Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disebut dalam Debat Keempat Pilpres 2024, Mungkinkah Indonesia Mengalami "Greenflation"?

Kompas.com - 22/01/2024, 19:00 WIB
Laksmi Pradipta Amaranggana,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Greenflation menjadi salah satu istilah yang muncul dalam debat keempat Pilpres 2024 pada Minggu (21/1/2024) di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta.

Penggunaan istilah greenflation muncul ketika calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka mengajukan pertanyaan kepada cawapres nomor urut 3, Mahfud MD.

“Bagaimana cara mengatasi greenflation atau inflasi hijau? Terima kasih,” tanya Gibran.

Dikutip Philonomist, istilah greenflation merujuk pada kenaikan harga bahan mentah dan energi sebagai dampak dari transisi menuju penggunaan bahan bakar yang ramah lingkungan.

Lantas, mungkinkah greenflation bisa terjadi di Indonesia?

Baca juga: Jadi Sorotan Saat Debat Cawapres, Apa Itu Greenflation?


Penjelasan ahli

Pakar Ekonomi dan Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, ada dua kemungkinan Indonesia bisa mengalami greenflation.

Pertama, greenflation dapat terjadi apabila pemerintah sudah menerapkan green economy (ekonomi hijau) di semua bidang.

Faktor lain yang menyebabkan greenflation adalah ketika rakyat Indonesia sebagian besar masih menggunakan bahan bakar fosil, sementara sebagian kecil sudah memakai bahan bakar ramah lingkungan.

Menurutnya, ketergantungan bahan bakar fosil inilah yang nantinya akan menyebabkan greenflation ketika harga sudah terlampau tinggi.

“Indonesia kan sebagian besar bahan bakar minyak (BBM) diimpor. Kalau harga dan permintaan minyak dunia naik dan pemerintah sudah tidak sanggup memberikan subsidi, maka akan ada transisi tidak teratur dari bahan bakar ramah lingkungan dan berujung pada greenflation,” kata Fahmy saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/1/2024).

Baca juga: Respons Pertanyaan Gibran, Mahfud MD: Tidak Layak Dijawab

Lebih lanjut, Fahmy menuturkan, kunci dari menekan terjadinya greenflation di Indonesia adalah upaya pemerintah dalam memberikan subsidi BBM.

Sebab, subsidi yang diberikan pemerintah akan menekan harga minyak dunia sehingga tidak terlalu bergejolak dan berpengaruh pada harga BBM dalam negeri.

Namun, ketika subsidi BBM mulai ditarik, hal ini akan memicu greenflation karena kenaikan bahan bakar fosil.

“Apalagi, kalau subsidi yang ditarik secara penuh pada energi fosil tertentu seperti Pertalite, Solar, dan Elpiji 3 kg. Ini akan menyebabkan greenflation di Indonesia,” katanya.

Fahmy berpendapat, potensi munculnya greenflation kemungkinan dapat terjadi sekitar kurang lebih 10-15 tahun yang akan mendatang.

Pasalnya, Indonesia diprediksi akan mulai menerapkan green economy dalam kurun waktu itu, sehingga berpotensi memantik greenflation.

Meskipun demikian, kondisi ini dapat terjadi lebih cepat apabila harga minyak dunia sangat tinggi dan bebarengan dengan dicabutnya subsidi dari pemerintah.

Baca juga: Jadi Sorotan Saat Debat Cawapres, Apa Itu Greenflation?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com