KOMPAS.com - Fenomena hujan es melanda sejumlah wilayah di Indonesia beberapa hari belakangan. Dokter mengingatkan masyarakat untuk tidak mengonsumsi es dari hujan es.
Fenomena hujan es dilaporkan di kota-kota, seperti di Surabaya, Nganjuk, Magetan, Semarang, Sukabumi, hingga Lampung.
Ini memang fenomena yang jarang terjadi. Masyarakat yang penasaran pun mengonsumsinya, bahkan ada yang sengaja mencampurkannya dengan teh seperti yang dilakukan seseorang dalam video yang diunggah akun Instagram @aslisuroboyo.
View this post on Instagram
Sementara, di Facebook, akun ini mengunggah foto dan video hujan es, lalu mengklaim bahwa mengonsumsi hujan es bisa meningkatkan imunitas dan bisa dijadikan obat.
Dokter sekaligus Direktur RSU PKU Muhammadiyah Prambanan dr Dien Kalbu Ady mengatakan, hujan es memiliki kandungan yang tidak jauh berbeda dengan hujan biasa. Hanya berbeda wujudnya saja.
Menurut Dien, hujan membawa polutan karena zat-zat emisi dari Bumi akan bercampur dan menempel dengan droplet yang ada di atmosfer.
Dalam kasus hujan es, campuran air tersebut mengalami kristalisasi akibat pergerakan udara yang memengaruhi suhu.
Pihaknya mengatakan, sama seperti hujan biasa, hujan es juga bisa membawa polutan dari atmosfer.
"Meski demikian, hujan es membawa polutan dari atmosfer. Bukan sekadar membawa partikel debu yang berukuran kecil. Hujan es juga mengandung gas-gas emisi seperti nitrogen dioksida, sulfur dioksida, dan karbon monoksida," jelas Dien saat dihubungi Kompas.com, Rabu (23/2/2022).
Menurut Dien, berikut beberapa risiko kesehatan yang ditimbulkan akibat mengonsumsi polutan:
"Karena hujan es mengandung senyawa polutan-polutan tersebut maka tidak benar dengan mengonsumsi akan meningkatkan imunitas. Justru sebaliknya, hujan es tidak baik untuk dikonsumsi," tegas Dien.
Meski fenomena hujan es di Indonesia terbilang unik, tetapi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa fenomena hujan es merupakan hal biasa.
"Kejadian hujan lebat/es disertai kilat/petir dan angin kencang berdurasi singkat lebih banyak terjadi pada masa transisi/pancaroba musim baik dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya," jelas Kepala Bidang Diserminasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Hary Tirto Djatmiko, kepada Kompas.com, Rabu (23/2/2022).
Fenomena hujan es atau hail terjadi disebabkan oleh adanya awan Cumulonimbus (CB) yang sangat besar dan padat. Kendati demikian, tidak semua awan CB menimbulkan hujan es.
Pada awan ini terdapat tiga macam partikel, yakni butir air, butir air super dingin, dan partikel es.