KOMPAS.com - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan mengatakan, gim online atau daring merupakan penyebab meningkatnya kasus kriminal anak.
Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi kasus pornografi anak di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta).
"Selain kasus di Soetta, ada kasus anak membunuh orang tuanya, semua berawal dari gim online. Dan, masih banyak lagi kasus-kasus kriminal karena dampak dari gim online," kata Kawiyan pada 8 April 2024, dikutip dari Tribunnews.
Sebelumnya, KPAI meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menindak peredaran gim daring bermuatan pornografi.
Kawiyan mengusulkan, gim daring bermuatan kekerasan diblokir karena dinilai memicu kriminalitas anak.
Dosen Kriminologi Universitas Indonesia, Bhakti Eko Nugroho menyebutkan bahwa ada riset yang menunjukkan gim daring dapat memengaruhi tingkat agresivitas.
Salah satunya riset pada 2010 yang mengidentifikasi keterpaparan generasi muda dan anak-anak dengan materi atau konten gim video bernuansa kekerasan.
Tingkat keterpaparan mereka berasosiasi dengan meningkatnya tingkat agresivitas, menurunnya komitmen terhadap perilaku pro-sosial, dan mengancam kesehatan mental mereka secara serius.
Kendati demikian, Bhakti menggaris bawahi bahwa riset tersebut memiliki keterbatasan.
Riset yang ada belum membedakan secara jelas tingkat keseriusan atau keparahan perilaku kekerasan yang dimaksud.
Sebagai pembanding, studi lainnya yang dilakukan pada 2011 menyimpulkan, kekerasan dalam video game tidak cukup untuk meningkatkan perilaku agresif dibandingkan dengan video game tanpa kekerasan.
Sementara gim yang lebih kompetitif menghasilkan tingkat perilaku agresif yang lebih besar, terlepas dari jumlah kekerasan dalam permainannya.
Penelitian lebih diperlukan untuk mengeksplorasi mekanisme daya saing video game dapat memengaruhi perilaku agresif, serta apakah hubungan ini bertahan dalam jangka panjang.
Dikutip dari Crime and Media: Understanding the Connections (2019), dijelaskan bahwa ada kaitan akses terhadap video game bernuansa kekerasan dengan perilaku agresif memiliki keterbatasan, karena cenderung mengabaikan variabel lain yang memengaruhi perilaku agresif tersebut.
"Faktor sosial lain yang juga berpengaruh, antara lain adalah nilai dan pengalaman kekerasan yang diperoleh dari lingkungan sosial fisik sehari-hari," ujar Bhakti.
Sehingga, pernyataan Kawiyan dianggap kurang tepat karena menitikberatkan kasus sebagai dampak gim daring.
Padahal, ada banyak variabel yang memengaruhi agresivitas dan perilaku anak selain gim daring.
"Karena itu, pernyataan bahwa kasus kriminal adalah dampak dari game online cenderung mengabaikan ragam penyebab seorang individu, termasuk anak dan remaja, terlibat dalam perilaku agresif," kata Bhakti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.