Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyelisik Video Prank Galih Loss yang Meresahkan, Ini Pandangan Sosiolog

Kompas.com - 18/04/2024, 20:30 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Mahardini Nur Afifah

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lini masa sejumlah media sosial tengah ramai membincangkan konten prank dari salah satu TikToker asal Bekasi, Galih Loss, yang dinilai telah meresahkan masyarakat.

Salah satu konten prank yang menjadi perbincangan warganet di media sosial adalah konten Galih yang menuduh seorang penjual nanas telah menghamili perempuan yang disebut sebagai adiknya.

Salah satu akun warganet di platform X (Twitter) @bacottetangga_ membagikan video Galih saat melakukan prank ke penjual nanas.

"Bayangin keluarga/tetangga si Abang tukang ubi ngeliat ini dan ternyata ada yg sumbu pendek. Apa ga geger tuh kampung berita dia ngehamilin anak orang padahal udh punya istri. Di video gada bahasa PRANK nya," tulis pengunggah.

Selain konten prank penjual nanas, Galih beberapa kali juga pernah melakukan prank ke ojek online (ojol) dengan menyebutnya sebagai begal.

Video tersebut juga viral dan mendapatkan komentar negatif dari warganet.

Kendati demikian, berdasarkan penelusuran Kompas.com, Kamis (18/4/2024) pagi, beberapa konten prank  yang diunggah di akun TikTok pribadinya @galihloss2 sudah tidak tersedia.

Menyelisik fenomena konten prank meresahkan yang viral di media sosial, bagaimana pandangan sosiolog terkait hal tersebut?

Baca juga: TikToker Galih Loss Bikin Konten Prank Tuai Hujatan Warganet, Bisakah Dipidana?


Pandangan sosiolog 

Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Drajat Tri Kartono menyampaikan, prank pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang fiktif atau bohong, tetapi di dalam framing dalam konteks bercandaan.

"Ada teori yang namanya tolerance of intolerance. Jadi kita itu memberikan toleransi terhadap suatu yang sebenarnya tidak untuk ditoleransi. Itu kemudian diijinkan di masyarakat dan ditoleransi di masyarakat sebagai sebuah 'guyonan'," ujar Drajat saat dihubungi Kompas.com, Kamis.

"Jadi intolerance itu tidak menghormati dan tidak menghargai orang lain. Ini harusnya tidak boleh dilakukan. Akan tetapi, di dalam konteks guyonan atau candaan, itu diperbolehkan," imbuhnya.

Ia memberikan contoh, beberapa pemuka agama seringkali menyampaikan dakwah dengan bahasa yang menyinggung, tetapi dimaklumi karena dilakukan sebagai sarana dakwah mereka.

Sementara itu, menurut dia, prank yang dilakukan banyak orang seperti artis, influencer, dan lainnya sebenarnya tidak masalah.

Namun, dengan catatan bahwa kedua belah pihak setuju dan mengetahui bahwa hal tersebut adalah prank untuk kepentingan hiburan.

"Sebenarnya prank tidak apa-apa untuk dilakukan karena biasanya setelah di-prank, kan dikasih imbalan uang, barang, atau lainnya. Dan, orang yang melakukan prank juga menjelaskan kepada korban yang di-prank," terang Drajat.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com