KOMPAS.com - Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto kembali diperbincangkan publik usai namanya disebut dalam pembicaraan eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dan Presiden Joko Widodo.
Dalam sebuah wawancara dengan Rosi yang tayang di Kompas TV, Kamis (30/11/2023), Agus mengaku pernah dipanggil Jokowi untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menyeret nama Setya Novanto.
Tak seperti biasanya, ia dipanggil Jokowi sendirian dan tidak melalui ruang wartawan, melainkan melalui jalur masjid.
“Saat saya masuk, beliau sudah marah ngomong ‘hentikan!’, kan saya heran, yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk, ternyata saya baru paham kalau yang dimaksud untuk menghentikan adalah kasus Setya Novanto,” lanjut Agus.
Sebagai informasi, Setya Novanto saat itu menjabat Ketua Umum Partai Golkar, salah satu partai pendukung pemerintah.
Baca juga: Kilas Balik Kasus E-KTP Setya Novanto, Kembali Disorot Usai Pernyataan Eks Ketua KPK
Lalu, siapa sosok Setya Novanto?
Setya Novanto merupakan mantan Ketua DPR RI periode 2015-2019 yang menjadi terpidana kasus korupsi e-KTP.
Dalam dakwaannya, ia diketahui berperan mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun, dilansir dari Kompas.com (4/2/2022).
Dari total anggaran itu, hanya 51 persen yang digunakan untuk belanja modal atau belanja riil proyek.
Sementara sisanya, yaitu sebanyak 49 persen atau sekitar Rp 2,5 triliun, dibagi-bagikan kepada Pejabat Kementerian Dalam Negeri, anggota Komisi II DPR, Setya Novanto dan Ando Natogong, Anas Urbaningrum dan Nazaruddin, serta diberikan sebagai keuntungan pelaksana kerja atau rekanan.
Setya Novanto sebenarnya pernah memenangkan praperadilan, tetapi KPK akhirnya kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka.
Pada 24 April 2018, ia divonis penjara 15 tahun dan diwajibkan membayar Rp 500 juta, subsider tiga bulan kurungan.
Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebanyak 7,3 juta dollar AS yang dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.
Baca juga: Kerap Lakukan Kontroversi, Bisakah Ketua KPK Dicopot?
Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Widya Mandala, Surabaya ini dikenal sebagai salah satu politisi yang memulai dari bawah.
Namun, ia berhasil menempati posisi strategis partai, termasuk menjadi Bendahara Umum Kosgoro selama beberapa periode hingga akhirnya menjadi Bendahara Umum Partai Golkar.