Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soedjatmoko, Diplomat Ulung Tanpa Pangkat dan Sekat

Kompas.com - 10/10/2022, 14:00 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

Hal ini juga terlihat dari tulisan-tulisannya yang sebagian besar hanya menggunakan nama Soedjatmoko, tanpa nama belakang, tanpa titel.

"Itu artinya, ada nilai-nilai yang dibahwa dari sini (trah Mangunarsan), di mana gelar kebangsawanan, gelar kepriayian, gelar akademik, itu coba ditanggalkan," jelas Kuncoro.

Diplomat ulung

Koko sempat menempuh sekolah dokter di Batavia, tetapi dikeluarkan pada 1943 karena terlibat dalam gerakan akar rumput dalam perlawanan terhadap Jepang.

Bersama kakak iparnya, Sutan Syahrir, Koko menjadi salah satu pemuda yang selalu berani mengkritik pemerintahan Jepang.

Setelah merdeka, Koko bersama tiga diplomat lain mewakili Indonesia dalam Sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1947, di New York, Amerika Serikat (AS).

Sidang ini diselenggarakan untuk mencari jalan keluar dari konflik militer antara Indonesia dan Belanda, setelah Agresi Militer I pada 21 Juli 1947.

Koko, Sutan Sjahrir, Haji Agus Salim, dan Soemitro Djojohadikusumo, empat orang inilah yang meyakinkan negara-negara lain untuk mengakui Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan memenuhi syarat sebagai sebuah negara.

Sambil terus melanjutkan pendidikannya, Koko menorehkan karier diplomatik yang bernas.

Menurut laman Membaca Soedjatmoko, dia menjadi wakil ketua delegasi Indonesia di PBB pada 1966, lalu pada tahun berikutnya diberikan tugas sebagai penasihat untuk delegasi PBB.

Koko sempat menjadi Duta Besar RI di Amerika Serikat pada 1968 serta menjadi penasihat Menteri Luar Negeri Adam Malik.

Koko berperan aktif dalam perdebatan internasional, terkait isu-isu global. Koko menerbitkan banyak buku soal kebebasan, pembangunan, kemiskinan, dan membahas persoalan-persoalan di Asia dan Pasifik.

Hingga pada 1978, Koko menerima Ramon Magsaysay Award atau Hadiah Nobel Asia, untuk International Understanding.

Kemudian, pada 1985, Koko menerima penghargaan Warga Asia (Asia Society Award), dan mendapat Universities Field Staff International Award untuk Distinguished Service to the Advancement of International Understanding tahun berikutnya.

Ketika Koko pindah ke Tokyo, Jepang, dia menjabat sebagai rektor Universitas PBB hingga tahun 1987.

Pemikiran Koko soal perdamaian, penyelesaian konflik, ekonomi, isu global, hingga memandang manusia sebagai insan merdeka, tak lepas dari akar kultural yang dibangun dalam keluarganya.

"Jadi pemikiran-pemikiran, nilai-nilai yang diperoleh oleh Ayah saya di sini, lewat leluhurnya, menjadi fondasi saat dia berbicara kepada komunitas internasional," ujar Kamala Chandrakirana, putri Koko, saat peluncuran dan bincang film Soedjatmoko, Sabtu (8/10/2022).

Pemikiran Koko juga tercermin dari tulisan-tulisannya sejak 1948 yang diarsipkan secara digital. "Nilai-nilai tersebut dapat dilacak melalui tulisan-tulisannya," imbuh dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mitos dan Fakta Seputar Metode Kontrasepsi Vasektomi

Mitos dan Fakta Seputar Metode Kontrasepsi Vasektomi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] WN Rusia Dideportasi karena Bantu Tangkap Mafia Narkoba

[HOAKS] WN Rusia Dideportasi karena Bantu Tangkap Mafia Narkoba

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Pada Mei 2024, PSSI Pastikan Indonesia Vs Portugal Digelar September

[HOAKS] Pada Mei 2024, PSSI Pastikan Indonesia Vs Portugal Digelar September

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade karena Ada Pemain Berusia 25 Tahun

[HOAKS] Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade karena Ada Pemain Berusia 25 Tahun

Hoaks atau Fakta
Penjelasan soal Data Korban Tewas di Gaza Versi PBB, 24.686 Teridentifikasi

Penjelasan soal Data Korban Tewas di Gaza Versi PBB, 24.686 Teridentifikasi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Roosevelt Memburu Triceratops Terakhir pada 1908

[HOAKS] Foto Roosevelt Memburu Triceratops Terakhir pada 1908

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Hoaks! Pengurangan Populasi Jadi 800 Juta Jiwa pada 2030

[VIDEO] Hoaks! Pengurangan Populasi Jadi 800 Juta Jiwa pada 2030

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Pasukan Rusia Hadir di Gaza untuk Bantu Palestina

INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Pasukan Rusia Hadir di Gaza untuk Bantu Palestina

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Timnas Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade Paris, Simak Bantahannya

INFOGRAFIK: Hoaks Timnas Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade Paris, Simak Bantahannya

Hoaks atau Fakta
Tidak Ada Bukti Kastil Terbengkalai di Perancis Milik Korban Titanic

Tidak Ada Bukti Kastil Terbengkalai di Perancis Milik Korban Titanic

Hoaks atau Fakta
Bagaimana Status Keanggotaan Palestina di PBB?

Bagaimana Status Keanggotaan Palestina di PBB?

Hoaks atau Fakta
Klub Eropa dengan Rekor Tak Terkalahkan, dari Benfica sampai Leverkusen

Klub Eropa dengan Rekor Tak Terkalahkan, dari Benfica sampai Leverkusen

Data dan Fakta
[HOAKS] Temukan Kecurangan, FIFA Putuskan Indonesia Vs Uzbekistan Diulang

[HOAKS] Temukan Kecurangan, FIFA Putuskan Indonesia Vs Uzbekistan Diulang

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Manipulasi Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

INFOGRAFIK: Manipulasi Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Konten AI, Video Iwan Fals Nyanyikan Lagu Kritik Dinasti Jokowi

[KLARIFIKASI] Konten AI, Video Iwan Fals Nyanyikan Lagu Kritik Dinasti Jokowi

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com