Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tren NGL Link Instagram dan Kenapa Warganet Suka Anonimitas

Kompas.com - 25/06/2022, 14:58 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belakangan di Instagram ramai dengan tren NGL. Para pengguna Instagram menyematkan tautan NGL.link bertajuk anonymous Q&A, baik di Stories maupun Bio Instagram mereka.

NGL merupakan singkatan dari "not gonna lie" atau dalam bahasa Indonesia berarti tidak akan bohong.

Platform semacam ini memungkinkan pengguna untuk mengirim pesan atau pertanyaan secara anonim kepada pemilik tautan.

NGL pertama kali dirilis pada November 2021 oleh DeepMoji, sekelompok developer di Venice Beach, California, Amerika Serikat.

Mengirim pesan anomin di media sosia bukanlah hal baru. Beberapa tahun lalu, warganet beramai-ramai menyambungkan akun di Secreto, platform serupa yang membuat pengguna media sosial bisa berkirim pesan rahasia.

Baca juga: Apa Itu NGL Link Instagram yang Sedang Viral di IG Stories?

Melihat tren semacam itu, mengapa warganet menyukai anonimitas di media sosial?

Berbagai alasan untuk anonim

Perdebatan tentang anonimitas di internet bukanlah hal yang sederhana. Menurut studi Departemen Psikologi Universitas Carnige Mellon (CMU), sebagian pengguna internet sangat peduli dengan privasi mereka.

Survei menunjukkan bahwa mereka memiliki alasan tersendiri untuk tidak mengungkap nama dan identitas di media sosial.

Pengguna internet yang memanfaatkan anonimitas memiliki berbagai alasan.

Ada yang memanfaatkan ini untuk mengungkapkan perannya sebagai peniup peluit atau whistleblower, ada pula yang berasal dari kelompok yang distigmatisasi, sebagian lainnya memanfaatkan anonimitas untuk melakukan pencarian sensitif, meretas, hingga melakukan pengintaian secara digital.

Kendati demikian, ada pula yang menggunakan anonimitas untuk alasan yang lebih sederhana.

Baca juga: 5 Informasi tentang Anak yang Sebaiknya Tidak Dibagikan di Media Sosial

Dalam studi tersebut, sebagian besar orang memanfaatkan anonimitas di media sosial untuk mengikuti komunitas online, bergabung dengan kelompok dengan hobi dan topik tertentu, seperti fiksi, musik, hewan peliharaan, permainan, teknologi, dan olahraga.

Salah satu alasan populer untuk anonimitas adalah bahwa norma dan tren kelompok-kelompok itu adalah dengan menjadi anonim.

Menggunakan identitas lain atau akun anonim

Dalam beberapa kasus, kelompok tersebut memiliki standar keanggotaan implisit atau eksplisit yang mendorong anonimitas.

Meski sebagian besar jaringan media sosial meminta pengguna mengisi nama dan identitas asli, pengguna menggunakan identitas yang lain dengan alasan tertentu.

Sebagian responden dalam studi tersebut beralasan bahwa mereka ingin memisahkan kehidupan online dan offline mereka.

Menggunakan akun dengan identitas lain memungkinkan pengguna terhindar secara online dari lingkar pertemanan keluarga atau rekan kerja mereka.

Baca juga: Survei Reuters: 68 Persen Masyarakat Indonesia Mengakses Berita dari Medsos

Pengaruh anonim di media sosial

Anonimitas di jejaring media sosial berkontribusi terhadap penyebaran informasi keliru, cyberbullying, trolling, hingga ujaran kebencian.

BBC, 26 Februari 2021, melakukan survei terhadap perilaku suporter sepak bola di dunia online.

Hasilnya, dari 3.000 lebih pesan yang ditujukan kepada atlet Premier League, 56 persen di antaranya bernada rasis.

Sementara, 43 persen atlet Premier League yang disurvei mengatakan bahwa mereka pernah mengalami pelecehan dan rasisme.

Baca juga: Instagram Uji Fitur Notes, Mirip IG Stories tapi Hanya Tulisan

Alasan keamanan

Di sisi lain, beberapa responden CMU mengungkapkan alasan menggunakan akun anonim. Salah satunya berkaitan urusan politik.

Mereka ingin terlibat dalam debat dan percakapan seputar politik di duna maya tanpa ingin terikat tanggung jawab atas identitas mereka.

Alasan lain yang lebih personal, karena sebagian responden memiliki pengalaman negatif ketika menggunakan media sosial, sehingga memaksa mereka untuk menjadi anonim.

Kedua alasan itu relevan dengan kondisi di Indonesia saat ini, terutama ketiadaan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi serta penerapan UU ITE yang bisa dengan mudah mengkriminalisasi warga negara karena unggahan di media sosial.

Bagi sebagian orang, menyembunyikan identitas mereka secara online merupakan masalah yang berkaitan dengan keamanan.

Georgina Halford, Hall CEO Whistleblower Inggris, berpendapat bahwa anonimitas online harus dilindungi.

"Mampu menyampaikan kekhawatiran secara anonim sangat penting bagi kebijakan dan layanan lain untuk mendapatkan informasi yang dapat membantu menghentikan kejahatan, menangkap orang yang melakukannya dan datang untuk membantu korban," kata dia.

Setiap orang memiliki alasan masing-masing untuk menjadi anonim di media sosial. Adapun yang penting dicatat yakni kesadaran mereka akan data pribadi.

Menjadi ironi ketika mencoba menjadi anonim di media sosial dengan alasan keamanan, tetapi tidak membaca kebijakan privasi dan ketentuan pengguna di platform pihak ketiga.

Disadari atau tidak, sama seperti platform pada umumnya, NCL juga memanfaatkan data yang diberikan pengguna media sosial untuk kepentingan bisnis mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[HOAKS] Ronaldo Berikan Pujian kepada Timnas Indonesia U23

[HOAKS] Ronaldo Berikan Pujian kepada Timnas Indonesia U23

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Bulan Kembar di Pegunungan Arfak pada 26 April

[HOAKS] Bulan Kembar di Pegunungan Arfak pada 26 April

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Pelatih Korsel Mengamuk Usai Kalah dari Indonesia di Piala Asia U23

[HOAKS] Video Pelatih Korsel Mengamuk Usai Kalah dari Indonesia di Piala Asia U23

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Penjelasan Pertamina soal Video Konsumen Cekcok di SPBU Putussibau

[KLARIFIKASI] Penjelasan Pertamina soal Video Konsumen Cekcok di SPBU Putussibau

Hoaks atau Fakta
Cek Fakta Sepekan: Hoaks Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda | Bahaya SO2 di Jawa

Cek Fakta Sepekan: Hoaks Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda | Bahaya SO2 di Jawa

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Beredar Hoaks Sandra Dewi Dijemput Paksa Polisi

[VIDEO] Beredar Hoaks Sandra Dewi Dijemput Paksa Polisi

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Konten Satire, Jokowi Pegang 'Kartu Kabur Saat Demo'

[KLARIFIKASI] Konten Satire, Jokowi Pegang "Kartu Kabur Saat Demo"

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Hoaks Uang Nasabah Hilang di Bank akibat Bansos Pemilu, Jangan Terhasut!

[VIDEO] Hoaks Uang Nasabah Hilang di Bank akibat Bansos Pemilu, Jangan Terhasut!

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Pengibaran Bendera GAM Setelah Putusan MK, Awas Provokasi

INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Pengibaran Bendera GAM Setelah Putusan MK, Awas Provokasi

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Bantahan Indonesia soal Upaya Normalisasi Hubungan dengan Israel

INFOGRAFIK: Bantahan Indonesia soal Upaya Normalisasi Hubungan dengan Israel

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden-Wapres Terpilih

[HOAKS] KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden-Wapres Terpilih

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Puan Promosikan Obat Nyeri Sendi

[HOAKS] Puan Promosikan Obat Nyeri Sendi

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Azan Berkumandang di Lancaster House, Bukan Istana Buckingham

[KLARIFIKASI] Azan Berkumandang di Lancaster House, Bukan Istana Buckingham

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks The Simpsons Prediksi Nyamuk Wolbachia, Simak Penjelasannya

INFOGRAFIK: Hoaks The Simpsons Prediksi Nyamuk Wolbachia, Simak Penjelasannya

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Sri Mulyani Sebut Jokowi Lunasi Utang Negara di Sidang MK

INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Sri Mulyani Sebut Jokowi Lunasi Utang Negara di Sidang MK

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com