Siami saja yang sudah terbiasa membutuhkan waktu sebulan untuk menyelesaikan selembar kain tenun. Tapi sebetulnya harganya cukup tinggi, yakni Rp 3 juta per lembar.
Sekarang Siami tidak mau lagi menerima murid. Ia berpendapat, kalau memiliki niat orang tersebut akan bertekad belajar, memperhatikan dan meniru, seperti proses dirinya belajar dulu.
"Tidak tahu siapa yang meneruskan, mungkin tidak ada. Padahal jualnya gampang, membuatnya yang sulit. Ya inginnya saya ada yang bisa melanjutkan," ujar Siami lagi.
Ketua Adat Osing Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Suhaimi menjelaskan, masyarakat desanya biasa menjaga produk budaya dan tradisi dari dalam maupun luar komunitas.
Misalnya batik yang dulu pusat produksinya justru di Kelurahan Temenggungan, Kecamatan Banyuwangi, karya tulis Lontar Yusup, dan tenun yang diproduksi di Desa Jambesari.
Baca juga: Cerita Sanet Sabintang, Desainer Asal Banyuwangi Bangkitkan Kembali Motif Tenun Khas Osing
Bila kain batik disimpan di toples kaca dan dipajang di almari, kain tenun lebih banyak digunakan dalam kegiatan tradisi.
Saat ada warga melahirkan, menikah dan meninggal, pasti hadir di sana setidaknya selembar kain tenun khas Osing, terutama motif Solok.
Saat kelahiran kain tenun melambangkan penyambutan. Saat perkawinan, kain tenun sebagai tanda manusia menghadapi kehidupan dewasanya, dan akhirnya mengantarkan jenazahnya ke alam kubut setelah meninggal dunia.
"Jadi memang orang itu ada awal pasti ada akhir. Misalnya tidak punya, pinjam. Tetangga yang merasa punya, sudah menyadari, bahwa oh ini tidak punya, dipinjami begitu. Misalnya ada yang meninggal, itu dipinjami untuk mengantarkan nisan ke makam," kata Suhaimi, Senin.
Menurut dia, saat ini hanya Siami perajin kain tenun khas Osing yang masih aktif. Ada satu orang lagi yang dianggap bisa, namun bekerja di bidang lain sehingga tidak aktif menenun.
Baca juga: Ritual Seblang, Tradisi Bersih Desa dan Menolak Bala oleh Suku Osing Banyuwangi
Dia mengaku bisa membuat alat tenun dari kayu. Namun yang sulit disediakan adalah tenaga terampil menenun dan benang sutra bahan tenun. Karena benang biasa akan luntur dan motifnya segera rusak.
Pihaknya berharap pemuda-pemudi desa lebih aktif dalam melakukan upaya-upaya pelestarian tenun khas Osing tersebut.