Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini 21 Bentuk Kekerasan Seksual yang Diatur Dalam Permendikbud PPKS

Kompas.com - 14/11/2021, 07:50 WIB
Maya Citra Rosa

Penulis

KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menerbitkan mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di lingkungan kampus.

Hal ini berkaitan dengan banyaknya pengakuan para korban kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Mendikbud Ristek (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021 yang diterbitkan pada 31 Agustus 2021.

“Selama ini tidak ada payung hukum bagi pencegahan dan penindakan atas kejahatan atau kekerasan seksual yang terjadi di kampus-kampus kita,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek Nizam, kepada Kompas.com, Rabu (10/11/2021).

Di dalam beleid ini yang dimaksud ranah kekerasan seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, serta melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Dalam Pasal 5, setidaknya dicatat ada 21 bentuk kekerasan seksual yang secara tegas diatur dalam aturan tersebut.

Baca juga: 21 Bentuk Kekerasan Seksual di Permendikbud 30/2021: Memaksa, Memperdayai, hingga Lakukan Tindakan Tanpa “Consent” ke Korban

Beberapa di antaranya berupa melakukan tindakan kekerasan seksual yang tidak mendapatkan persetujuan (consent) korban.

Kemudian, tindakan diskriminasi atau pelecehan yang berintensi seksual, baik melalui ujaran, tatapan, ataupun virtual.

Selanjutnya, tindakan memaksa serta memperdayai atau memanupulasi korban untuk melakukan aktivitas seksual hingga melakukan abrosi.

21 bentuk kekerasan seksual yang diatur Permendikbud

Berikut ini 21 bentuk kekerasan seksual yang diatur dalam Permendikbud Ristek 30/2021:

  • Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban;
  • Memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban;
  • Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban;
  • Menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
  • Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban;
  • Mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
  • Mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
  • Menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
  • Mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
  • Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban;
  • Memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
  • Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan korban;
  • Membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban;
  • Memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
  • Mempraktikkan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan yang bernuansa kekerasan seksual;
  • Melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;
  • Melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
  • Memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi;
  • Memaksa atau memperdayai korban untuk hamil;
  • Membiarkan terjadinya kekerasan seksual dengan sengaja;
  • Melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya.

Aturan ini juga meminta kampus membuat satuan tugas (Satgas) PPKS guna mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi.

Baca juga: Dukung Permendikbud PPKS, Setara Institute: Kekerasan Seksual Meningkat, tetapi Tidak Ada Jaminan Hukum

Terdapat pula, sejumlah ketentuan sanksi bagi perguruan tinggi yang tidak menerapkan mekanisme PPKS, serta sanksi bagi pelaku kekerasan seksual itu sendiri.

Perguruan tinggi darurat kekerasan seksual

Berdasarkan data yang diperolehnya, Mendikbud Ristek Nadiem Makarim mengatakan, saat ini Indonesia sudah berada dalam situasi darurat kekerasan seksual.

Menurut dia, kejadian kekerasan seksual sudah pernah terjadi di semua kampus. Hal ini menjadi alasan pentingnya kehadiran permendikbud ristek soal PPKS.

“Bisa dibilang situasi gawat darurat, di mana kita bukan ada hanya saja satu pandemi Covid-19 tapi juga ada pandemi kekerasan seksual,” ujar Nadiem.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com