Hiroshima dan Nagasaki

Pembuat bom atom itu adalah J Robert Oppenheimer. Namun, Robert telah memperingatkan bahaya fatal dari senjata tersebut. Perang tidak memberikan apa pun, selain kesengsaraan.

Robert menjadi salah satu dari sekian ilmuwan yang berjibaku di tengah perang dan ketakutan terhadap Nazi.

Perjalanan sains

Pada dekade pertama abad ke-20, sains memelopori revolusi kedua AS. Terutama ketika Presiden Theodore Roosevelt menyatakan, pemerintahan yang baik yakni beraliansi dengan sains dan teknologi terapan.

Sekelompok ilmuwan juga menciptakan revolusinya sendiri. Fisikawan mulai mengubah cara manusia memahami ruang dan waktu. Contohnya, penemuan radioaktif pada 1896, oleh fisikawan Perancis Henri Becquerel.

Max Planck, Marie Curie dan Pierre Curie dan lainnya memberikan pengetahuan lebih lanjut tentang sifat atom. Lalu pada 1905, ada Albert Einstein menerbitkan teori relativitas.

Sampai lahirlah J Robert Oppenheimer pada 22 April 1904. Keluarganya merupakan imigran Jerman generasi pertama dan kedua yang berjuang untuk menjadi warga AS.

Baca juga: Proyek Manhattan, Oppenheimer, dan Bom Atom (Bagian 1)

Dikutip dari American Prometheus (2005) karya Kai Bird dan Martin Sherwin, secara etnis dan budaya Yahudi, keluarga Oppenheimer yang saat itu tinggal di New York tidak pernah ke sinagoge.

Tanpa menolak identitas mereka sebagai Yahudi, keluarga Oppenheimer memilih untuk menjadi Yahudi-Amerika yang merayakan rasionalisme dan humanisme progresif.

Oppenheimer bukanlah keluarga saintis. Kakeknya merupakan petani dan pedagang biji-bijian yang hidup di Hanau, timur Frankfurt, Jerman. Ia ikut bisnis pakaian bersama kenalannya.

Ayah Robert, Julius Oppenheimer, bekerja di bidang impor tekstil dan sukses di New York.

Pada 1914, ketika Perang Dunia I pecah di Eropa, kekayaan bersih Julius mencapai beberapa ratus ribu dollar. Pendapatan itu membuatnya setara dengan seorang jutawan.

Pada usia lima tahun, Robert diajak ayahnya ke Jerman untuk mengunjungi kakeknya. Dari kakeknya itu, Robert mendapat ensiklopedia arsitektur dan sebuah kotak berisi sekitar dua lusin sampel batuan yang diberi label dalam bahasa Jerman.

Robert kecil pun menjadi pemburu batu-batuan. Dia tidak tertarik pada asal-usul geologis bebatuannya, tetapi terpesona oleh struktur kristal dan polarisasi cahayanya.

Dari usia tujuh hingga 12 tahun, Robert memiliki tiga hobi, yakni mencari batu-batuan, menulis dan membaca puisi, serta menyusun dengan balok.

Baca juga: Oppenheimer, Pencipta Bom Atom Amerika yang Menyesali Temuannya

Saat masih 12 tahun, dia menggunakan mesin tik keluarga untuk berkorespondensi dengan sejumlah ahli geologi lokal terkenal tentang formasi batuan yang ia pelajari di Central Park.

Salah satu koresponden itu lalu menominasikan Robert untuk menjadi anggota di Klub Mineralogi New York.

Karena takut berbicara di depan orang dewasa, Robert memohon kepada ayahnya untuk menjelaskan bahwa mereka telah mengundang seorang anak berusia dua belas tahun.

Sebaliknya, Julius mendorong putranya untuk menerima undangan. Saat pertemuan, para ahli geologi dan kolektor batu amatir terkejut sekaligus tertawa terbahak-bahak ketika Robert naik ke podium. Pemalu dan canggung, Robert tetap membaca sambutannya yang sudah disiapkan.

Robert sekolah di Alcuin Preparatory School. Kemudian pada 1911, ia dimasukkan ke pendidikan privat Sekolah Masyarakat Budaya Etis, yang didirikan oleh Felix Adler.

Kepekaan politik Robert didapat dari pendidikan progresif yang ia terima di sekolah Felix Adler.

Pada akhir Perang Dunia I, anggota Budaya Etis berperan sebagai agen perubahan pada isu-isu bermuatan politik seperti hubungan ras, hak buruh, kebebasan sipil, dan lingkungan hidup.

Semasa awal sekolah, Robert tertarik dengan sastra Inggris dan Prancis, serta mineralogi. Namun dalam tahun terakhirnya di sekolah, ia mulai tertarik pada kimia.

Baca juga: Mengenal Fisikawan J. Robert Oppenheimer, Sang Bapak Bom Atom

Robert lulus pada 1921 dan masuk Universitas Harvard setahun kemudian, pada usia 18 tahun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[HOAKS] Produk Bumbu Masakan Positif Mengandung Babi

[HOAKS] Produk Bumbu Masakan Positif Mengandung Babi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Voucher Ayam Goreng Gratis dalam Rangka 46 Tahun KFC

[HOAKS] Voucher Ayam Goreng Gratis dalam Rangka 46 Tahun KFC

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Video Turbulensi Pesawat ALK Bukan Musibah di Kabin Singapore Airlines

INFOGRAFIK: Video Turbulensi Pesawat ALK Bukan Musibah di Kabin Singapore Airlines

Hoaks atau Fakta
Mengenang Kontroversi Sex Pistols Saat Rilis Lagu 'God Save the Queen'...

Mengenang Kontroversi Sex Pistols Saat Rilis Lagu "God Save the Queen"...

Sejarah dan Fakta
[HOAKS] Rumah Sakit Sri Ratu Medan Ditutup Sementara

[HOAKS] Rumah Sakit Sri Ratu Medan Ditutup Sementara

Hoaks atau Fakta
CEK FAKTA: Benarkah Sebar Bibit Ikan Lele ke Saluran Air Cegah DBD ?

CEK FAKTA: Benarkah Sebar Bibit Ikan Lele ke Saluran Air Cegah DBD ?

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Keanu Reeves Bawa Lari Kamera Paparazi Merupakan Adegan Film

[KLARIFIKASI] Foto Keanu Reeves Bawa Lari Kamera Paparazi Merupakan Adegan Film

Hoaks atau Fakta
CEK FAKTA: Benarkah Gim Daring Meningkatkan Kasus Kriminal Anak?

CEK FAKTA: Benarkah Gim Daring Meningkatkan Kasus Kriminal Anak?

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Ruben Onsu Meninggal Dunia pada 19 Mei 2024

[HOAKS] Ruben Onsu Meninggal Dunia pada 19 Mei 2024

Hoaks atau Fakta
Cek Fakta Sepekan: Hoaks Putin ke Pemakaman Raisi | Denda Pengobatan Alternatif

Cek Fakta Sepekan: Hoaks Putin ke Pemakaman Raisi | Denda Pengobatan Alternatif

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Foto Donald Trump Berseragam Tentara, Hasil Manipulasi AI

INFOGRAFIK: Foto Donald Trump Berseragam Tentara, Hasil Manipulasi AI

Hoaks atau Fakta
CEK FAKTA: Luhut Klaim Proyek Kereta Cepat Layak Dilanjutkan sampai Surabaya

CEK FAKTA: Luhut Klaim Proyek Kereta Cepat Layak Dilanjutkan sampai Surabaya

Hoaks atau Fakta
Memahami Bias Konfirmasi dalam Penyebaran Misinformasi...

Memahami Bias Konfirmasi dalam Penyebaran Misinformasi...

Hoaks atau Fakta
Tidak benar Satelit Cuaca Dimatikan Saat Kecelakaan Presiden Iran

Tidak benar Satelit Cuaca Dimatikan Saat Kecelakaan Presiden Iran

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Jakarta Masih Ibu Kota sampai Ada Keppres Pemindahan

[KLARIFIKASI] Jakarta Masih Ibu Kota sampai Ada Keppres Pemindahan

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com