Kasus seperti yang terjadi pada jurnal, tidak dapat menjadi acuan yang menyimpulkan bahwa vaksin Covid-19 berbahaya.
Tonang mencatat, perlu ditelusuri riwayat autoimun pada pasien yang diteliti pada jurnal tersebut.
Dilaporkan sejak 2020, para peneliti menemukan adanya kemipiran antara susunan protein pada bagian S (Spike) dari virus covid dengan suatu susunan protein pada orang-orang tertentu. Ini sering disebut Molecular Mimicry.
Akibat danya susunan protein mirip, seseorang bisa mengalami autoimun pada kasus tertentu. Kendati demikian, Tonang menyatakan, kejadian ini sangat jarang. Pada umumnya, orang tidak memiliki kemiripan protein tersebut.
Baca juga: Cara Mencegah Penularan Hepatitis Akut dan Gejala yang Perlu Diwaspadai
Ketika terinfeksi Covid-19, maka tubuh membentuk antibodi, khususnya antibodi terhadap bagian S, yang lazim disebut antibodi S-RBD.
"Karena dalam tubuh orang-orang tertentu itu ada protein yang mirip bagian S-nya virus Covid, maka antibodi S-RBD itu bereaksi terhadap protein orang itu sendiri," terang Tonang.
Inilah yang mengakibatkan autoimun pada orang tertentu.
Maka, apabila ditemukan kasus seperti pada jurnal tersebut, maka yang paling penting untuk dipertimbangkan, yakni riwayat autoimun pasien dan keluarganya.
Skrining riwayat penyakit autoimun ini berlaku tidak hanya untuk vaksin Covid-19 tetapi juga vaksin lainnya.
Contoh penyakit autoimun, yakni lupus atau SLE, rheumatik, psoriasis, sclereosis, atau diabetes mellitus tipe 1 yang terjadi sejak lahir atau sejak masa anak-anak.
Vaksinasi memang salah satu tujuannya yakni membentuk sel T yang spesifik untuk virus Covid-19.
Tonang mengibaratkan, sel T sebagai tentara untuk sistem imun yang bertugas mengenali, menangkap, dan menghancurkan "musuh" yang masuk ke dalam tubuh.
Menurutnya, wajar jika tubuh bereaksi setelah vaksinasi. Termasuk hati atau liver karena organ ini berfungsi mendeteksi masuknya zat asing.
"Liver akan merespon, angka-angka lab untuk liver bisa meningkat. Contohnya SGOT dan SGPT," ucap Tonang.
Tonang mengatakan, selama peningkatannya ringan, maka kondisi tersebut masih wajar. Biasanya hal ini diikuti sedikit demam yang segera pulih. Namun, bila demam signifikan, tidak segera pulih, maka jika dites lab, bisa saja parameter liver akan meningkat lebih signifikan.
"Jadi jangan gegabah segera tes setelah divaksinasi, kemudian meyakini sudah terkena hepatitis," tutur Tonang.